Liputan6.com, Jakarta - Mudik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disinonimkan dengan istilah pulang kampung, adalah kegiatan perantau/pekerja migran untuk pulang ke kampung halamannya.
Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang Idul Fitri, Idul Adha, Natal & Tahun Baru dan Hari besar Nasional.
Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dan sungkeman dengan orang tua.
Banyak moda transportasi yang bisa dipilih saat mudil mulai pesawat terbang, kereta api, kapal laut, bus, dan kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor, bahkan truk dan bajaj dapat digunakan untuk mudik.
Ya, suasana menjelang lebaran selalu identik dengan tradisi mudik. Jutaan orang dari berbagai penjuru negeri berbondong-bondong kembali ke kampung halaman. Namun, apakah mudik hanya sebatas perjalanan fisik dari kota ke desa?
Bagi sebagian besar masyarakat, mudik adalah momentum bertemu keluarga, melepas rindu, serta merayakan hari raya bersama orang-orang tercinta. Persiapan pun dilakukan jauh-jauh hari, mulai dari membeli tiket, mempersiapkan kendaraan, hingga membawa oleh-oleh untuk sanak saudara.
Di balik itu semua, Islam ternyata memberikan makna yang lebih dalam tentang mudik. Tidak sekadar pulang ke kampung halaman, tetapi juga mengingatkan manusia akan mudik hakiki, yaitu pulang ke kampung akhirat.
Simak Video Pilihan Ini:
Berkah, Kursi Roda untuk Nenek Lumpuh
Mudik adalah Pengingat
Fenomena ini kemudian dikupas tuntas oleh pendakwah muda Muhammadiyah Ustadz Adi Hidayat atau yang karib disapa UAH dalam sebuah kajian yang menyoroti makna sejati dari mudik menurut perspektif Islam.
UAH menyampaikan bahwa saat ini Allah sebenarnya sedang memberikan isyarat kepada umat manusia tentang hakikat mudik yang sesungguhnya. "Jadi sekarang ini, ini diberikan oleh Allah itu pengingat mudik, mudik, mudik, cari bekal, cari bekal," ujar UAH dalam kajian di kanal YouTube @aydanrabannichanne.
UAH menegaskan bahwa setiap kali memasuki momen lebaran, Allah sedang mengingatkan manusia untuk bersiap menghadapi mudik yang sejati, yaitu kembali ke akhirat.
Menurut UAH, ketika manusia disibukkan mempersiapkan mudik dunia, jangan sampai lupa bahwa mudik yang hakiki justru adalah pulang ke kampung akhirat yang pasti akan dijalani oleh setiap manusia.
"Ditanya oleh Allah, kalau kalian nanti mudik beneran, pulang, bekalnya sudah siap belum?" ucap UAH dengan tegas. Pernyataan ini menggugah kesadaran bahwa bekal untuk mudik ke akhirat tidak kalah penting dari mudik ke kampung halaman.
UAH menjelaskan, saat ini orang-orang begitu semangat menyiapkan bekal mudik dunia, tapi sering kali lupa menyiapkan bekal mudik akhirat yang lebih penting dan abadi.
Ia melanjutkan, "Sekarang orang nyiapkan bekal mudik dunia, mudik akhiratnya yang pulang betulan enggak disiapkan," tegas UAH.
UAH pun mengajak jamaah untuk merenung dan bertanya dalam hati, apakah sudah benar-benar menyiapkan bekal untuk mudik akhirat? Sebab, waktu kepulangan ke kampung akhirat sudah pasti, hanya saja kapan waktunya yang tidak diketahui.
"Ya Allah memang suasananya bagaimana untuk pulang ke sana itu?" tutur UAH mengutip pertanyaan yang seharusnya selalu hadir di benak setiap Muslim.
Kebaikan dan Keindahan Tempat Mudik Abadi
Lebih lanjut, UAH menjelaskan bahwa Allah sudah memberikan gambaran tentang keindahan kampung akhirat. Hal ini tercantum dalam Al-Qur'an surat Al-A'la ayat 17 yang menyebutkan, "Walal akhiratu khairun wa abqa" yang artinya "Dan sungguh, kampung akhirat itu lebih baik dan lebih kekal."
"Walal akhiratu khairu wa abqa, akan lebih indah, enggak kebayang," jelas UAH, menyampaikan bahwa keindahan akhirat tidak bisa dibayangkan oleh akal manusia, bahkan tidak ada yang mampu menyamakannya.
UAH juga mengutip penjelasan Nabi Muhammad yang menggambarkan suasana kampung akhirat dengan sangat indah. Di sana terdapat sungai-sungai yang mengalir, pepohonan rindang yang berbuah, serta bidadari yang gemerlap seperti mutiara.
"Tempatnya gak pernah dilihat sebelumnya, enggak pernah sama dengan yang kita bayangkan," ungkap UAH dengan penuh keyakinan, menyampaikan bahwa keindahan akhirat melampaui segala ekspektasi manusia.
Bukan hanya itu, dalam surga disediakan segala kenikmatan yang tidak bisa ditemui di dunia. Terdapat kolam susu yang mengalir, sungai madu, buah-buahan segar yang menggoda, dan berbagai kenikmatan lain yang abadi.
UAH pun menegaskan, semua kenikmatan itu adalah janji Allah yang disampaikan langsung di dalam Al-Qur'an, bukan sekadar dongeng atau khayalan.
"Kalau dengar begini, ini yang Allah sampaikan asli di Quran ya," tegas UAH, memastikan bahwa gambaran surga bukanlah rekaan manusia, melainkan firman Allah yang pasti kebenarannya.
Oleh karena itu, UAH mengingatkan agar umat Islam tidak hanya sibuk dengan mudik dunia, tetapi juga menyiapkan diri untuk mudik akhirat. Sebab, mudik yang sejati adalah saat kembali kepada Allah dengan membawa bekal amal yang cukup.
UAH menutup kajian dengan ajakan agar setiap Muslim selalu mempersiapkan bekal terbaik untuk perjalanan pulang yang hakiki. "Kalau mudik dunia bisa dipersiapkan maksimal, kenapa mudik akhirat tidak?" pungkas UAH.
Jika mau diringkas, inti dari pesan ini adalah: jangan hanya menyiapkan koper, tiket, dan oleh-oleh, tapi siapkan juga iman, amal, dan keikhlasan sebagai bekal menuju mudik yang sesungguhnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul