Gen-Z Dihantui Infeksi Seksual! Kasus Melonjak, Banyak Obat Tak Manjur Lagi

3 months ago 62

Jakarta -

Data Kementerian Kesehatan RI mencatat peningkatan signifikan kasus infeksi menular seksual dalam tiga tahun terakhir di kalangan Gen Z. Di balik lonjakan ini, muncul masalah yang tak kalah serius, banyak obat-obatan yang dulunya ampuh mengatasi IMS, kini sudah tidak lagi efektif.

"Obat-obatan yang dulu diberikan untuk gonore, sekarang banyak yang nggak mempan lagi. Makin ke sini makin banyak bakteri yang kebal," beber pakar seks dr Boyke Dian Nugraha kepada detikcom Rabu (25/6/2025).

Menurut dr Boyke, dulu penanganan IMS seperti gonore (kencing nanah) cukup berhasil dengan penisilin atau kanamycin. Namun kini, bakteri penyebab IMS telah beradaptasi, bermutasi, dan menjadi lebih resisten terhadap berbagai jenis antibiotik.

"Dulu kita pakai penisilin, efektif. Lalu beralih ke kanamycin, lalu ke golongan fluoroquinolone seperti ciprofloxacin. Tapi sekarang? Banyak yang sudah nggak mempan," ungkapnya.

Saat ini, antibiotik seperti penisilin dan sevixin (ceftriaxone generasi lama) dinilai sudah tidak lagi efektif secara luas. Bahkan beberapa golongan sefalosporin generasi lama pun mulai kehilangan efektivitasnya. Cepalosporin generasi baru masih bisa diandalkan, tetapi penggunaannya harus tepat dan disesuaikan berdasarkan hasil uji sensitivitas bakteri.

"Kalau pasien tidak kunjung sembuh, misalnya keluhan keluar nanah dari kemaluan terus-menerus, kita harus ambil sampel. Kemudian dikirim ke lab mikrobiologi untuk uji sensitivitas, untuk melihat antibiotik mana yang masih bisa melawan bakterinya," jelas dr Boyke.

Bahaya Penggunaan Antibiotik Tak Bijak

Ia menyoroti bahwa resistensi ini banyak dipicu oleh pola penggunaan antibiotik yang sembarangan.

"Kuman itu pintar. Dikasih antibiotik, dia mutasi. Terus pasiennya berhubungan seks lagi, kena lagi, dikasih antibiotik yang sama, ya nggak mempan. Ini yang menyebabkan resistensi makin luas," jelasnya.

Penggunaan antibiotik tanpa resep atau mengandalkan obat yang biasa dipakai orang lain juga berperan dalam mempercepat munculnya bakteri kebal.

dr Boyke menekankan generasi muda harus lebih sadar terhadap risiko dan konsekuensi dari perilaku seksual bebas tanpa perlindungan. Ia menyayangkan bahwa tren seks bebas seperti 'friends with benefits', 'one night stand', hingga praktik open BO semakin dianggap lumrah di kalangan remaja dan dewasa muda.

"Pendidikan seks itu harus disampaikan dengan jujur dan jelas. Bahwa seks bebas bukan cuma soal kehamilan, tapi bisa menyebabkan penyakit menular yang sulit disembuhkan. Bahkan bisa menyebabkan infertilitas, kanker mulut rahim, sampai HIV dan AIDS," tegasnya.

Melihat situasi yang kian mengkhawatirkan, dr. Boyke mendorong pemerintah untuk mengambil langkah konkret di tiga sektor utama. Pendidikan seks harus disampaikan sejak dini, termasuk di sekolah-sekolah, dengan materi yang realistis dan berbasis data, bukan hanya normatif.

NEXT: Gaya hidup bebas para pesohor turut berpengaruh

Pemerintah harus memastikan layanan pemeriksaan IMS, termasuk untuk kelompok marginal seperti komunitas LGBTQ, mudah diakses tanpa diskriminasi. Ia mengingatkan bahwa publik figur, terutama selebritas, perlu lebih bijak dalam menampilkan kehidupan pribadi mereka yang bisa memberi contoh negatif ke generasi muda.

"Artis-artis banyak yang liburan berdua sebelum menikah. Itu seakan jadi pembenaran untuk seks pranikah. Padahal risikonya besar sekali. Harus ada kesadaran bahwa mereka ditonton dan ditiru," ujarnya.

Dengan meningkatnya kasus IMS dan melemahnya efektivitas obat-obatan, ancaman terhadap kesehatan reproduksi generasi muda semakin nyata. Resistensi antibiotik bukan hanya masalah individu, tetapi krisis kesehatan masyarakat yang harus ditangani bersama, dengan edukasi, regulasi, dan keterlibatan aktif semua pihak.

"Kalau kita tidak mulai sekarang, nanti kita kehabisan obat. IMS bisa jadi penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi," tutup dr. Boyke.

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |