Harga Emas Rekor dan Tembus Level US$ 3.200, Ini 5 Penyebabnya

16 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah keadaan ekonomi secara global mengalami banyak ancaman, emas kembali menegaskan posisinya sebagai aset pelindung nilai yang paling dicari.

Merujuk Refinitiv, pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (11/4/2025), harga emas menembus US$ 3.210,02 per troy ons. Harganya melejit 1,13%.

Harga emas di intraday bahkan sempat menyentuh US$ 3.245,28 per troy ons.
Penutupan hari ini adalah yang tertinggi sepanjang masa. Untuk pertama kali dalam sejarah, emas juga menyentuh level US$3.2000.

Kenaikan ini memperpanjang tren positif emas menjadi empat hari. Dalam empat hari tersebut, emas sudah terbang 7,62%.

Emas juga mencetak rekor lainnya yakni kenaikan sepekan. Dalam seminggu, harga emas melesat 6,55% pada pekan ini. Penguatan tersebut menjadi yang tertinggi sejak pekan terakhir Maret 2020 saat dunia diguncang pandemi.

Di tengah ketegangan geopolitik, ancaman resesi, kebijakan moneter yang fluktuatif, dan pelemahan nilai dolar AS, harga emas menunjukkan tren kenaikan yang cukup signifikan.

Tidak hanya investor ritel, tetapi juga bank sentral dunia mulai menambah cadangan emas mereka sebagai bentuk antisipasi terhadap ketidakstabilan ekonomi global. Fenomena ini mencerminkan bagaimana berbagai faktor fundamental saling berkaitan dan mendorong reli harga emas secara global.

Berikut yang mungkin menjadi penyebab harga emas melonjak:

1. Perang Dagang dan Ketegangan Geopolitik

Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk menaikkan tarif impor untuk seluruh negara hingga 10% serta China hingga hingga 145% telah memicu ketegangan perdagangan yang signifikan.

Trump memang menunda pengenaan tarif resiprokal kepada 57 negara selama 90 hari tetapi tetap tidak mampu mengurangi ketidakpastian pasar. 

Langkah ini meningkatkan ketidakpastian ekonomi global, mendorong investor mencari aset safe haven seperti emas. 

2. Adanya Ancaman Resesi Global

Kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global, terutama di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman, mendorong investor untuk beralih ke emas. Emas dianggap sebagai aset yang stabil dan dapat mempertahankan nilainya selama periode ketidakpastian ekonomi. Laporan menunjukkan bahwa investor meningkatkan pembelian emas di tengah melemahnya dolar AS dan kekhawatiran akan resesi.

CEO BlackRock, Larry Fink, mengatakan dalam sebuah wawancara terbaru bahwa Amerika Serikat mungkin sudah berada dalam resesi atau sangat dekat mengalaminya akibat tarif besar-besaran yang diberlakukan oleh Presiden Trump.

"Saya pikir kita sangat dekat, jika tidak sedang berada dalam resesi saat ini," ujar Fink dalam penampilannya di program CNBC "Squawk on the Street" pada Jumat. (11/4/2025).

Ekonom dari Goldman Sachs, yang dipimpin oleh Jan Hatzius, telah mengubah pandangan mereka menjadi lebih pesimistis terhadap ekonomi AS setelah tarif baru yang bersifat spesifik untuk masing-masing negara mulai diberlakukan. Mereka menaikkan peluang terjadinya resesi di AS dari 35% menjadi 45%.

Sementara itu, JP Morgan bahkan lebih agresif, menaikkan probabilitas resesi tahun ini dari 40% menjadi 60%.

Peningkatan kemungkinan resesi ini menunjukkan betapa seriusnya dampak dari kebijakan tarif Presiden Trump terhadap ekonomi domestik. Ketika ketidakpastian meningkat dan biaya impor naik, perusahaan dan konsumen bisa menahan belanja dan investasi-dua faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi.

Namun, perubahan sikap ini terjadi sebelum Trump mengumumkan jeda (pause) untuk tarif tambahan, yang menyebabkan Goldman Sachs merevisi kembali prediksinya dan menurunkan risiko resesi.

Pernyataan ini menyoroti kekhawatiran yang meningkat di kalangan pelaku pasar dan ekonom, bahwa kebijakan perdagangan proteksionis dan ketidakpastian global telah menekan pertumbuhan ekonomi AS.

3. Nilai Dolar AS Anjlok

Indeks dolar anjlok ke 100,14 pada perdagangan Jumat atau terendah sejak Juli 2023. Hal ini merupakan salah satu faktor emas menjadi lebih murah bagi investor yang menggunakan mata uang lain, sehingga meningkatkan permintaan global terhadap logam mulia ini. Pelemahan dolar AS selama beberapa hari berturut-turut telah berkontribusi pada kenaikan harga emas.

4. Kebijakan The Fed

Melambatnya perekonomian AS hingga kemungkinan terjadinya resesi kemungkinan akan mempercepat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga lebih cepat dan besar dari rencana awal yakni 50 bps hingga akhir tahun ini.

Suku bunga yang rendah akan membuat dolar AS melemah dan imbal hasil US Treasury AS turun. Keduanya berdampak positif ke emas.

5. Pembelian Emas oleh Bank Sentral

Bank-bank sentral di seluruh dunia telah meningkatkan cadangan emas mereka sebagai respons terhadap ketidakpastian geopolitik dan ekonomi.

Data World Gold Council menunjukkan bahwa pada 2024, bank sentral memborong 1.045 ton emas ke cadangan mereka, mendekati rekor pembelian tahunan sebelumnya. Langkah ini mencerminkan upaya untuk mendiversifikasi cadangan devisa dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

Pembelian emas bank sentral terus berlanjut sebesar 18 ton pada Januari 2025 dan 29 ton pada Februari 2025.

Dengan banyaknya faktor penyebab di atas dimulai dari perang dagang, ancaman resesi global, pelemahan dolar AS, tekanan inflasi di Amerika Serikat, serta pembelian besar-besaran oleh bank sentral, emas telah mendapatkan kembali kedudukannya sebagai pelindung kekayaan dalam situasi krisis.

Harga yang terus merangkak naik bukan hanya cerminan dari nilai intrinsik emas, tetapi juga menjadi sinyal dari ketidakpastian dan kehati-hatian pasar global.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |