Bolehkah Berbuka Puasa Mengikuti Adzan di Kampung Sebelah, Bagaimana Hukumnya?

5 days ago 11

Liputan6.com, Jakarta - Pada umumnya, umat Islam berbuka puasa dengan mengikuti adzan Maghrib yang dikumandangkan dari masjid setempat, sebagai tanda bahwa matahari telah terbenam.

Namun, tidak jarang adanya perbedaan waktu adzan antarwilayah atau masjid yang berbeda lokasi. Meskipun biasanya perbedaan waktu ini tidak terlalu signifikan, tapi tetap saja muncul keraguan mengenai hal ini.

Lantas, apakah diperbolehkan berbuka puasa mengikuti adzan dari kampung sebelah atau masjid lain yang memiliki waktu adzan yang sedikit lebih awal atau lebih lambat?

Dalam konteks ini, penting untuk mengkaji bagaimana hukum fiqih memandang masalah tersebut, serta apa dasar-dasar yang digunakan untuk menentukan waktu berbuka puasa. Berikut ulasan lengkapnya mengutip dari laman NU Online.

Saksikan Video Pilihan ini:

Kisah Pengusaha Tionghoa Bantu Pejuang Perang Gerilya di Pegunungan Cilacap

Promosi 1

Memahami Perbedaan Waktu Adzan dan Hukum Fiqihnya

Beberapa adzan yang dikumandangkan terkadang tidak berbarengan karena perbedaan jam, sekalipun berbedannya tidak terlalu signifikan, berbeda 1 hingga 2 menit. Perbedaan ini tidak hanya antara kampung satu dengan kampung yang lain, bahkan kerap terjadi perbedaan adzan di beberapa masjid sekalipun satu kampung. Sebenarnya, waktu berbuka puasa, sebagaimana dalam literatur turats, tidak berpatokan pada waktu adzan, melainkan dilihat dari terbenamnya matahari di waktu sore yang tak lain merupakan waktu masuknya sholat Maghrib.

“Seseorang bisa dikatakan terbebas dari tanggungan berpuasa ketika telah masuk waktu berbuka dengan terbenamnya matahari (masuk waktu Maghrib), baik orang yang berpuasa telah makan atau tidak.” (Abdul Hamid As-Syirwani, Hawasyis Syirwani, [Mesir, Al-Maktabah At-Tijariyah Al-Kubra:1983], juz IV, halaman 172).

Waktu Maghrib merupakan waktu dibolehkannya berbuka bagi orang yang berpuasa, berlandaskan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas di dalam Kitab Musnad Ahmad, sebagai berikut:

“Rasulullah SAW sholat Maghrib bersamaku (Ibnu Abbas) di waktu berbukanya orang yang berpuasa, kemudian beliau sholat Isya denganku ketika mega-mega merah telah hilang, lalu sholat Fajar (Subuh) bersamaku ketika diharamkannya makan dan minum bagi orang yang berpuasa”. (Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad, [Muassatur Risalah: 2001], juz I, halaman 333). 

Adapun waktu Maghrib dengan berlandaskan jam waktu sholat yang merupakan hasil perhitungan astronomis, sejatinya untuk mempermudah umat manusia dalam mengetahui masuknya waktu sholat, salah satunya waktu maghrib, tanpa harus meneliti terbenamnya matahari. Karena waktu sholat yang beredar di masyarakat merupakan hasil dari perhitungan ilmu falak yang bisa dipastikan kebenarannya.

Hukum Berbuka Puasa Mengikuti Adzan di Tempat Lain

Terkait perbedaan adzan yang dikumandangkan antara satu kampung dengan kampung yang lain, bahkan terkadang terjadi perbedaan di beberapa masjid, sekalipun satu kampung, ini disebabkan aturan waktu yang ada tidak sama; ada yang cepat dan ada juga yang lambat, bukan karena perbedaan waktu sholat.

Maka berbuka puasa mengikuti adzan di kampung sebelah hukumnya boleh, selama masih satu daerah, seperti: sekabupaten Probolinggo. Karena tidak ada perbedaan jam waktu sholat selama masih satu daerah. Kebolehan ini dengan syarat ketika matahari telah terbenam secara nyata, bahkan disunahkan bersegera untuk berbuka. Sebaliknya, jika hanya menduga-duga akan terbenamnya matahari atau ragu-ragu, maka tidak disunahkan bersegera untuk berbuka, bahkan haram.

“Disunnahkan segera berbuka puasa jika matahari terbenam secara nyata, terkecuali jika hanya menduga-duga dengan adanya ijtihad akan terbenamnya matahari, maka tidak disunahkan dan apabila menduga tanpa adanya ijtihad, bahkan ragu akan terbenamnya matahari, maka hukum bersegera untuk berbuka menjadi haram.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, [Beirut, Darl Ihya’ at-Turats al-Arabi: tt], juz XIII, halaman 406).

Kesunnahan bersegera untuk berbuka puasa berdasarkan hadis shahih Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisah, sebagai berikut:

“Diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah, beliau berkata: “Ada tiga hal yang merupakan ajaran Nabi SAW; bersegera untuk berbuka, mengakhirkan sahur dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika shalat.” (Abu Bakar Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 2003], juz IV, halaman 401).

Memang bersikap hati-hati dalam menentukan waktu berbuka sangat penting, karena ketika salah sedikit–tanpa adanya usaha–dalam menentukan hal tersebut, maka berakibat fatal terhadap keabsahan puasa.

Artinya, menahan diri dari rasa lapar dan haus selama satu hari menjadi sia-sia karena puasanya tidak sah. Namun demikian, kehati-hatian tersebut tidak boleh berlebihan, sekiranya tidak sampai menimbulkan rasa was-was yang bisa menyiksa terhadap diri seseorang. Wallahu a’lam.

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |