Jakarta, CNBC Indonesia — Kondisi tak pasti ekonomi global dan domestik membuat masyarakat melakukan relokasi dana. Instrumen obligasi negara hingga emas menjadi pilihan menaruh uang.
GM Divisi Wealth Management PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Henny Eugenia mengatakan nasabah wealth management cenderung membeli surat berharga negara (SBN), berupa Obligasi Negara Ritel (ORI) hingga Sukuk Tabungan (ST). Ia mengungkapkan penjualan ORI tembus Rp3 triliun dan ST di atas Rp1,5 triliun.
Sementara itu, hanya sedikit peminat instrumen reksadana, yaitu para nasabah yang benar-benar memahami trading saham. Namun, dalam kondisi ini, Henny mengatakan masyarakat bahkan orang kaya mengincar imbal hasil yang pasti dari SBN.
"Tapi kalau pada umumnya, [investasi] yang konservatif obligasi tuh sudah biasa. Jadi orang itu sudah nggak usah nyari [instrumen investasi] jauh-jauh. Orang kaya pun sekarang nyari return," pungkas Henny di Menara BNI, Rabu (16/4/2025).
Adapun, produk obligasi di wealth management BNI tumbuh 26%, menjadi penyumbang terbesar dalam pertumbuhan nilai Asset Under Management (AUM) di BNI. Sedangkan AUM di BNI tercatat tumbuh 18% secara tahunan (yoy).
Walaupun kondisi pasar sedang bergejolak, tabungan orang kaya tetap meningkat secara signifikan. Selain pada AUM, lini bisnis wealth management BNI juga terdorong oleh pertumbuhan signifikan di dana tabungan nasabah premium, dengan pertumbuhan sebesar 16% yoy. Kemudian, ada peningkatan jumlah nasabah segmen Emerald dan Private sebesar 10% yoy.
Sementara itu, Plt. Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS), Bob Tyasika Ananta mengatakan dalam konteks keadaan ekonomi saat ini, mungkin ada perpindahan alokasi dana ke emas.
Ia memaparkan saldo emas BSI tumbuh sebesar 40% secara year to date (ytd) atau naik 177,32 kg hingga 31 April 2025. Sementara itu, penjualan emas tumbuh sebesar 25% secara tahunan atau year on year (yoy).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna mengatakan pihaknya belum memiliki perhitungan secara pasti. Namun, ia mengatakan para investor pasti mencari instrumen alternatif saat IHSG mengalami tren koreksi.
"Kemarin kita sempat kejadian kan, semua saham kita rontok semua. Otomatis orang mencari selain saham apalagi kita harus bertahan, kemudian dia berpindah ke emas. Tapi kalau angka atau data perpindahan itu nggak ada, saya nggak bisa tracking itu," jelas Anton.
Selaras, Vice President Digital Strategy and Development BSI Riko Wardhana mengakui minat pembelian emas mengalami peningkatan yang cukup besar pada April 2025 ini. Meskipun, ia juga tidak bisa memberikan angka yang pasti.
"Kita belum tracking sih sampai ke sana. Cuma kita melihatnya, kalau emasnya iya tadi meningkat," ujar Riko pada kesempatan yang sama.
Ia memaparkan bahwa sejak bulan Februari, rata-rata penjualan emas di BSI bertambah dari sekitar 30 kilogram per bulan, menjadi 64 kilogram, kemudian menjadi 125 kilogram.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Demam Beli Emas, Beneran Investasi Atau FOMO?
Next Article Bagaimana Masa Jabatan Kedua Trump Dapat Membentuk Masa Depan Kripto?