Ada Apa dengan Endapan Dana Pemda Ratusan Triliun?

6 hours ago 2

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Setiap akhir tahun, publik kembali diingatkan pada fenomena dana mengendap di rekening pemerintah daerah (pemda). Data Bank Indonesia per 30 September 2025 mencatat jumlahnya mencapai Rp234 triliun. Angka yang sangat besar dan berulang setiap tahun, seolah menjadi sebuah hal yang wajar. Pertanyaannya, apa yang sebenarnya terjadi di balik tumpukan uang tersebut?

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa uang negara termasuk yang berasal dari penarikan utang, harus segera dikembalikan kepada masyarakat melalui belanja pemerintah. Menunda belanja berarti melewatkan momentum pertumbuhan ekonomi sesuai harapan. Maka tak salah jika diibaratkan bahwa uang negara itu bagaikan darah dalam tubuh. Jika tidak bersirkulasi maka akan menimbulkan penyakit bagi perekonomian.

Sebagai langkah nyata, Kementerian Keuangan mengalihkan Rp200 triliun dari Rp457,54 triliun Sisa Anggaran Lebih (SAL) yang selama ini disimpan di Bank Indonesia ke perbankan pemerintah. SAL merupakan akumulasi dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun-tahun sebelumnya.

Pesannya jelas bahwa dana publik tidak seharusnya tidur, terutama ketika ekonomi membutuhkan dorongan untuk tumbuh. Target selanjutnya, yaitu mendorong dana milik pemda yang juga tersimpan dalam rekening perbankan untuk segera dibelanjakan.

Adanya dana pemerintah di perbankan merupakan bentuk pengelolaan kas yang umum dilakukan. Pengelolaan kas terjadi disebabkan karena perbedaan waktu antara kapan penerimaan pemerintah masuk ke kas dan kapan belanja keluar dari kas. Jika antara penerimaan dan belanja terjadi pada waktu yang sama dan jumlah yang sama, maka dipastikan fungsi pengelolaan kas tidak perlu ada.

Sayangnya pada praktik sehari-hari penerimaan bisa terjadi kapan pun bahkan termasuk pada tanggal merah. Sedangkan belanja hanya bisa dibayarkan tatkala semua prasyarat pembayaran telah terpenuhi. Di sinilah peran vital pengelolaan kas, yaitu mengoptimalkan imbal jasa perbankan ketika kas pada posisi surplus dan mengurangi biaya dana saat posisi kas defisit.

Mengelola kas pada tingkat pemda memiliki kerumitan yang lebih rendah dibandingkan dengan mengelola kas pada pemerintah pusat. Salah satu hal pembeda yaitu unsur penarikan utang sebagai penutup defisit ketika belanja melebihi penerimaan.

Tidak setiap pemda memiliki kewenangan untuk menerbitkan obligasi. Diperlukan izin khusus dari Menteri Keuangan dalam hal pemda ingin melakukan pembiayaan daerah melalui penerbitan surat berharga. Alhasil struktur APBD cenderung imbang dengan besaran penerimaan dan belanja yang tidak terpaut jauh.

Apabila ditilik lebih lanjut, struktur penerimaan pada APBD pun sudah hampir pasti dapat direalisasikan dengan porsi terbesar berasal dari Transfer ke Daerah (TKD) disusul oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Sebagai porsi terbesar dalam APBD, alokasi TKD seharusnya sudah bisa digunakan untuk melakukan perencanaan belanja sejak dini. Hal tersebut menjadi logis mengingat besaran TKD yang akan diterima sudah diketahui oleh masing-masing pemda pada sekitar bulan September-November sebelum tahun anggaran baru dimulai.

Menyimpan uang dalam rekening perbankan antara tujuan pengelolaan kas dan motif mencari imbal jasa perbankan memiliki perbedaan yang sangat tipis. Apapun tujuan yang dipilih tetap akan menghasilkan imbal jasa bagi pemda sebagai pemilik rekening.

Adanya surplus di rekening dapat dinyatakan sebagai bentuk pengelolaan kas jika terdapat norma waktu penyelesaian tagihan, mekanisme perencanaan kas, serta upaya mempercepat realisasi belanja sejak awal tahun.

Syarat pertama berkaitan dengan kapan sebuah tagihan dapat diselesaikan. Sebagai contoh untuk lingkup pemerintah pusat, tagihan yang masuk harus diselesaikan pencairan dananya dalam waktu maksimal lima hari kerja.

Pemda tentu harus mengadopsi kebijakan serupa di wilayah masing-masing. Tujuannya untuk memastikan para supplier pemda terpenuhi haknya tepat waktu. Supplier adalah setiap pihak yang memiliki tagihan kepada pemerintah, dapat berupa pegawai atau penyedia barang dan jasa.

Adanya norma waktu juga untuk mengurangi penumpukan pencairan dana pada akhir tahun, terutama jika pekerjaan sudah diselesaikan sejak awal atau pertengahan tahun. Sisi positif dari adanya norma waktu yaitu akuntabilitas belanja pemerintah. Akuntabilitas akan meminimalisasi potensi penyalahgunaan wewenang khususnya berkaitan dengan penyelesaian tagihan dan pencairan dana.

Syarat kedua berkaitan dengan adanya mekanisme untuk perencanaan kas. Mekanisme perencanaan kas adalah perangkat yang membantu Bendahara Umum Daerah untuk menyediakan dana tepat waktu dan tepat jumlah.

Pada pemerintah pusat, cash forecasting atau rencana penarikan dana sudah dapat terpantau secara harian. Sehingga kebutuhan dana per hari bisa diperkirakan dengan pasti. Tentu saja diperlukan bantuan TI untuk memantau puluhan ribu satuan kerja pengguna anggaran di Indonesia.

Validitas data pada perencanaan kas merupakan cara paling efektif untuk memaksimalkan imbal jasa dari penempatan dana pemerintah di perbankan. Instrumen penempatan dana yang bisa dipilih oleh pemerintah dalam menempatkan dana menganggur yaitu deposito dan giro. Deposito memiliki keunggulan imbal jasa lebih tinggi meski lebih kaku dari sisi durasi waktu, sedangkan giro memiliki imbal jasa lebih rendah meski fleksibel dalam penarikannya.

Dari kedua instrumen tersebut pemda dapat memilih mau menempatkan di mana dengan proporsi berapa ditentukan dari data perencanaan kas yang dikompilasi dari seluruh unit pada pemda masing-masing. Jika hasil kompilasi data menunjukkan rencana kebutuhan dana masih beberapa bulan lagi, maka penempatan di deposito jelas lebih menguntungkan dibandingkan dengan giro.

Bagaimana jika pemda tidak memenuhi kedua syarat di atas? Maka dapat dipastikan bahwa penempatan dana di perbankan memiliki motif untuk mencari tambahan PAD dari unsur imbal jasa perbankan. Dari sisi penggunaan untuk belanja, PAD lebih fleksibel dibandingkan dengan TKD yang sebagian sudah ditentukan peruntukkannya. Maka motif mendongkrak PAD dari hasil imbal jasa perbankan menjadi sesuatu yang umum dilakukan.

Faktor lain yang melatarbelakangi masih adanya penumpukan dana pemda berkaitan dengan isu likuiditas bank daerah. Bank daerah merupakan BUMD yang kepemilikan sahamnya dikuasai oleh pemerintah daerah. Terdapat kekhawatiran bahwa bank daerah akan mengalami kekeringan likuiditas jika percepatan belanja di pemda dilakukan.

Mengelola belanja memang memerlukan kehati-hatian termasuk pengelolaan kas yang dimiliki. Adanya tumpukan dana di perbankan dimungkinkan terjadi karena sistem yang dibangun belum sepenuhnya berjalan dengan baik.

Upaya percepatan pelaksanaan kegiatan termasuk tinjauan terhadap faktor-faktor penghambat penyerapan anggaran harus terus dilakukan. Hasil akhir yang diharapkan tentu saja terjadi harmoni antara pelaksanaan kegiatan, pencairan dana, serta pertumbuhan dan penciptaan lapangan pekerjaan di masyarakat.

Jangan sampai fenomena penumpukan dana menunjukkan kontradiksi khususnya bagi para supplier pemerintah. Di satu sisi dana pada rekening pemerintah menggunung tapi di saat yang bersamaan supplier menanti tanpa kepastian kapan tagihannya dicairkan.


(miq/miq)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |