Skandal Korupsi Gerogoti Militer China, Pendapatan Industri Anjlok 10%

1 hour ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Pendapatan perusahaan militer besar di China anjlok sekitar 10% pada 2024, dipicu kampanye pemberantasan korupsi yang memperlambat kontrak dan pengadaan senjata. Temuan ini disampaikan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) dalam laporan terbarunya.

"Sejumlah tuduhan korupsi dalam pengadaan senjata China menyebabkan kontrak-kontrak besar ditunda atau dibatalkan pada 2024," ujar Nan Tian, Direktur Program Pengeluaran Militer dan Produksi Senjata SIPRI, seperti dikutip Reuters, Senin (1/12/2025).

"Situasi ini memperdalam ketidakpastian soal modernisasi militer China dan kapan kemampuan barunya dapat terealisasi," tambahnya.

Sementara industri pertahanan global menikmati lonjakan, perusahaan senjata China justru terseok. Pendapatan 100 perusahaan senjata terbesar dunia naik 5,9% menjadi rekor US$ 679 miliar (sekitar Rp11,2 kuadriliun), didorong perang di Ukraina, Gaza, serta meningkatnya ketegangan geopolitik. Jepang mencatat kenaikan pendapatan hingga 40%, Jerman 36%, dan Amerika Serikat 3,8%.

Sebaliknya, sejumlah produsen utama di China mencatat penurunan signifikan. Tiga perusahaan raksasa pertahanan milik negara, AVIC, Norinco, dan CASC, mengalami kontraksi pendapatan, dengan Norinco paling terpukul hingga turun 31% menjadi US$ 14 miliar (sekitar Rp233 triliun). Penurunan tersebut terkait penyelidikan korupsi yang menyebabkan perombakan manajemen dan penundaan proyek.

Kampanye antikorupsi yang diperintahkan Presiden Xi Jinping sejak 2012 semakin menyasar tubuh militer dalam dua tahun terakhir. Delapan jenderal senior didepak pada 2023, termasuk Wakil Ketua Komisi Militer Pusat, He Weidong. Para diplomat regional menilai langkah ini menimbulkan kebingungan dalam rantai komando serta memperlambat proses modernisasi Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).

Padahal, anggaran pertahanan China terus meningkat selama tiga dekade untuk mendukung ambisi militernya, mulai dari pengembangan kapal induk baru, rudal hipersonik, hingga drone canggih. Namun, peneliti SIPRI Xiao Liang memperingatkan bahwa linimasa program strategis, termasuk sistem rudal Pasukan Roket PLA, bisa terganggu.

"Dalam jangka menengah dan panjang, investasi pertahanan dan komitmen politik China terhadap modernisasi kemungkinan tetap berlanjut," kata Liang. "Tetapi prosesnya akan dibayangi penundaan program, biaya yang lebih tinggi, dan kontrol pengadaan yang lebih ketat."

Dengan penurunan pendapatan ini, Asia-Oseania menjadi satu-satunya kawasan yang mencatat kontraksi industri pertahanan pada 2024, situasi ini tidak pernah terjadi sejak era modernisasi besar-besaran militer China dimulai.

(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |