Jakarta, CNBC Indonesia - Penindakan hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadi salah satu berita paling populer dan sorotan hangat pembaca CNBC Indonesia sepanjang tahun 2025.
Sepanjang 2025, Kejagung mencatat langkah-langkah nyata dalam penyelamatan uang negara bernilai triliunan rupiah, melalui berbagai upaya hukum yang dijalankan mulai dari penyidikan hingga pengamanan aset. Mulai dari tuntutan hingga pemulihan, langkah ini menunjukkan bahwa nilai ekonomi yang tergerus oleh praktik melawan hukum tidak dibiarkan begitu saja.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan Kejagung tidak hanya menunggu perkara. Institusi juga tidak melakukan aksi sogok menyogok.
"Kami tidak. Kami membuat kasus tapi tidak mengkasuskan orang," kata Burhanuddin saat memberikan sambutan di acara CNBC Indonesia Award 2025, Kamis (11/12/2025).
Berikut penindakan yang dilakukan Kejagung sepanjang 2025:
Kasus Ekspor CPO Seret Wilmar Cs
Kejagung menyerahkan dana kerugian negara hasil korupsi Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Turunannya kepada Kementerian Keuangan, Senin (20/10/2025) lalu. Acara ini disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.
Dari acara itu secara simbolis dipamerkan tumpukan uang tunai sebesar Rp 2,4 triliun, yang memenuhi lobi kantor Kejagung. Serta penyerahan plakat bertuliskan Rp 13,25 triliun dari Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa.
Dari putusan Mahkamah Agung (MA) vonis Korupsi yang ditetapkan pada 3 perusahaan itu yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka. Total ganti rugi uang pengganti dari tiga perusahaan itu mencapai Rp 17.708.848.926.661,40. Hanya saja dari tiga perusahaan itu baru menyetor Rp 13.255.244.538.149.
Burhanuddin menjelaskan alasan adanya selisih sekitar Rp 4,4 triliun itu karena adanya permintaan keringanan dari dua perusahaan yang menjadi tersangka itu.
"Dan hari ini kami akan serahkan Rp 13,255 triliun, karena Rp 4,4 triliunnya diminta Musim Mas dan Permata Hijau, mereka minta penundaan dan kami karena situasi perekonomian. Kami bisa menunda, tapi dengan satu kewajiban," kata Burhanuddin, dalam sambutannya.
Burhanuddin mengatakan satu kewajiban yang harus dipatuhi untuk penundaan pembayaran ini dengan menyerahkan kebun sawit yang dimiliki perusahaan kepada Kejaksaan Agung. Sebagai jaminan. Nantinya dua perusahaan itu akan melakukan pembayaran secara mencicil.
"Bahwa terdapat selisih pembayaran itu adalah Rp 4,4 triliun akan dilakukan pembayaran dengan penundaan dengan cicilan. Tapi kami juga meminta pada mereka tepat waktu. Kami tidak mau ini berkepanjangan sehingga kerugian tidak segera dikembalikan," katanya.
Dari rinciannya dari Rp 13,255 triliun, itu berasal dari Wilmar Group Rp 11,88 triliun, Permata Hijau Group 186 miliar, dan Musim Mas Rp 1,8 triliun.
Sedangkan berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 8431 K/PID.SUS/2025, Nomor 8432 K/PID.SUS/2025, dan Nomor 8433K/PID.SUS/2025 jumlah kerugian negara mencapai Rp 17,708 triliun. Dengan rincian Wilmar Group Rp 11,880 Triliun, Musim Mas Rp 4,89 triliun, Permata Hijau Group Rp 937,5 miliar.
Sebelumnya ada 5 Terdakwa yang telah divonis hukum penjara atas perkara itu. Kejagung juga menetapkan 3 perusahaan yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Dikutip dari keterangan di situs resmi Kejagung, saat itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya menilai Terdakwa Wilmar Group bersama Terdakwa Permata Hijau Group dan Terdakwa Musim Mas Group terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Udang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam Dakwaan Primair.
JPU dalam tuntutannya lalu meminta Majelis Hakim menjatuhkan pidana denda masing-masing terdakwa korporasi sebesar Rp1 miliar. Kepada Terdakwa Wilmar Group, JPU menuntut pidana tambahan berupa pembayaran Uang Pengganti (UP) atas kerugian perekonomian negara sebesar Rp11.880.351.802.619. Lalu kepada Musim Mas Group Rp4,89 triliun, dan Rp937,558 miliar kepada Permata Hijau Group.
Namun dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) PN Jakarta Pusat kala itu (19 Maret 2025) memutuskan, korporasi terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. Tapi tidak menganggap perbuatan itu suatu tindak pidana.
Hingga kemudian, pada 13 April 2025, Kejagung menyatakan, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) M Arif Nuryanta (MAN) diduga menerima suap Rp60 miliar untuk mengatur putusan lepas dalam perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) dengan terdakwa korporasi.
Sementara itu, JPU kemudian mengajukan kasasi atas putusan tersebut. Tercatat di situs resmi Mahkamah Agung, tanggal Diterima Kepaniteraan MA atas kasasi ini adalah Rabu, 30 April 2025, untuk perkara terdakwa PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Musim Mas (d.h. PT Perindustrian dan Perdagangan Musim Semi Mas / PT Musim Semi Mas), dengan
Sedangkan untuk terdakwa PT Nagamas Palmoil Lestari (Permata Hijau Group) tanggal Diterima Kepaniteraan MA adalah pada Jumat, 2 Mei 2025.
Dan, pada 15 September 2025, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait vonis lepas atas perkara korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO/ minyak sawit mentah) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.
Ketua Majelis dalam Putusan MA ini adalah Dengan Ketua Majelis Dwiarso Budi Santiarto.
"Amar Putusan: Kabul JPU=Kabul, Batal JF (batal judex factie, membatalkan putusan: PN atau Pengadilan Tinggi), Adili Sendiri, Terbukti Passal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU TPK," demikian petikan Putusan MA tertanggal 15 September 2025 itu.
Ketiga perusahaan diputus harus membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.926.661,40.
Putusan itu menetapkan para terdakwa membayar denda masing-masing Rp1 miliar. Jika tidak dibayar, maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi denda tersebut.
Apabila harta benda itu tidak mencukupi untuk membayar denda, maka harta Personal Pengendali dapat disita dan dilelang untuk menutupi pidana denda tersebut.
Wilmar diputus membayar uang pengganti senilai Rp11.880.351.801.176,11. Berasal dari keuntungan yang tidak sah Rp1.693.219.880.621, kerugian keuangan negara Rp1.658.195.109.817,11 serta kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp8.528.936.810.738.
Sedangkan PT Musim Mas harus membayar uang pengganti berupa keuntungan yang tidak sah Rp626.630.516.604, kerugian keuangan negara Rp1.107.900.841.612,08, kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp3.156.407.585.578 dengan total sejumlah Rp4.890.938.943.794,08 dikompensasikan dengan uang yang dititipkan oleh para terdakwa kepada RPL Jampidsus sebesar Rp1.188.461.774.662,2 untuk selanjutnya disetorkan ke kas negara.
"Selanjutnya disetorkan kepada Kasa Negara dengan kekurangannya diperhitungkan dengan aset-asetnya yang telah disita dan dilelang. Apabila tidak mencukupi membayar, harta benda personal pengendali dilakukan penyitaan untuk dilelang. Apabila masih belum mencukupi, diganti pidana penjara masing-masing 10 tahun," demikian petikan putusan atas PT Musim Mas.
Sedangkan PT Musim Mas harus membayar uang pengganti berupa keuntungan yang tidak sah Rp626.630.516.604, kerugian keuangan negara Rp1.107.900.841.612,08, kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp3.156.407.585.578 dengan total sejumlah Rp4.890.938.943.794,08 dikompensasikan dengan uang yang dititipkan oleh para terdakwa kepada RPL Jampidsus sebesar Rp1.188.461.774.662,2 untuk selanjutnya disetorkan ke kas negara.
"Selanjutnya disetorkan kepada Kasa Negara dengan kekurangannya diperhitungkan dengan aset-asetnya yang telah disita dan dilelang. Apabila tidak mencukupi membayar, harta benda personal pengendali dilakukan penyitaan untuk dilelang. Apabila masih belum mencukupi, diganti pidana penjara masing-masing 10 tahun," demikian petikan putusan atas PT Musim Mas.
Sementara, terdakwa PT Nagamas Palmoil Lestari yang merupakan bagian dari Permata Hijau Group harus bayar uang pengganti sebesar Rp937.558.181.691,26. Yaitu dari keuntungan yang tidak sah Rp124.418.318.216, kerugian keuangan negara Rp186.430.960.865,26, kerugian sektor usaha dan rumah tangga Rp626.708.902.610. Dengan total sejumlah Rp 937.558.181.691,26.
"Untuk selanjutnya disetorkan kepada kas negara dan kekurangannya diperhitungkan dengan aset-asetnya yang telah disita untuk dilelang. Apabila tidak mencukupi membayar, harta benda personal pengendali dilakukan penyitaan untuk dilelang. Apabila masih belum mencukupi, diganti pidana penjara selama 3 tahun," bunyi putusan atas PT Nagamas Palmoil Lestari.
Kejagung Tertibkan 2 Juta Lahan Ilegal
Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) kembali menguasai lahan ilegal di hutan sebanyak 1.072.782 hektare (ha) pada bulan April - Juni 2025. Lahan itu berasal dari 12 provinsi, 108 kabupaten, dan 315 perusahaan.
Capaian ini menambah total kawasan lahan ilegal di hutan yang sudah ditertibkan.
Sebelumnya, penertiban kawasan hutan tahap pertama, Satgas PKH telah berhasil menguasai lahan 1.019.000 ha, untuk periode Februari - Maret. Lahan itu tersebar di 9 provinsi, 64 kabupaten, dan 369 perusahaan.
"(Sehingga) Total luasan kawasan hutan yang telah ditertibkan melalui kegiatan penugasan kembali adalah 2.092.383 hektare," Ketua Pelaksana Satgas PKH Febrie Adriansyah, di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Rabu (9/7/2025) lalu.
"(Sehingga) Total luasan kawasan hutan yang telah ditertibkan melalui kegiatan penugasan kembali adalah 2.092.383 hektare," Ketua Pelaksana Satgas PKH Febrie Adriansyah, di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Rabu (9/7/2025).
Sritex Pailit, Kasus Dugaan Korupsi Seret 2 Bos Utama
Kejagung menyita sebanyak 72 unit kendaraan roda empat (mobil) dari Gedung Sritex 2 Sawah, Banmati, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Penyitaan dilakukan pada hari Senin (7/7/2025) oleh Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS).
"Kegiatan penyitaan dilakukan dalam rangka penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, PT Bank DKI dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk. (PT Sritex) dan entitas anak usaha," kata Kepala Pusat penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (9/7/2025) lalu.
Dia menjelaskan, kegiatan penyitaan tersebut dilakukan karena merupakan benda atau surat yang digunakan sebagai alat untuk melakukan tindak pidana, benda atau surat yang merupakan hasil dari tindak pidana, benda atau surat yang secara langsung berkaitan dengan tindak pidana, serta benda atau surat yang berada dalam penguasaan tersangka atau pihak lain, sepanjang relevan dengan perkara.
Dari 72 unit kendaraan yang disita, sebanyak 10 di antaranya sudah dititipkan/ disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Jakarta Barat dan Tangerang yang berada di Jl. Tmp. Taruna Nomor 41, Buaran Indah, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten.
"Guna diamankan, dipelihara dan dikelola. dengan ketentuan sewaktu-waktu jika di perlukan untuk kepentingan penyidikan atau penuntutan atau eksekusi agar yang bersangkutan wajib menyerahkan kembali barang titipan tersebut kepada Penyidik pada Direktorat Penyidikan JAM PIDSUS," jelasnya.
"Sedangkan 62 kendaraan lain untuk sementara masih dititipkan di Gedung Sritex 2, Sukoharjo, yang dijaga oleh 10 anggota TNI dan Pegawai pada Kejaksaan Negeri Sukoharjo selagi proses pencarian tempat yang aman dan memadai," terang Harli.
Selain menyita puluhan kendaraan, Tim Penyidik Kejagung juga telah melaksanakan penyitaan dan pemasangan plang sita terhadap sejumlah aset milik Tersangka ISL.
Penyitaan ini dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk., PT Bank DKI, dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) beserta entitas anak usaha
Seperti dilansir siaran pers Pusat Penerangan Hukum Kejagung, penyitaan dilakukan pada Rabu 10 September 2025 yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU):
Penyitaan aset tersebut didasarkan pada:
1. Penetapan Izin Penyitaan dari Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor: 203/PenPid.B-SITA/2025/PN Skh tanggal 8 Agustus 2025.
2. Surat Perintah Penyitaan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: 261/F.2/Fd.2/08/2025 tanggal 14 Agustus 2025.
Adapun aset yang dilakukan penyitaan yakni:
* 57 bidang tanah hak milik atas nama Iwan Setiawan alias Iwan Setiawan Lukminto di Kelurahan Banmati, Combongan, Jetis, Kedungwinong, Mandan, dan Tanjung, Kabupaten Sukoharjo.
* 94 bidang tanah atas nama Megawati (istri Iwan Setiawan alias Iwan Setiawan Lukminto) di Kelurahan Gupit, Jangglengan, Pengkol, dan Plesan, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo.
* Satu bidang tanah Hak Guna Bangunan atas nama PT Sukoharjo Multi Indah Textile Mill di Kelurahan Mojorejo, Kabupaten Sukoharjo.
Penyitaan dan pemasangan plang sita juga akan dilakukan secara bertahap terhadap aset milik tersangka di beberapa wilayah dengan perincian:
* Kabupaten Sukoharjo: 152 bidang tanah, total luas 471.758 m²
* Kota Surakarta: Satu bidang tanah, luas 389 m²
* Kabupaten Karanganyar: Lima bidang tanah, luas 19.496 m²
* Kabupaten Wonogiri: Enam bidang tanah, luas 8.627 m²
"Total keseluruhan aset yang disita mencapai 500.270 meter persegi atau setara dengan 50,02 hektare. Nilai estimasi aset yang disita di empat lokasi tersebut diperkirakan sekitar Rp510 miliar," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Anang Supriatna.
Sementara itu, Tim Jaksa Penyidik JAM PIDSUS Kejagung juga tengah memeriksa 8 orang saksi, terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, PT Bank DKI dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usaha.
8 orang saksi tersebut adalah:
1. AS selaku Manager Health Safety Environment PT RUM.
2. SH selaku Manager General Affairs PT RUM.
3. SPR selaku Direktur Utama Bank Jateng tahun 2018 s.d. 2021.
4. HW selaku Perwakilan PT Sritex Jakarta.
5. WS selaku Corporate Secretary PT Sritex (Saat ini menjabat Direktur Keuangan PT Sritex).
6. RY selaku Perwakilan PT Sritex Jakarta.
7. SN selaku Tim Teknis Jasindo.
8. OS selaku Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank Jateng tahun 2018.
"Adapun delapan orang saksi tersebut diperiksa terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, PT Bank DKI dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usaha atas nama Tersangka ISL dkk," kata Harli.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," pungkasnya.
Penyitaan Aset di Kasus Doni Salmanan
Kejagung melalui Badan Pemulihan Aset Kejaksaan Agung telah melelang belasan kendaraan mewah terpidana kasus penipuan robot trading dan TPPU Doni Salmanan. Batas akhir masa lelang tersebut jatuh pada 21 Oktober 2025.
"Waktu penawaran sejak tayang pada aplikasi lelang sampai batas akhir penawaran Selasa, 21 Oktober 2025," kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna kepada wartawan dikutip Selasa (21/10).
Kendaraan mewah yang dilelang antara lain mobil merek Lamborghini, Porsche, BMW, dan motor Ducati. Lelang ini dilakukan secara daring melalui laman resmi Ditjen Kekayaan Negara. Nantinya, dana hasil lelang akan digunakan untuk pengembalian kerugian negara.
Pemenang lelang harus segera melunasi kewajiban membayar lelangnya setelah 5 hari kerja. Peserta lelang diminta untuk membaca seluruh ketentuan yang tersedia di situs resmi BPA Kejagung atau KPKNL Bandung untuk menghindari kesalahan teknis atau administratif.
Pemenang lelang harus segera melunasi kewajiban membayar lelangnya setelah 5 hari kerja. Peserta lelang diminta untuk membaca seluruh ketentuan yang tersedia di situs resmi BPA Kejagung atau KPKNL Bandung untuk menghindari kesalahan teknis atau administratif.
Penyitaan Aset di Kasus Riza Chalid
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI melakukan penggeledahan beberapa aset yang diduga milik Mohammad Riza Chalid (MRC), tersangka kasus korupsi minyak mentah. Kejagung menyita setidaknya lima mobil, sejumlah uang, hingga beberapa dokumen.
Pada 10 Juli 2025 lalu, Riza Chalid telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi dugaan tindak pidana korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Anang Supriatna mengatakan pihaknya melakukan penggeledahan dan menyita aset yang diduga terafiliasi dengan Riza Chalid.
"Benar penyidik sudah melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap beberapa aset diduga milik MRC yang ada di pihak terafiliasi," kata Anang kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/8/2025).
Adapun, jenis aset yang disita berupa 1 mobil Alphard, 1 mobil Mini Cooper, dan 3 mobil Sedan Mercedes Benz (Mercy). Selain itu, pihaknya juga menyita barang berupa mata uang asing hingga beberapa dokumen.
Sebelumya, Kejagung menyebut bakal menetapkan tersangka kasus korupsi minyak, Mohammad Riza Chalid (MRC), sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) dan bahkan akan diajukan untuk dikenakan Red Notice.
Hal ini akan dilakukan karena MRC sudah tiga kali dipanggil Kejagung, namun hingga panggilan ketiga, Riza Chalid tak kunjung datang.
Anang menyebutkan, Kejagung akan mengambil langkah tegas dengan menetapkan MRC dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), jika MRC belum juga memenuhi panggilan.
Bahkan, pihaknya akan mengajukan permohonan Red Notice kepada organisasi kepolisian internasional (International Criminal Police Organization/Interpol) untuk bisa menemukan MRC.
Asal tahu saja, permohonan Red Notice itu sendiri bertujuan agar mencari, menemukan, dan menangkap seseorang yang menjadi buronan, agar dapat dikembalikan ke negara yang memintanya. Dalam hal ini, MRC sempat dikabarkan berada di luar negeri.
"Kita akan ambil langkah 2x hukum di antaranya penetapan DPO dan memohon Red Notice," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Senin (4/8/2025).
Kejagung sendiri sudah melontarkan panggilan ketiga terhadap MRC. Namun, MRC yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 10 Juli 2025 tersebut belum juga menunjukkan batang hidungnya.
"Saat ini yang bersangkutan (MRC) sudah dipanggil ketiga hari ini sebagai tersangka. Sampai siang ini belum ada konfirmasi kehadirannya," katanya.
Sebelumnya, MRC yang sempat dikabarkan berada di Singapura, yang nyatanya MRC tidak berada di Negeri Singa Putih tersebut. Hal itu seperti yang diungkapkan dalam pernyataan resmi Pemerintah Singapura. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Singapura melalui situs resminya pada 16 Juli 2025 mengatakan:
"Catatan imigrasi kami menunjukkan bahwa Muhammad Riza Chalid tidak berada di Singapura dan sudah lama tidak memasuki wilayah Singapura."
"Jika diminta secara resmi, Singapura akan memberikan bantuan yang diperlukan kepada Indonesia, sesuai dengan hukum dan kewajiban internasional kami."
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar sempat menjelaskan peran Riza Chalid dalam kasus ini.
Dia menjelaskan, Riza Chalid melakukan perbuatan secara bersama-sama dengan Tersangka HB, Tersangka AN dan Tersangka GRJ secara melawan hukum untuk menyepakati kerja sama penyewaan Terminal BBM Tangki Merak (dengan melakukan intervensi kebijakan Tata Kelola PT Pertamina berupa memasukkan rencana kerjasama penyewaan Terminal BBM Merak, yang pada saat itu PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan Stok BBM, menghilangkan skema kepemilikan aset Terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama, serta menetapkan harga kontrak yang tinggi).
Lahan Sitaan Kejagung Siap Dibangun 3 Juta Rumah
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) buka suara soal lahan bekas koruptor yang akan digunakan untuk pembangunan perumahan guna mendukung program pembangunan 3 juta rumah.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian PKP Heri Jerman mengatakan saat ini lahan bekas koruptor tersebut masih dalam proses meski statusnya sudah tidak ada masalah dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Terkait lahan/tanah itu, masih berproses ya. Kita dapat banyak dari Kejagung, tanah yang sudah inkrah atau sudah diputus. Karena sudah inkrah, artinya sudah tidak ada permasalahan dengan Kejagung. Itu yang diserahkan Jaksa Agung ke Pak Menteri PKP untuk dimanfaatkan pembangunan rumah subsidi," kata Heri saat ditemui wartawan di Gedung Kejagung, Selasa (23/9/2025).
Heri menambahkan, untuk tanah atau lahan yang berasal dari sitaan hasil korupsi tidak mudah diserahkan langsung ke negara, karena ada perhitungan dan hal lain yang menjadi pertimbangan.
"Tidak gampang dari tanah sitaan diserahkan kepada negara, kemudian dimanfaatkan. Tapi itu intinya sudah ada tiga yang kita pandang cukup signifikan, ya. Dari lokasinya, dari luas tanahnya," lanjut Heri.
Adapun menurutnya, tiga lokasi tersebut yakni dua berada di Kabupaten Tangerang, tepatnya di Kecamatan Maja dan Cikupa, serta satu di Kabupaten Bogor, tepatnya di Kecamatan Rumpin.
Sebelumnya pada November 2024 lalu, Menteri PKP Maruarar Sirait atau yang kerap disapa Ara mengungkapkan sudah mendapatkan sejumlah tanah untuk membangun program 3 juta rumah setiap tahun yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto.
Tanah yang akan dimanfaatkan itu mulai dari milik para konglomerat, koruptor, hingga para obligor BLBI.
Tanah-tanah untuk program 3 juta unit rumah per tahun Prabowo itu pun juga disumbang oleh beberapa tanah yang dikuasai sejumlah kementerian atau lembaga, di mana salah satunya yakni Kejagung.
"Jadi setuju enggak tanah koruptor itu untuk rakyat Indonesia, terutama rakyat kecil. Setuju enggak aset BLBI yang di KPK dan ditempat lain itu juga diberikan untuk rakyat Indonesia," kata Ara saat itu.
Ara mengatakan, saat ini untuk tanah yang berasal dari koruptor terdapat 1.000 hektare (ha) di Banten yang diberikan oleh Kejaksaan Agung ke Kementerian PKP.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]

3 hours ago
1

















































