Rupiah Terombang-ambing di 2025, Dolar Sempat Dijual Rp17.000

2 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terombang-ambing sepanjang 2025 di tengah kemelut ekonomi dunia. Ketidakpastian ekonomi global yang tinggi ditambah perubahan kondisi dagang memaksa dolar Amerika Serikat diperdagangkan sempat di atas Rp17.000.

Saat itu, Indonesia sedang libur panjang di tengah gegap gempita Lebaran, namun dalam senyap rupiah babak belur di hadapan greenback.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pun terperosok ke level Rp17.000an/US$ di non-deliverable forward (NDF). Melansir Refinitiv pada Minggu (6/4/2025) pukul 08:10 WIB, nilai tukar rupiah mencapai Rp17.059/US$.

Lebih parah pada keesokan harinya, Senin (7/4/2025) pukul 10:43 WIB, nilai tukar mata uang Garuda telah mencapai Rp17.261/US$ atau merupakan posisi terendah sepanjang sejarah.

Nilai tukar rupiah di pasar NDF jauh lebih lemah dibandingkan pada penutupan perdagangan reguler terakhir sebelum libur Lebaran di Rp16.555/US$ pada Kamis (27/3/2025). Artinya rupiah tampak berpotensi melemah sangat signifikan saat perdagangan spot dibuka usai libur Lebaran.

Untuk diketahui, NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Betul saja, usai libur lebaran pada Selasa (8/4/2025), kurs rupiah terhadap dolar AS dibuka pada level Rp16.850/US$ atau ambruk 1,78% dan kemudian ditutup di Rp16.860/US$ atau merosot 1,84%.

Depresiasi rupiah pun berlanjut, pada Rabu (9/4/2025) dibuka pada posisi Rp16.900/US$ atau melemah 0,24%. Bahkan saat intraday mencapai Rp16.970/US$. Pada akhirnya hari itu dolar seharga Rp16.795/US$ dan level ini menjadi yang tertinggi hingga Senin (22/12/2025).

Setelah rentetan pelemahan tersebut, rupiah berangsur pulih dan memasuki fase bullishnya sesaat. Setidaknya dalam kurun waktu sebulan, dolar berhasil turun ke level Rp16.170/US$ pada pembukaan perdagangan 26 Mei 2025 atau menguat 4,71% dari harga tertingginya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan tingginya ketidakpastian ekonomi Indonesia pada tahun ini, hingga membuat proyeksi kurs sepanjang 2025 yang telah digariskan BI melenceng jauh dari kenyataannya.

Proyeksi rata-rata nilai tukar rupiah dalam Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) 2025 ialah sebesar Rp 15.285/US$. Sedangkan realisasinya kata Perry sempat menyentuh ke level Rp 17.000/US$.

Sebagaimana diketahui, pada 7 April 2025 kurs rupiah sempat diperdagangkan di level Rp 17.261 dan menjadi posisi terendah. Kondisi itu terjadi di tengah keputusan Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif resiprokal perdagangan yang tinggi kepada mitra dagang utamanya.

"Pada waktu itu kita pandang rerata nilai tukar tahun 2025 itu cukup realistis pada reratanya Rp15.285," kata Perry saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (12/11/2025).

"Pada waktu itu tapi kita juga tidak tahu 2 April ada kebijakan tarif yang sangat tinggi. Sehingga kemudian rupiah bahkan di offshore sudah Rp 17.000. Sehingga kami harus melakukan intervensi yang dalam jumlah yang besar," tegasnya.

Tertekannya kurs rupiah pada 2025 ini kata Perry membuat Bank Indonesia harus menguras cadangan devisa untuk menjalankan kebijakan intervensi stabilisasi rupiah.

Cadangan devisa Indonesia dari yang posisi per Maret 2025 senilai US$ 157 miliar merosot hingga ke level US$ 149 miliar per akhir September 2025, meskipun pada Oktober 2025 kembali naik menjadi US$ 149,9 miliar. Pada November 2025, cadangan devisa telah kembali ke kisaran US$ 150,1 miliar. Ini menandai membaiknya stabilitas nilai tukar rupiah.

Apa yang Menyebabkan Rupiah Ambruk?

Setidaknya ada tiga penyebab rupiah begitu lemah saat itu dan mencapai posisi tertinggi sepanjang masa atau lebih parah dari krisis 1998.

1. Tarif Trump Bikin Khawatir Pasar

Kebijakan tarif perdagangan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang terdampak cukup besar yakni 32%.

Secara umum, AS akan memberlakukan tarif bea impor dengan tarif dasar 10% pada semua impor ke AS dan bea masuk yang lebih tinggi pada puluhan negara lain.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah posisi Indonesia yang merupakan penyumbang defisit perdagangan AS yang terkena dianggap telah mengenakan tarif sebesar 64% dan dikenai balasan oleh AS sebesar 32% atau setengahnya.

Ketidakpastian global dan ketidakjelasan dampak perang dagang diperkirakan akan membuat investor asing kabur dari pasar keuangan Indonesia dan membuat mata uang Garuda jatuh saat pasar dibuka kembali pada Selasa, 8 April 2025.

2. Suplai Dolar AS Berpotensi Menurun

Berdasarkan perhitungan Bahana Sekuritas, penetapan tarif antara AS dan mitra dagangnya dapat mengurangi surplus perdagangan bulanan Indonesia menjadi US$700-900 juta dari sekitar US$3 miliar saat ini.

Akibatnya, hal ini dapat memperluas defisit transaksi berjalan pada 2025 diproyeksikan menjadi 0,9% dari Produk Domestik Bruto/PDB (ada di bias atas kisaran target BI sebesar 0,5-1,3%).

Surplus yang menyempit juga akan berdampak kepada pasokan dolar AS di Tanah Air dan berujung pada tertekannya mata uang Garuda.

3. Potensi Resesi AS Berdampak ke Tanah Air

Ekonomi global berisiko jatuh ke dalam resesi akibat kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Peringatan ini disampaikan oleh JPMorgan dalam laporan mereka yang dirilis pada Kamis (3/4/2025).

JPMorgan menyampaikan bahwa risiko resesi global akan naik, dari perkiraan awal 40% menjadi 60% sebelum akhir tahun ini.

Sementara itu, S&P Global juga menaikkan kemungkinan "subjektif" resesi di AS menjadi antara 30% hingga 35%, dari 25% pada Maret lalu.

Beberapa lembaga riset lainnya termasuk Barclays, BofA Global Research, Deutsche Bank, RBC Capital Markets, dan UBS Global Wealth Management juga memperingatkan bahwa ekonomi AS menghadapi risiko resesi yang lebih tinggi tahun ini jika tarif baru yang diberlakukan oleh Trump tetap berlaku.

Barclays dan UBS memperingatkan bahwa ekonomi Amerika Serikat berisiko memasuki fase kontraksi, sementara analis lainnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi secara umum hanya akan berada di kisaran 0,1% hingga 1%.

Cobaan Datang di Akhir Tahun

Rupiah sempat stabil di pertengahan tahun sebelum perlahan terus melemah sejak akhir kuartal dua hingga saat ini.

Bahkan pada 22 Desember 2025, posisi dolar melampaui level pada April lalu dengan penutupan di Rp16.765/US$. Sementara pada perdagangan terakhir, Rabu (24/12/2025) rupiah berada di US$16.750/US$, menguat tipis 0.09% dari posisi hari sebelumnya.

Pelemahan rupiah seiring dengan tren penguatan dolar Amerika Serikat (AS) di pasar global.

Indeks dolar AS (DXY) tercatat bertahan di kisaran 97,95 pada perdagangan Rabu (24/12/2025). Meski aktivitas pasar global diperkirakan cenderung sepi seiring libur Natal, pelaku pasar tetap mencermati sejumlah data ekonomi penting.

Fokus pasar kini tertuju pada rilis data awal Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat kuartal III yang dijadwalkan pada Kamis mendatang.

Data tersebut dinilai krusial untuk memberikan gambaran ketahanan ekonomi AS sekaligus menjadi acuan dalam mengukur waktu dan arah kebijakan suku bunga Federal Reserve ke depan.

Saat ini, investor memperkirakan The Fed berpotensi memangkas suku bunga sebanyak dua kali, masing-masing 25 basis poin, pada tahun depan, seiring data inflasi AS terbaru yang tercatat lebih rendah dari perkiraan pasar dan membuka ruang pelonggaran kebijakan moneter secara bertahap.

Di tengah sentimen global tersebut, menguatnya dolar AS yang mencerminkan meningkatnya permintaan terhadap aset berdenominasi dolar mengindikasikan potensi kembalinya arus modal ke AS.

BI Tegaskan Rupiah Tetap Stabil

Bank Indonesia (BI) menegaskan kondisi rupiah stabil jelang tutup tahun, meskipun gejolak menghampiri mata uang Garuda.

Perry pun mengungkapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga Desember 2025 masih tercatat stabil atau masih terkendali.

"Rupiah per 16 Desember 2025 berada di level Rp 16.685/US$, relatif stabil dibanding akhir November," kata Perry saat konferensi pers hasil rapat dewan gubernur, Jakarta, dikutip Kamis (25/12/2025).

Perry mengatakan BI senantiasa menjaga stabilitas nilai tukar melalui sejumlah skema termasuk intervensi di NDF offshore dan domestik. Intervensi juga dilakukan di pasar spot serta pembelian SBN di pasar sekunder.

Lebih lanjut dirinya juga merinci sejumlah perkembangan yang ikut menjaga nilai tukar rupiah tetap terkendali, termasuk karena adanya tambahan pasokan valas dari korporasi imbas kebijakan penguatan devisa hasil ekspor alam (DHE SDA).

"BI menjaga stabilitas rupiah melalui intervensi di NDF, DNDF, spot dan beli SBN," tegas Perry.

Disclaimer:

Big Stories merupakan kumpulan berita lama dari CNBC Indonesia yang telah dipublikasikan sebelumnya dan disajikan kembali karena menjadi berita terpopuler dan paling banyak diminati sepanjang tahun 2025. Informasi yang dimuat tidak selalu mencerminkan kondisi atau perkembangan terbaru. Pembaca disarankan untuk meninjau tanggal publikasi dan mencari referensi tambahan untuk mendapatkan informasi terkini.

(ras/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |