Liputan6.com, Jakarta - Puasa tidak hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum. Ibadah puasa mencakup kontrol terhadap seluruh aspek kehidupan, seperti menjaga lisan, hati agar tidak tergoda oleh keinginan duniawi dan segala bentuk dosa.
Puasa merupakan proses yang melibatkan seluruh anggota tubuh dan jiwa, sehingga seseorang dapat merasakan peningkatan kualitas hidup, baik dalam aspek spiritual, sosial, dan bahkan fisik.
Oleh karena itu penting bagi kita untuk menjalankan puasa dengan sebaik mungkin dan menghindari diri dari segala hal yang dapat membatalkan maupun merusak pahala puasa.
Di tengah pesatnya perkembangan zaman dan dunia digital, muncul berbagai fenomena baru yang mungkin dapat memengaruhi konsentrasi kita dalam menjalankan ibadah puasa.
Salah satu fenomena tersebut adalah mukbang. Mukbang merupakan istilah yang berasal dari Korea Selatan berupa video atau siaran langsung di mana seseorang makan dalam porsi besar, biasanya dengan suara-suara yang terdengar sangat menggugah selera.
Bagi banyak orang, menonton video mukbang termasuk kegiatan yang menyenangkan dan menarik. Namun, bagi umat Muslim yang sedang berpuasa menjadi satu hal yang patut untuk dipertimbangkan terutama mengenai hukumnya.
Saksikan Video Pilihan ini:
Pupuk Air Liur Karya Santri Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus Cilacap
Hukum Menonton Mukbang Saat Puasa
Dikutip dari laman bincangmuslimah.com, menjelaskan bahwa menonton pertunjukan mukbang tidak membatalkan puasa, namun menyingkirkan makanan dari hadapan kita termasuk hal yang sunnah saat puasa. Nah, bagaimana jika makanan tersebut tidak ada di depan kita secara fisik, namun dapat kita lihat bentuknya dan dengar efek suara orang yang memakannya. Apakah hal tersebut sama?
Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al- Malibari dalam kitab Fathul Muin menjelaskan
سن (كف) نفس عن طعام فيه شبهة، و (شهوة) مباحة. من مسموع، ومبصر، ومس طيب، وشمه.
“Sunnah menyingkirkan makanan yang syubhat dan menahan diri dari menuruti kehendak hawa nafsu yang mubah, baik berupa suara, pandangan mata dan menyentuh atau menghirup wewangian.”
Sayyid Abu Bakar Syatha dalam kitab I’anatu al-Thalibin menerangkan maksudnya orang yang puasa hendaknya menghindari diri dari makanan yang syubhat apalagi haram terutama ketika berbuka puasa.
Pentingnya Menjaga Diri dari Hal yang Membangkitkan Nafsu
Selain itu, selama puasa hendaknya juga menghindari diri untuk mengikuti hawa nafsu seperti melihat orang makan. Suara orang yang makan adalah suara yang diperbolehkan dan melihat orang yang makan adalah pandangan yang diperbolehkan.
Namun, meskipun keduanya hal yang boleh akan lebih baik dan lebih utama jika kita menghindar dari sesuatu yang membuat kita menginginkannya.
Sayyid Abu Bakar Syatha juga menekankan, lebih baik menahan diri dari mendengar dan melihat sesuatu yang membuat diri menginginkannya, sebagaimana penjelasan berikut
قوله: من مسموع إلخ) بيان للشهوة، وهو يفيد أن المراد بالشهوة: المشتهى. وبه يندفع ما يقال أن الشهوة هي ميل النفس إلى المطلوب، وهي لا يمكن كف النفس عنها، والتحري عنها. وحاصل الدفع أن المراد بها المشتهى، وهو المسموع والمبصر، ومس الطيب، وشمه
“Maksudnya suara yang membangkitkan hawa nafsu/ keinginan yaitu condongnya diri kepada sesuatu yang diinginkan dan ia tidak bisa menahan diri darinya dan menghindarinya. Hendaknya ia menghindar dari hal-hal yang menggoda baik berupa suara dan padangan menyentuh dan menghirup wewangiannya.”
Jadi kesimpulannya meskipun tidak sampai membatalkan puasa, namun lebih utama dan disunnahkan menghindari untuk melihat dan mendengar pertunjukan orang yang makan mukbang, sebab kemakruhannya ditakutkan bisa mengurangi pahala puasa.