Ketahanan Energi, Swasembada Energi, dan Target Indonesia Emas 2045

9 hours ago 2

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Perdebatan antara ketahanan energi dan swasembada energi menjadi semakin relevan dalam konteks Indonesia yang menargetkan Indonesia Emas 2045. Secara konseptual, swasembada energi mengacu pada kemampuan suatu negara untuk sepenuhnya memenuhi kebutuhan energinya tanpa ketergantungan impor. Sementara itu, ketahanan energi lebih berfokus pada jaminan ketersediaan energi yang stabil, terjangkau, dan berkelanjutan, termasuk melalui impor jika diperlukan.

Dari perspektif kebijakan, pendekatan yang hanya berfokus pada swasembada energi dapat menghadapi kendala besar, baik dalam hal infrastruktur, investasi, maupun volatilitas pasar global. Oleh karena itu, tulisan ini berargumen bahwa ketahanan energi harus menjadi prioritas utama dalam strategi energi nasional Indonesia.

Swasembada Energi: Ambisi atau Realita?
Indonesia sering disebut sebagai negara yang kaya sumber daya energi. Namun, data empiris menunjukkan tantangan besar dalam mencapai swasembada energi:

a. Minyak dan Gas: Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa produksi minyak Indonesia telah turun dari 1,6 juta barel per hari (bph) pada 1995 menjadi hanya sekitar 575 ribu bph pada 2024, sedangkan konsumsi mencapai 1,6 juta bph. Hal ini menyebabkan ketergantungan impor lebih dari 60%.

b. Gas Alam: Cadangan gas Indonesia mencapai 100 triliun kaki kubik (TCF). Namun eksplorasi wilayah laut dalam masih terkendala biaya tinggi dan teknologi.

c. Batu Bara: Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar, tetapi konsumsi domestik meningkat, dan kebijakan hilirisasi masih menghadapi hambatan implementasi.

d. Energi Terbarukan: Meskipun potensi energi terbarukan sangat besar (lebih dari 400 GW dari surya, angin, dan hidro), realisasi kapasitas terpasang masih di bawah 12%. Dari data ini, jelas bahwa swasembada energi tanpa strategi ketahanan yang kuat akan menghadapi kendala besar, baik dari sisi pasokan, teknologi, maupun investasi.

Ketahanan Energi: Pilihan Realistis dan Berkelanjutan
Pendekatan ketahanan energi memungkinkan Indonesia untuk tetap mengandalkan sumber energi domestik tetapi dengan fleksibilitas yang lebih tinggi melalui diversifikasi energi dan kerja sama internasional. Pendekatan ini telah diterapkan oleh berbagai negara dengan hasil yang baik:

a. Jepang: Tidak memiliki sumber daya energi yang signifikan, tetapi memiliki ketahanan energi yang kuat melalui diversifikasi sumber energi, investasi dalam energi nuklir, dan cadangan strategis.

b. Jerman: Berhasil mengurangi ketergantungan pada batu bara dan nuklir melalui kebijakan Energiewende, yang mendorong energi terbarukan dan efisiensi energi.

c. China: Mengombinasikan energi domestik dengan strategi impor yang cermat, serta investasi besar dalam teknologi energi baru.

Indonesia dapat mengambil pelajaran dari negara-negara ini untuk memperkuat ketahanan energi dengan strategi berikut:

a. Diversifikasi Energi
Bergantung pada minyak dan gas tidak berkelanjutan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, kebijakan energi harus mengutamakan bauran energi yang lebih luas, termasuk meningkatkan kontribusi energi terbarukan dan eksplorasi cadangan baru yang lebih efisien.

b. Transisi ke Energi Bersih
Swasembada energi berbasis bahan bakar fosil adalah strategi yang mahal dan tidak efisien. Ketahanan energi memungkinkan transisi yang lebih cepat ke energi bersih, dengan investasi dalam teknologi penyimpanan energi dan infrastruktur smart grid.

c. Meningkatkan Efisiensi dan Aksesibilitas
Efisiensi energi menjadi kunci dalam mengurangi kebutuhan impor. Data dari International Energy Agency (IEA) menunjukkan bahwa negara dengan efisiensi energi tinggi dapat menghemat lebih dari 20% konsumsi energi nasional. Indonesia perlu mengadopsi kebijakan efisiensi yang lebih ketat di sektor industri dan transportasi.

d. Pembangunan Infrastruktur Energi yang Berkelanjutan
Ketersediaan sumber daya energi tidak otomatis berarti ketahanan energi. Investasi dalam infrastruktur, seperti jaringan listrik modern, smart grid, dan teknologi penyimpanan energi, harus menjadi prioritas utama.

e. Cadangan Strategis dan Kerja Sama Global
Cadangan minyak strategis (Strategic Petroleum Reserve/SPR) perlu ditingkatkan untuk menjamin stabilitas pasokan. Saat ini, Indonesia hanya memiliki cadangan sekitar 20 hari konsumsi, jauh di bawah standar negara maju seperti AS (60 hari) dan Jepang (90 hari).

Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Meskipun swasembada energi adalah tujuan yang ideal, ketahanan energi adalah Langkah yang lebih realistis dan berkelanjutan. Untuk mencapai ketahanan energi yang kuat, Indonesia harus:

1. Meningkatkan bauran energi terbarukan hingga 35% pada 2045 untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

2. Membangun cadangan energi strategis (SPR) minimal 60 hari konsumsi guna mengantisipasi volatilitas pasar energi global.

3. Mengoptimalkan efisiensi energi di sektor industri dan transportasi untuk mengurangi ketergantungan pada energi impor.

4. Memperkuat kerja sama energi internasional guna menjaga stabilitas pasokan dan harga energi.

5. Mempercepat investasi infrastruktur energi seperti jaringan listrik pintar dan teknologi penyimpanan energi.

Dengan strategi ini, Indonesia dapat memastikan pasokan energinya tetap aman, stabil, dan terjangkau, tanpa harus memaksakan swasembada energi yang sulit diwujudkan dalam jangka pendek. Transformasi mindset dari ketahanan energi menuju swasembada energi yang lebih terukur harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan energi nasional.

Strategi ini tidak hanya lebih realistis, tetapi juga lebih berkelanjutan dan tangguh dalam menghadapi tantangan global di era transisi energi saat ini.


(miq/miq)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |