Defisit Gas Bumi dan Pilar Kebijakan Strategisnya

5 hours ago 3

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2024, serapan gas domestik tercatat mencapai 67% dari total produksi nasional. Porsi tersebut meningkat dibandingkan capaian tahun 2019 yang tercatat sebesar 64,9%.

Kenaikan porsi serapan tersebut antara lain dipengaruhi oleh tren peningkatan kebutuhan gas domestik yang, sepanjang periode 2015 hingga 2023, mencatatkan pertumbuhan rata-rata sebesar 1,44% per tahun. Di sisi lain, pada periode yang sama, produksi gas nasional tercatat mengalami penurunan rata-rata sebesar 2,38% per tahun (SKK Migas, 2024).

Dari aspek ketersediaan, baik Kementerian ESDM maupun SKK Migas (2025) pada dasarnya memroyeksikan bahwa secara kumulatif pasokan gas nasional masih akan dapat memenuhi kebutuhan domestik hingga satu dekade ke depan. Proyeksi ini didukung oleh adanya potensi tambahan produksi dari sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) di sektor gas bumi yang direncanakan mulai beroperasi dalam waktu dekat.

Beberapa proyek tersebut meliputi Asap Kido Merah yang ditargetkan mulai berproduksi pada 2026 dengan produksi sebesar 320 MMSCFD, Ubadari Carbon Capture & Compressor yang direncanakan onstream pada 2029 dengan produksi sebesar 476 MMSCFD, serta proyek Abadi Masela yang diperkirakan mampu menyuplai gas hingga 1.750 MMSCFD saat mencapai fase produksi penuh.

Ketidakseimbangan dan Defisit Gas
Meskipun pasokan gas secara nasional diproyeksikan berada dalam kondisi surplus, ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan di berbagai wilayah telah menunjukkan potensi terjadinya defisit. Berdasarkan data neraca gas PGN (2025), wilayah Jawa Barat hingga Sumatra bagian selatan diproyeksikan mengalami defisit neraca gas sepanjang periode 2025 hingga 2035.

Pada tahun 2025, defisit diproyeksikan sebesar 177 MMSCFD, kemudian meningkat menjadi 239 MMSCFD pada 2026, 369 MMSCFD pada 2027, 390 MMSCFD pada 2028 dan 259 MMSCFD pada 2029. Memasuki tahun 2030, defisit gas di wilayah tersebut diproyeksikan mencapai 349 MMSCFD, dan diperkirakan terus meningkat hingga 513 MMSCFD pada 2035.

Di Sumatra Utara, defisit gas mulai pada tahun 2030 dengan kekurangan sebesar 12 MMSCFD. Defisit ini diperkirakan terus meningkat menjadi 15 MMSCFD pada 2031 dan 96 MMSCFD pada 2035. Sementara itu, di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah, defisit gas diperkirakan mulai terjadi pada 2027 sebesar 27 MMSCFD.

Defisit ini terus meningkat menjadi 117 MMSCFD pada 2028, 116 MMSCFD pada 2029, dan 121 MMSCFD pada 2030. Pada 2031 hingga 2032, defisit mencapai 123 MMSCFD, kemudian meningkat menjadi 184 MMSCFD pada 2033, 187 MMSCFD pada 2034, dan diproyeksikan mencapai 194 MMSCFD pada 2035.

Kebijakan Strategis
Untuk mengatasi permasalahan ketidakseimbangan dan defisit gas pada wilayah-wilayah tersebut, beberapa isu dan aspek kunci di dalam rantai pasok gas bumi yang mencakup sektor hulu, infrastruktur, pasar, dan regulasi perlu menjadi pilar utama bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan strategisnya.

Pada aspek hulu, kebijakan hendaknya diarahkan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan optimalisasi sumber daya gas nasional. Upaya ini dapat dilakukan melalui percepatan komersialisasi pada lapangan-lapangan migas, serta monetisasi stranded gas.

Di dalam aspek infrastruktur ini, penguatan dan integrasi infrastruktur, baik berupa jaringan gas pipa maupun fasilitas LNG perlu dilakukan. Kebijakan penguatan infrastruktur perlu difokuskan pada pembangunan dan pengembangan berbagai fasilitas, meliputi pipanisasi transmisi untuk konektivitas antar wilayah gas, pembangunan receiving terminal, serta pengembangan LNG retail, CNG retail, dan jaringan gas bumi.

Pada aspek pasar, kebijakan perlu difokuskan untuk mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri melalui gasifikasi kilang, gasifikasi smelter, penyediaan gas untuk pasar di wilayah Indonesia Timur, gasifikasi kawasan industri, serta upaya hilirisasi gas bumi dan pengembangan distribusi.

Sementara itu, pada aspek regulasi dan kebijakan perlu difokuskan pada hal seperti peningkatan peran BUMN, penugasan, percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN), serta penyusunan, penerapan dan sinkronisasi Integrated Master Plan seperti Rencana Umum Gas Nasional (RUGN) dan Rencana Umum Pengembangan Gas (RUPG).

Program Operasional
Di tingkat operasional, program-program prioritas diperlukan dengan pendekatan integratif dengan mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik tiap wilayah di Indonesia.

Di wilayah Indonesia bagian Barat, program prioritas perlu difokuskan pada pengembangan sejumlah infrastruktur utama, meliputi pipa transmisi trans Sumatera-Jawa untuk meningkatkan konektivitas, keandalan, fleksibilitas, dan membuka akses baru antar wilayah; pengembangan Hub LNG di Arun yang mencakup revitalisasi tangki lama serta pembangunan tangki baru untuk mendukung kapasitas penyimpanan dan distribusi; serta pembangunan receiving terminal di sistem Sumatera-Jawa yang berfungsi sebagai titik suplai dan penunjang keandalan jaringan distribusi gas di kawasan barat Indonesia.

Sementara itu, di wilayah Indonesia bagian Timur, program prioritas perlu difokuskan pada pembangunan fasilitas LNG untuk memenuhi kebutuhan gas di wilayah kepulauan, terutama bagi pembangkit listrik dan smelter.

Pembangunan jaringan gas untuk kawasan industri dan pemanfaatan stranded gas serta perluasan jaringan gas rumah tangga (jargas) ke kota-kota di Indonesia Timur dan Ibu Kota Nusantara (IKN) juga perlu mendapatkan prioritas untuk mendukung pemerataan konsumsi gas nasional.

Dalam konteks ini, beberapa proyek prioritas terintegrasi sebagai langkah penguatan infrastruktur gas bumi yang telah menjadi program pemerintah dapat dikatakan telah berada pada koridor yang tepat, sehingga perlu dipercepat realisasinya.

Beberapa di antaranya adalah pembangunan Pipa Tegal-Cilacap untuk mendukung konversi BBM ke gas di kilang dan memperluas akses di Jawa, Pipa Bintuni-Fakfak untuk hilirisasi gas bagi industri petrokimia, dan Pipa CISEM 2 untuk mengalirkan surplus gas dari Jawa Timur ke wilayah defisit di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Selain itu, terdapat proyek Pipa Dumai-Sei Mangkei yang dirancang untuk memperkuat konektivitas gas di Sumatera Utara dan revitalisasi Arun LNG Hub. Pembangunan jargas rumah tangga, gasifikasi smelter di Papua, serta penyediaan gas untuk kawasan industri seperti Morowali dan Makassar juga termasuk di dalamnya.

Catatan Akhir
Integrasi infrastruktur gas bumi nasional, baik melalui jaringan pipa maupun skema beyond pipeline penting untuk mengatasi berbagai tantangan di dalam distribusi dan pemerataan pasokan gas domestik. Untuk mewujudkan pengembangan infrastruktur hilir yang berkelanjutan, diperlukan investasi dan percepatan realisasinya yang mampu mendorong perluasan dan peningkatan kualitas fasilitas distribusi gas.

Regulasi dan kebijakan yang solid dan konsisten dari pemerintah, dalam konteks ini, sangat dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem usaha yang kondusif dan memberikan manfaat optimal bagi seluruh pemangku kepentingan, sekaligus memastikan keberlanjutan keekonomian badan usaha.

Keberadaan BUMN di sektor gas bumi seperti halnya PGN pada dasarnya (sangat) dapat menjadi instrumen dalam mendukung kebijakan pemerintah, khususnya dalam menjamin kesiapan dan pembangunan infrastruktur gas yang andal serta berkelanjutan tersebut.

Namun demikian, pelaksanaan penugasan atau pendayagunaan BUMN perlu mempertimbangkan sejumlah aspek penting. Pertama, memastikan kesinambungan pasokan (availability) dengan tetap menjaga keekonomian harga gas agar tidak saja sesuai dengan daya beli konsumen akhir namun juga memenuhi kelayakan ekonomi dari sisi badan usaha.

Kedua, dapat memperkuat fungsi BUMN sebagai agregator sekaligus integrator infrastruktur gas nasional, yang berperan penting dalam membangun rantai pasok gas yang lebih efisien dan efektif di seluruh wilayah Indonesia.

Ketiga, kepastian dan konsistensi arah kebijakan, yang di dalamnya mencakup proyeksi pasokan dan serapan gas domestik sebagai pedoman terpadu bagi seluruh pemangku kepentingan gas nasional baik di hulu, midstream, maupun di hilir.


(miq/miq)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |