Sudah Dibantu Amerika dan Israel, Harga Batu Bara Tetap Mati Suri

8 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara melemah di tengah banyaknya kabar baik.

Merujuk data Refinitiv, harga batu bara ditutup di posisi US$ 106,05 per ton pada perdagangan Kamis (18/12/2025) atau melemah 0,05%.
Pelemahan ini membuat harga batu bara masih aden di level US$ 106 dalam enam perdagangan terakhir.

Batu bara nyaris tidak bergerak meskipun ada kabar baik yang seharusnya mendongrak harga.

Sentimen harga batu bara global sebenarnya kembali menghangat menjelang akhir tahun, ditopang faktor geopolitik, musim dingin, serta sinyal kebijakan energi di Amerika Serikat (AS) dan China. Namun, di balik penguatan jangka pendek tersebut, pasar masih dihadapkan pada tekanan fundamental jangka panjang.

Dari sisi geopolitik, Afrika Selatan meningkatkan ekspor batu bara ke Israel, mengisi kekosongan pasokan setelah Kolombia membatasi pengiriman.

Menurut data otoritas bea cukai Afrika Selatan, ekspor batu bara Afrika Selatan ke Israel melonjak 87% dalam tiga bulan hingga November secara tahunan.

Lonjakan ekspor ini bahkan diperkirakan menjadi yang tertinggi sejak 2017. Lonjakan ekspor sekaligus memberi dukungan tambahan pada arus perdagangan batu bara global.

Di Amerika Serikat, sentimen positif muncul menjelang musim dingin 2025-2026. Pemerintah AS kembali menegaskan peran batu bara sebagai sumber listrik beban dasar untuk menjaga keandalan jaringan, di tengah risiko cuaca ekstrem dan kenaikan harga gas alam.

Badan Energi Internasional (IEA) pun memproyeksikan permintaan batu bara AS meningkat pada 2025, mematahkan tren penurunan beberapa tahun terakhir.

Sementara itu di China, pasar bergerak tidak seragam. Harga batu bara kokas dan termal menunjukkan divergensi. Sebagian penambang mencoba menaikkan harga seiring pasokan yang lebih ketat dan aktivitas restocking, namun tekanan permintaan yang masih lemah membuat kenaikan harga belum solid dan cenderung terbatas pada grade tertentu.

Meski demikian, prospek jangka panjang tetap dibayangi tantangan. IEA memperkirakan konsumsi batu bara global akan mencapai titik datar dan mulai menurun menjelang akhir dekade, seiring ekspansi energi terbarukan, nuklir, dan pasokan gas alam yang semakin melimpah.

Dengan demikian, reli harga batu bara saat ini lebih dipandang sebagai penguatan siklikal yang dipicu musim dingin, faktor kebijakan, dan geopolitik bukan pembalikan tren struktural jangka panjang.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |