Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pengusaha logistik bakal menghadapi beban berat dengan kenaikan tarif tol di 38 ruas jalan pada tahun 2025 ini. Selain itu, masalah pungutan liar dan premanisme juga menambah beban karena biaya logistik menjadi semakin tinggi. Pungli terjadi di banyak daerah, termasuk di wilayah Jakarta seperti Tanjung Priok.
"Mulai dari Cakung-Cilincing-Priok, capek lah kita. Kita kan pengen juga sebetulnya hidup nyaman, ya. Jadi, di perjalanan itu jangan ada pungli-pungli lagi, Udah ditambah rencana kenaikan tol, kemudian punglinya nggak diberantas-berantas," kata Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia ALI Mahendra Rianto kepada CNBC Indonesia, Senin (14/4/2025).
Hal itu dinilai dia merugikan pelaku usaha karena biaya logistik menjadi semakin mahal. Padahal biaya logistik di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan negara lain.
"Sehingga (pungli) beban terhadap pemerintah, transportasi ini kan jadi tambah berat, gitu. Sementara daya beli dari customer kita itu nggak naik-naik. Karena kalau dia naik harga barang, dia nggak bersaing di dunia," ucap Mahendra.
Foto: Suasana Tanjung Priok, Jakarta Utara (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Sejumlah truk bongkar muat melintas di kawasan Tj Priok, Jakarta, Jumat, 11/6. Praktik pungutan liar (pungli) hingga saat ini masih merajalela di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Seperti pengakuan beberapa supir kepada Presiden Joko Widodo, Kamis (11/6/2021), saat kunjungan ke pelabuhan utama Indonesia ini kemarin.Para pekerja kerah biru ini mengeluhkan, bukan terkait masalah beratnya pekerjaan yang digelutinya, melainkan aksi premanisme juga pungutan liar yang kerap terjadi. Dia berharap, pihak aparat bisa lebih memperketat pengamanan area pelabuhan. Selain itu, pihaknya juga berharap ada transparansi biaya pelabuhan untuk semua aktivitas.Dari dialog yang dilakukan supir truk dengan Presiden Joko Widodo kemarin, praktik premanisme terjadi saat keadaan jalan sedang macet di mana preman naik ke atas truk, lalu menodongkan celurit kepada supir untuk dimintai uang.Adapun pungli terjadi di sejumlah depo. Pengemudi truk dimintai uang Rp 5.000 - Rp 15.000 supaya bongkar muat bisa lebih dipercepat pengerjaannya. Jika tidak dibayar, maka pengerjaan bongkar muat akan diperlambat. Hal ini terjadi di Depo PT Greating Fortune Container dan PT Dwipa Kharisma Mitra Jakarta. Pantauan CNBC Indonesia dilapangan saat di kawasan JICT tampak jarang hampir tak terlihat himbauan banner stop pungli diarea tempat keluarnya truk.Suasana dipinggir jalan kawasan Tj Priok arah Cilincing juga tak terlihat para kenek parkir di pinggir jalan semenjak ramenya kasus pungli.
Karenanya pengusaha meminta pemerintah dan aparat untuk segera bertindak dalam memberantas pungli. Jangan sampai muncul kecurigaan tidak diberantasnya pungli sejak lama karena aparat penegak hukum juga ikut 'masuk angin'. Pengusaha menegaskan bahwa pungli kian meresahkan.
"Biasanya kalau mereka manjat itu di titik-titik pengambilan kontainer kan banyak depo kontainer di sana. Jadi kalau kontainer mau ekspor itu kan kita ambil kontainer kosong di depo-depo kontainer. Setelah ambil kita taruh, bawa ke pabrik untuk diisi. Nah pabriknya itu dari mulai Bekasi sampai sampai Karawang, ya ambil, setelah ada muat, setelah muat balik lagi ke Priok kan, selama perjalanan ada aja," kata Mahendra.
Biaya pungli bermacam-macam, ada yang kena Rp 20.000 hingga Rp 100.000, bahkan lebih. Jumlahnya meningkat ketika bongkar muat semakin ramai.
"Hari-hari ekspor, hari-hari besar ekspor itu biasanya hari Kamis, Jumat, Sabtu, biasanya setelah makan siang," sebut Mahendra.
(fys/wur)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Ormas Minta THR, Wamenag Sebut Budaya Indonesia
Next Article Video: Viral "Pungli" Program Makan Gratis, DPR Minta Warga Lapor