Ancaman PHK Massal Bayangi Industri Hasil Tembakau

8 hours ago 3

loading...

Ancaman PHK massal berpotensi meningkatkan pengangguran, memperburuk tingkat kemiskinan. FOTO/dok.SindoNews

JAKARTA - Kebijakan pemerintah yang dinilai menekan industri hasil tembakau (IHT) memicu kekhawatiran meluasnya pemutusan hubungan kerja (PHK). Serikat pekerja mendesak agar pemerintah mempertimbangkan nasib pekerja di tengah ketidakstabilan ekonomi global yang dipicu kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).

Ancaman PHK massal berpotensi meningkatkan pengangguran, memperburuk tingkat kemiskinan, dan menurunkan daya beli masyarakat. Hal ini pada akhirnya dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Situasi ini semakin mengkhawatirkan seiring dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang membatasi kandungan gula, garam, lemak (GGL) serta menerapkan larangan zonasi penjualan dan iklan rokok. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga tengah menyiapkan aturan turunan melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

Baca Juga: Pengangguran Melonjak Jadi 7,28 Juta Orang, Perindo Soroti Lemahnya Daya Beli dan Iklim Usaha

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan bahwa PP 28/2024 berpotensi memukul dunia usaha dan sektor ketenagakerjaan. Menurutnya, Kemenkes perlu mempertimbangkan dampak kebijakan dari aspek ekonomi dan lapangan kerja, tidak hanya berfokus pada kesehatan.

"Bila industri rokok diatur dengan aturan Kemenkes yang ketat, produksi akan menurun dan berujung pada PHK," ujar Said Iqbal dalam pernyataannya, Jumat (9/5).

Dia menyayangkan ketidakselarasan antara kepentingan kesehatan dan ketenagakerjaan. Kemenkes dinilai terlalu mendorong pembatasan peredaran rokok tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap ribuan pekerja IHT.

"Harus ada solusi win-win, tidak bisa ego sektoral kesehatan mengabaikan ketenagakerjaan, begitu sebaliknya. Duduk bersama dan petakan masalahnya," tegasnya.

Said Iqbal mendorong agar Kemenkes dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) bersinergi dalam merumuskan kebijakan.

"Menteri Kesehatan dan Menteri Ketenagakerjaan harus membuat kesepakatan. Tidak pernah ada kesepakatan antara Kemenkes dan Kemenaker, padahal aturan Kemenkes bisa berujung pada PHK seperti pasal-pasal tembakau di PP 28/2024," ucapnya.

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |