AS Kecanduan Utang Selama 200 Tahun: Dulu Hampir 0 Kini Rp624.000 T

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Selama dua abad terakhir atau dalam 200 tahun, perjalanan utang Amerika Serikat (AS) menunjukkan perubahan besar dalam arah ekonomi, politik, dan kebijakan fiskal negeri adidaya tersebut.

Dari titik di mana AS nyaris tanpa utang di awal abad ke-19, kini Negeri Paman Sam menanggung beban utang yang sangat besar. Hasil dari dua abad ekspansi ekonomi, pembiayaan perang, serta stimulus kebijakan di masa krisis.

Menurut data Visual Capitalist yang bersumber dari U.S. Treasury, per Oktober 2025 jumlah utang pemerintah AS telah menembus US$37,6 triliun, setara Rp624.912 triliun (asumsi kurs Rp16.620/US$).

Angka tersebut bukan hanya rekor tertinggi sepanjang sejarah, tetapi juga menegaskan posisi AS sebagai negara dengan beban utang terbesar di dunia, melampaui gabungan beberapa negara maju seperti Jepang, Inggirs, dan Prancis.

Dalam konteks global, lonjakan utang ini juga menjadi simbol perubahan era fiskal dunia. Dari disiplin anggaran menuju pembiayaan berbasis defisit yang lebih agresif.

Meski kerap dikritik karena ketergantungan pada pinjaman, kekuatan ekonomi AS dan status dolar sebagai mata uang cadangan global menjadikan posisi fiskal negara ini sarat risiko, namun tetap dipercaya pasar.

Dari Reformasi Jackson ke Perang Dunia

Pada 1825, total utang pemerintah AS hanya sekitar US$83,8 juta, dan sempat hampir lenyap total di bawah Presiden Andrew Jackson pada 1835, yang menurunkannya hingga tersisa US$34 ribu saja.

Jackson melunasi utang melalui hasil penjualan tanah publik dan tarif impor tinggi, namun kebijakan ekstrem tersebut memicu krisis besar Panic of 1837, salah satu resesi terdalam dalam sejarah AS.

Memasuki abad ke-20, utang kembali menanjak tajam seiring pembiayaan Perang Dunia I pada 1914 yang menambah beban menjadi US$2,9 miliar, dan meningkat drastis saat Perang Dunia II yang dimulai pada 1941 menjadi US$49 miliar.

Setelah perang, ekspansi fiskal untuk membiayai pembangunan dan program sosial membuat utang melonjak ke US$257 miliar pada 1950, dan US$533 miliar pada 1975, meskipun rasio terhadap PDB sempat turun berkat pertumbuhan ekonomi yang pesat.

Quantitative Easing dan Ledakan Utang

Lonjakan paling signifikan terjadi pada era modern. Dari US$5,7 triliun pada tahun 2000, utang AS melonjak hampir tujuh kali lipat hanya dalam 25 tahun terakhir.

Krisis keuangan global 2008 dan pandemi Covid-19 membuat Federal Reserve mencetak triliunan dolar melalui quantitative easing (QE). Kebijakan moneter longgar yang awalnya bersifat darurat, namun kini menjadi bagian permanen dari instrumen kebijakan bank sentral.

Kenaikan tajam ini menandakan bahwa AS semakin bergantung pada defisit fiskal untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas pasar keuangan. Meski begitu, status dolar AS sebagai mata uang cadangan global (global reserve currency) memberikan ruang yang relatif aman bagi pemerintah AS untuk terus menambah utang tanpa memicu gejolak pasar.

Kini, dengan beban mencapai US$37,6 triliun, perjalanan dua abad utang AS menjadi cerminan paradoks ekonomi modern: negara dengan kekuatan finansial terbesar di dunia, namun sekaligus peminjam terbesar di planet ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |