Jakarta, CNBC Indonesia - Miliaran orang di dunia telah menggunakan smartphone. Perangkat mungil itu hampir tak pernah lepas dari genggaman untuk berbagai kegiatan.
Meski ponsel memberi banyak kemudahan, ternyata smartphone bisa membawa 'kiamat'. Ini dimulai dari proses produksinya hingga sampahnya atau e-waste.
Saat produksi ponsel baru, fasilitas produksi harus memanasi mesin dengan bahan bakar fosil. Kemudian proses perakitan membutuhkan plastik dan bahan metal yang tidak ramah lingkungan.
Sementara saat perangkat telah digenggam pengguna, juga berdampak besar pada lingkungan. Baterai HP kebanyakan menggunakan lithium, yang disebut peneliti Massachusetts Institute of Technology berdampak besar, karena penambangan lithium membuat pemborosan air dan listrik dalam skala besar.
Kedua hal ini harusnya bisa dialihkan untuk kepentingan orang banyak, berkontribusi pada peningkatan emisi karbon dan nigtrogen global. Belum lagi terkait penambang, yang mayoritas dari Afrika dengan bayaran murah meskipun berisiko pada kesehatannya.
Periset Lotfi Belkhir di The Conversation menuliskan proses produksi menyumbang kiamat terbesar mencapai 85%.
Tidak hanya itu, penggunaan aplikasi di dalam ponsel juga berdampak pada lingkungan. Misalnya dalam riset dari The Burrow menyebutkan bermain TikTok dapat menghasilkan 2,63 gram karbon per menit.
Penyebabnya karena makin lama bermain HP, makin besar juga data yang tersimpan di server. Hal tersebut memberi besan besar pada pusat data yang aktif selama 24 jam tanpa henti, hingga penggunaan listrik dan pendingin juga ikut berkontribusi pada perubahan iklim.
Masalah lainnya saat ponsel rusak. Laporan Wired menyebutkan memperbaiki ponsel yang rusak bukan lagi opsi saat fenomena ponsel tipis dan ringan sedang banyak diadopsi belakangan ini.
Ponsel jenis tersebut sulit untuk diperbaiki. Saat tetap diperbaiki, prosesnya membutuhkan waktu lama dan harganya mahal.
Jalan terbaik dari hal tersebut adalah membeli baru. Meski menguntungkan bagi konsumen dan produsen, perlu diingat ini juga bisa berdampak pada lingkungan.
Catatan PBB tahun 2019 menyebutkan limbah elektronik termasuk ponsel mencapai 50 juta ton setiap tahunnya. Angkanya akan terus meningkat, hingga 120 juta pada 2050 mendatang.
Perlu diingat juga, kandungan mineral dan kimia pada ponsel berbahaya saat dibuang. Bahan kimia dan karsinogenik bakal terlepas dan masuk ke tanah, sumber air dan makanan membuatnya masuk ke dalam tubuh manusia.
WHO pada 2021 menjelaskan limbah elektronik berdampak berbahaya pad kesehatan dan nyawa 12,9 juta perempuan dan lebih dari 18 juta anak. Mereka terancam terserang penyakit berbahaya karena tercemar kandungan merkuri, nikel dan timbal dari sampah ponsel.
Belum lagi cara pembuangan sampah elektronik yang masih asal-asal, seperti banyak negara maju yang membuangnya ke negara Asia. The Guardian melaporkan 90% limbah elektronik dibuang dengan ilegal.
Daur ulang pun belum bisa jadi solusi, sebab baru 17% dari ponsel yang bisa melakukannya.
Dengan banyaknya daftar masalah ini, yang perlu kita lakukan adalah memperpanjang usia penggunaan ponsel. Tahan diri untuk membeli perangkat baru jika tidak terlalu penting.
(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]

2 hours ago
2

















































