Evaluasi 7 Bulan PrabowoGibran Juni 2025: Lima Rapor Biru, Dua Rapor Merah

7 hours ago 2

loading...

Denny JA, Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Foto/Dok. SindoNews

Denny JA
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI)

TUJUH bulan pertama sebuah pemerintahan adalah musim semi politik. Ini waktu ketika harapan publik bertemu dengan kenyataan kebijakan. Ini momen ketika janji kampanye mulai diuji oleh denyut kehidupan sehari-hari.

Pada fase inilah legitimasi elektoral diuji ulang melalui performa nyata. Dan dalam konteks ini, pasangan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sedang melintasi ambang ujian awal. Mereka bertemu dengan sorotan tajam dari harapan dan kegelisahan masyarakat.

Survei nasional terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA) yang dilakukan pada 16–31 Mei 2025, menggunakan metode multi-stage random sampling terhadap 1.200 responden, menampilkan dua wajah dari pemerintahan Prabowo–Gibran. Lima rapor biru yang menandakan stabilitas. Dan dua rapor merah yang menjadi alarm sosial.

Survei ini memiliki margin of error ±2,9% dan diperkuat dengan riset kualitatif, wawancara mendalam, FGD, dan analisis media. Hampir seluruh responden (95,1%) menilai kondisi sosial budaya nasional berada dalam keadaan baik hingga sangat baik. Ini indikator tertinggi di antara semua sektor.

Kepuasan terhadap keamanan nasional mencapai 83,1%. Diikuti penegakan hukum (67,8%), stabilitas politik (70,8%), dan kinerja ekonomi makro (67,4%). Kelima indikator ini membentuk kerangka kokoh dari legitimasi awal. Dalam tradisi sosiologi politik, rasa aman, hukum yang berjalan, dan politik yang stabil adalah fondasi tak terlihat namun terasa.

Mereka adalah dinding kepercayaan yang menopang rumah demokrasi. Namun hadir pula dua rapor merah. Ini sinyal awal kegelisan dari rumah tangga warga negara. Tidak semua ruang di rumah kebangsaan ini terasa hangat.

Dua sektor strategis justru mendapat rapor merah dari publik. Yaitu lapangan pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan pokok. Sebanyak 60,8% masyarakat merasa mencari pekerjaan saat ini lebih sulit dibandingkan tahun sebelumnya. Hanya 11% yang merasa lebih mudah, sementara sisanya tidak melihat perubahan berarti. Keresahan ini melintasi kelas sosial dan latar pendidikan. Dari warga berpenghasilan di bawah Rp2 juta hingga mereka yang bergaji di atas Rp4 juta per bulan, dari lulusan SMA hingga D3 ke atas.

Mayoritas menyatakan sulitnya mencari pekerjaan. Bahkan wilayah seperti Maluku dan Papua mencatatkan angka tertinggi: 87% warganya menyatakan bahwa lapangan kerja semakin langka. Sementara itu, 58,3% responden mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan pokok, sebuah tanda tekanan psikologis domestik, khususnya pada sektor konsumsi dasar. Ketika harga sembako memberatkan, angka-angka tak lagi sekadar statistik. Mereka menjadi detak jantung dari kecemasan kolektif.

Empat Penyebab Rapor Merah. Ada empat alasan utama mengapa tekanan ini muncul dalam fase awal pemerintahan:

1. Tahap Awal Implementasi

Banyak program unggulan—seperti Makan Bergizi Gratis, Hilirisasi, Danantara, dan Koperasi Merah Putih—masih dalam tahap uji coba.

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |