Aplikasi Pengganti WhatsApp Makin Ramai, Tetangga RI Langsung Blokir

6 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Aplikasi pertukaran pesan singkat Telegram sudah memiliki 1 miliar pengguna aktif per 2025. Jumlah tersebut makin dekat menyaingi dominasi WhatsApp yang kini mengantongi 3 miliar pengguna aktif.

Kendati demikian, Telegram masih mendapat tekanan besar dari beberapa negara. Bahkan, CEO Telegram Pavel Durov masih harus menjalani batasan untuk bepergian ke luar negeri, pasca ditangkap di Prancis pada 2024 silam.

Terbaru, Kementerian Teknologi Vietnam telah menginstruksikan penyedia layanan telekomunikasi untuk memblokir Telegram. Aplikasi pengganti WhatsApp itu dinilai tidak bekerja sama dalam memerangi dugaan kejahatan yang dilakukan oleh penggunanya, menurut dokumen pemerintah yang ditinjau oleh Reuters.

Dokumen tersebut, tertanggal 21 Mei 2025 dan ditandatangani oleh Wakil Kepala Departemen Telekomunikasi di Kementerian Teknologi, memerintahkan perusahaan telekomunikasi untuk memblokir Telegram dan melaporkannya kepada kementerian paling lambat 2 Juni 2025.

Kementerian meminta penyedia layanan telekomunikasi untuk "menerapkan solusi dan langkah-langkah guna mencegah aktivitas Telegram di Vietnam," tertera dalam dokumen tersebut.

Dokumen tersebut mengatakan bahwa Kementerian Teknologi bertindak atas nama Departemen Keamanan Siber negara tersebut setelah polisi melaporkan bahwa 68% dari 9.600 saluran dan grup Telegram di Vietnam melanggar hukum.

Adapun pelanggaran yang disebut termasuk penipuan, perdagangan narkoba, dan kasus-kasus yang diduga terkait dengan terorisme.

Seorang pejabat Kementerian Teknologi mengonfirmasi keaslian dokumen tersebut kepada Reuters. Pihak Kementerian Teknologi mengatakan perintah pemblokiran diambil setelah Telegram gagal untuk membagikan data pengguna kepada pemerintah saat diminta sebagai bagian dari penyelidikan kriminal, dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (24/5/2025), berdasarkan laporan Reuters.

Telegram dan kementerian teknologi Vietnam tidak segera membalas permintaan komentar.

Kepolisian Vietnam dan kantor berita pemerintah telah berulang kali memperingatkan masyarakat tentang kemungkinan kejahatan, penipuan, dan pelanggaran data di saluran dan grup Telegram.

Partai Komunis yang berkuasa di Vietnam mempertahankan sensor media yang ketat dan hanya menoleransi sedikit perbedaan pendapat.

Negara tersebut telah berulang kali meminta perusahaan seperti Facebook, YouTube milik Google, dan TikTok untuk berkoordinasi dengan pihak berwenang guna memberantas konten yang dianggap "beracun", termasuk konten yang menyinggung, palsu, dan anti-negara.

Telegram dituduh tidak menerapkan undang-undang yang mengharuskan media sosial untuk memantau, menghapus, dan memblokir informasi yang melanggar hukum, menurut dokumen tersebut.

Dokumen tersebut juga mengatakan banyak kelompok dengan puluhan ribu peserta dibentuk oleh oposisi dan subjek reaksioner yang menyebarkan dokumen anti-pemerintah, menurut laporan kepolisian setempat.


(fab/fab)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Keamanan Siber Jadi Tantangan Transformasi Digital Industri RI

Next Article Ini Aplikasi Saingan WhatsApp di 2025, Pengguna Mulai Pindah

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |