Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan memberikan penjelasan terkait ramainya pemberitaan mengenai kawasan industri Morowali, termasuk isu pembangunan bandara di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Luhut menegaskan izin pembangunan lapangan terbang di kawasan IMIP diberikan dalam rapat resmi bersama sejumlah instansi terkait. Ditambah lagi, hal ini juga merupakan fasilitas umum yang lazim diberikan kepada investor besar di banyak negara.
"Mengenai izin pembangunan lapangan terbang, keputusan itu diambil dalam rapat yang saya pimpin bersama sejumlah instansi terkait. Itu diberikan sebagai fasilitas bagi investor, sebagaimana lazim dilakukan di negara-negara seperti Vietnam dan Thailand," ujar Luhut dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (2/12/2025).
Ia menilai investor yang menanamkan modal hingga US$ 20 miliar wajar mengajukan fasilitas tertentu selama tetap sesuai dengan ketentuan nasional. Selain itu, bandara khusus diberikan hanya untuk melayani penerbangan domestik dan memang tidak memerlukan bea cukai atau imigrasi sesuai aturan perundang-undangan.
"Tidak pernah kami pada saat itu mengizinkan bandara di Morowali atau Weda Bay menjadi bandara internasional," katanya.
Selama menjabat sebagai Menko Maritim dan Hilirisasi, Luhut juga memastikan tidak ada konflik kepentingan. Ia mengaku tidak pernah terlibat dalam bisnis apapun demi menjaga integritas dan memastikan kepentingan bangsa menjadi prioritas.
Oleh sebab itu, apabila ada pihak yang menuduh keputusan ini dibuat sepihak oleh Presiden Joko Widodo, ia menegaskan bahwa koordinasi penuh dijalankan oleh dirinya.
"Saya persilakan siapa pun datang kepada saya dengan membawa data jika ingin mempertanyakan keputusan tersebut. Kita tidak berpihak kepada Tiongkok atau Amerika, kita berpihak kepada Indonesia. Faktanya, saat itu Tiongkok adalah satu-satunya negara yang siap masuk," ungkap Luhut.
Izin Penerbangan Internasional Bandara IMIP Morowali Dicabut
Kementerian Perhubungan resmi mencabut izin layanan penerbangan langsung internasional di Bandara Khusus Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah. Kebijakan tersebut ditetapkan lewat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2025 yang ditandatangani Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi pada 13 Oktober 2025.
Aturan baru ini sekaligus membatalkan ketentuan sebelumnya, yakni Kepmenhub Nomor KM 38 Tahun 2025. Pada beleid lama, terdapat tiga bandara khusus yang diberi kewenangan melayani penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri dalam kondisi tertentu, yaitu Bandara Khusus Sultan Syarief Haroen Setia Negara (Riau), Bandara Khusus Weda Bay (Maluku Utara), dan Bandara Khusus IMIP (Sulawesi Tengah).
Namun melalui KM 55 Tahun 2025, Kemenhub hanya mempertahankan status tersebut untuk satu bandara saja, yakni Bandara Khusus Sultan Syarief Haroen Setia Negara di Pelalawan, Riau. Dua bandara lainnya yaitu IMIP dan Weda Bay tidak lagi mempunyai izin penerbangan internasional langsung.
"Menetapkan Bandar Udara Khusus Sultan Syarief Haroen Setia Negara, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau sebagai bandar udara yang dapat melayani penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri dalam keadaan tertentu dan bersifat sementara," demikian bunyi Diktum Pertama dalam KM 55 2025.
Di bagian berikutnya, pemerintah menegaskan bahwa layanan penerbangan langsung di bandara khusus tersebut hanya dapat dilakukan untuk angkutan udara niaga tidak berjadwal atau non-niaga yang berkaitan dengan medical evacuation, penanganan bencana, serta pengangkutan penumpang dan kargo guna menunjang kegiatan usaha utama bandara.
Ketentuan itu juga diperkuat lewat Diktum Ketiga yang menyebutkan bahwa penerbangan langsung hanya boleh dilakukan jika seluruh persyaratan keselamatan, keamanan, hingga pelayanan terpenuhi, serta telah berkoordinasi dengan instansi kepabeanan, keimigrasian, dan kekarantinaan terkait kesiapan personel serta fasilitas.
Adapun izin penerbangan langsung di bandara khusus tersebut memiliki batas waktu. "Penetapan penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri yang dilaksanakan pada bandar udara khusus sebagaimana dimaksud pada Diktum PERTAMA, berlaku sampai tanggal 8 Agustus 2026," tulis Diktum Keempat.
Setelah masa berlakunya habis, operator bandara wajib mengajukan perubahan status jika masih membutuhkan layanan penerbangan internasional.
"Dalam hal bandar udara khusus sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA masih membutuhkan penerbangan langsung dari dan/atau ke luar negeri setelah berakhirnya masa berlaku sebagaimana dimaksud pada Diktum KEEMPAT, penyelenggara bandar udara khusus harus melakukan pengajuan perubahan status bandar udara khusus menjadi bandar udara umum kepada Menteri Perhubungan," tegas Diktum Kelima.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]

59 minutes ago
1
















































