Bos Kadin Yakin Pintu Negosiasi dengan Trump Masih Terbuka

6 days ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menegaskan pihaknya akan mendukung keputusan pemerintah Indonesia untuk mempersiapkan berbagai langkah strategis menghadapi penerapan tarif resiprokal AS dan melakukan negosiasi dengan Pemerintah AS.

Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie menilai komunikasi yang intens dengan Pemerintah AS di berbagai tingkatan, termasuk mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC untuk melakukan negosiasi langsung dengan Pemerintah AS adalah langkah yang tepat.

"Saya yakin, kita bisa melakukan negosiasi dengan AS, antara lain karena posisi geopolitik dan geoekonomi Indonesia. Saya melihat pernyataan Presiden Trump merupakan opening statement. Artinya pintu negosiasi masih terbuka. Posisi Indonesia sangat strategis di Kawasan Pasifik," ungkap Anindya Bakrie dalam siaran pers, Jumat (4/4/2025).

Oleh karena itu, dia mengatakan Kadin juga menilai penting kerja sama Indonesia dengan negara anggota ASEAN untuk memperjuangkan kepentingan yang sama. Kadin mengapresiasi langkah pemerintah yang telah berkomunikasi dengan Malaysia selaku pemegang Keketuaan ASEAN untuk mengambil langkah bersama.

Seperti diketahui, sepuluh negara anggota ASEAN terdampak pengenaan tarif AS. Sejalan dengan upaya Pemerintah, Anindya menuturkan Kadin tentu akan berdiskusi intens dengan mitranya di ASEAN maupun APEC Business Advisory Council sebagai medium dunia usaha regional.

Untuk memperkuat komunikasi kedua negara, Anindya melihat perlu ada figur yang bisa berperan sebagai duta besar Indonesia di AS, sembari proses diplomatik pemilihan duta besar berlangsung.

"Kadin Indonesia akan menggunakan jalur hubungan dengan Kamar Dagang Amerika Serikat (US Chamber of Commerce) yang sudah terjalin baik selama ini," ujar Anindya.

Menurutnya, dalam kunjungan Presiden Prabowo Subianto di November 2024, Kadin Indonesia bertemu dengan US Chamber of Commerce untuk mengantisipasi kebijakan ekonomi Presiden Trump yang ke-2, dan mulai membangun fondasi B2B sebagai mitra sejawatnya.

"Awal Mei rencananya nanti, berkoordinasi dengan Pemerintah, Kadin Indonesia akan ke AS untuk menindaklanjuti kerja sama dengan US Chamber of Commerce dan menghadiri beberapa konferensi bisnis/ekonomi untuk menyikapi perkembangan terakhir," paparnya.

Anindya pun mengkhawatirkan dampak signifikan atar rencana tarif impor 32% ini terhadap produk Indonesia. Hal ini, kata Anindya, dapat menekan neraca pembayaran, khususnya neraca perdagangan dan arus investasi.

"AS merupakan pemasok valuta asing terbesar, yang menyumbang surplus perdagangan sebesar US$ 16,8 miliar pada tahun 2024. Mitra dagang bilateral terbesar Indonesia pada tahun 2024 adalah AS yang memberikan surplus US$ 16,8 miliar kepada Indonesia," ujarnya.

Hampir semua ekspor komoditas utama Indonesia ke AS meningkat pada tahun 2024. Sebagian besar barang Indonesia yang diekspor ke AS adalah produk manufaktur, yaitu peralatan listrik, alas kaki, pakaian, bukan komoditas mentah.

Selama ini, produk Indonesia dikenakan tarif impor sekitar 10% di AS. Namun, faktanya, beberapa barang konsumsi sepenuhnya bebas bea masuk, karena Indonesia menikmati fasilitas Preferensi Sistem Umum (The Generalized System of Preferences/GSP) yang diberikan oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang.

Dia pun menilai untuk memperkuat neraca perdagangan pasca-keputusan Trump, negosiasi perdagangan dapat dilakukan lebih selektif. Fokus bisa dilakukan kepada industri padat karya terdampak secara vertikal, hulu hingga hilir. Selain itu, Indonesia perlu membuka pasar baru selain Asia Pasifik dan ASEAN, yakni pasar Asia Tengah, Turki dan Eropa, sampai Afrika dan Amerika Latin.

Anindya yakin ada peluang Indonesia mempertahankan hubungan baik dengan AS sebagai mitra dagang. AS membutuhkan pasar bagi peralatan pertahanan, pesawat terbang, dan LNG.

"Kita bisa menegosiasikan hal ini dengan produk ekspor andalan Indonesia," ujarnya.

Pasalnya, AS memberlakukan Inflation Reduction Act (IRA) atau UU Penurunan Inflasi yang bertujuan menurunkan inflasi di AS, mendorong transisi energi bersih melalui insentif besar-besaran terhadap kendaraan listrik (EV), energi terbarukan (solar, angin), dan industri baterai dan semikonduktor.

Selain itu, AS bisa memberikan subsidi terhadap impor produk olahan dari nikel dan mineral lainnya dari Indonesia sepanjang mineral itu diolah sesuai standar lingkungan dan ketenagakerjaan. Hal ini dimungkinkan oleh critical minerals agreements dengan AS.


(haa/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Tangkal Ancaman Tarif 32% Trump, Pengusaha Siapkan 3 Jurus

Next Article Awas! Gara-Gara Trump, RI Bisa Banjir Produk China

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |