Penuh Drama: Ini Perjalanan Rupiah Hingga Ambruk Rp 16.500/US$1

18 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tahun 2025 nilai tukar rupiah menghadapi tekanan hebat dari berbagai dinamika global, mulai dari kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump hingga meningkatnya konflik geopolitik di Timur Tengah.

Rentetan peristiwa ini membuat pergerakan rupiah sangat fluktuatif, menyentuh titik terlemahnya di Rp16.850/US$ pada April dan kembali ke level Rp16.500/US$ di awal Agustus.

Tim Riset CNBC Indonesia merangkum momen-momen paling krusial yang membentuk perjalanan rupiah sepanjang tahun ini.

8 April 2025 - Rupiah Tersungkur ke Level Terendah Akibat Tarif Trump

Rupiah terperosok ke titik terlemahnya sepanjang 2025, setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif global yang agresif. Kebijakan ini diumumkan pertama kali pada 2 April 2025 dan langsung memicu gejolak di pasar keuangan global, termasuk tekanan tajam terhadap nilai tukar rupiah.

Merujuk data Refinitiv, pada Selasa (8/4/2025), rupiah ditutup melemah signifikan sebesar 1,84% ke level Rp16.850/US$. Ini menjadi salah satu pelemahan harian terdalam tahun ini.

Indonesia dikenai tarif resiprokal atau timbal balik hingga 32% karena besarnya defisit AS ke Indonesia. Pada 2 April 2025, Presiden AS, Donald Trump mengumumkan tarif global dengan dasar 10% untuk semua impor dan bea masuk yang jauh lebih tinggi untuk beberapa mitra dagang terbesar AS.

Langkah tersebut memicu kekhawatiran serius di pasar keuangan, karena menandai babak baru dalam perang dagang global. Investor asing mulai menarik diri dari pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia, dan memicu aliran modal keluar serta meningkatnya volatilitas rupiah.

Ketegangan meningkat lebih jauh ketika pada 8 April, Trump kembali mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 50% terhadap impor dari China jika Beijing tidak segera mencabut kebijakan tarif balasannya.

23 Mei 2025 - Rupiah Berhasil Menguat Pasca Tarif Trump

Nilai tukar rupiah berhasil mencatatkan penguatan sejak di umumkannya resiprokal tarif pada 2 April 2025, yang membuat rupiah jatuh ke level teredahnya di 2025. Untungya, pada 9 April 2025 Trump mengumumkan akan menunda penerapan tarif resiprokal untuk semua negara selama 90 hari.

Dalam periode tersebut, semua negara hanya akan dikenakan tarif impor ke AS sebesar 10% sambil melakukan negosiasi bilateral dengan Amerika Serikat.

Meskipun pengumuman tersebut tidak berlaku bagi China, Trump justru menaikkan tarif impor barang asal China hingga menjadi 125%. Meskipun akhirnya AS dan China bersepakat untuk menurunkan tarif impor barang dari China menjadi 30% dan produk asal AS ke China hanya dikenakan 10%.

Langkah ini menjadi sentimen positif bagi pelaku pasar, membuat kekhawatiran akan dampak perang tarif antara AS dan China sedikit memudar. Hal ini membuat penguatan terhadap nilai tukar rupiah sampai pada 23 Mei 2025, rupiah berhasil mencapai level terendahnya sejak Februari 2025 atau sebelum kebijakan Tarif Trump di umumkan.

Rupiah berhasi ditutup menguat di level Rp16.215/US$ pada penutupan perdagangan Jumat, 23 Mei 2025.

23 Juni 2025 - Rupiah kembali melemah hingga hamper menyentuh level Rp16.500

Sejak 23 Mei 2025, rupiah justru kembali mengalami pelemahan terhadap dolar AS, hingga puncaknya terjadi pada 23 Juni 2025, nilai tukar rupiah melemah 0,61% di level Rp16.480/US$ atau hampir menembus level psikologis nya Rp16.500/US$.

Pelemahan ini terjadi seiring dengan konflik geopolitik yang terjadi di Timur Tengah antara Israel dan Iran. Hal ini dimulai Ketika Israel meluncurkan Operasi Rising Lion, pada Jumat (13/6/2025), serangan ini menggempur fasilitas nuklir di beberapa daerah di Iran.

Selang beberapa jam setelah serangan tersebut, Iran meluncurkan serangan balik menggunakan rudal balistik ke puluhan target dan pangkalan militer Israel dalam operasi yang disebut True Promise III.

HAL ini menyebabkan naiknya eskalasi perang di Timur Tengah, hingga membuat kekhawatiran pelaku pasar akan ketidakpastian global. Ini membuat nilai tukar mata uang emerging country termasuk rupiah mengalami tekanan.

1 Juli 2025 - Rupiah Menguat Seiring Dengan Meredanya Konflik Geopolitik Timur Tengah

selang beberapa jam dari serangan Amerika ke Iran, Presiden AS Donald Trump langsung mengumumkan gencatan senjata antara Israel dan Iran. Hal ini membuat meredanya ketegangan akan konflik di Timur Tengah.

Sejalan dengan gencatan senjata tersebut, pelaku pasar merespon dengan penguatan terhadap mata uang emerging country termasuk rupiah.

Hingga pada 1 Juli 2025, rupiah tercatat dibuka menguat di level Rp16.210/US$ menandakan level terkuat sejak memanasnya konflik geopolitik di Timur Tengah.

1 Agustus 2025 - Rupiah Tembus Rp16.500/US$, Deadline Negosiasi Tarif Dagang Trump

Sepanjang Juli 2025, rupiah justru kembali mengalami pelemahan yang cukup signifikan. Pada hari terkahir perdagangan Juli 2025, rupiah ditutup melemah 0,40% di posisi Rp16.450/US$. Hingga pada Jumat (1/8/2025) nilai tukar rupiah dibuka tembus di level Rp16.500 atau melemah 0,30%.

Hal ini terjadi seiring dengan penguatan indeks dolar AS (DXY) yang menunjukkan kenaikan yang kuat. Indeks dolar AS mencatatkan penguatan signifikan, didorong oleh perkembangan positif dalam negosiasi tarif antara AS dan sejumlah mitra dagangnya.

Negosiasi yang berlangsung selama sebulan terakhir berhasil mencapai titik terang dengan beberapa negara. AS disebut telah mencapai kesepakatan dagang baru dengan Vietnam, Inggris, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, hingga Indonesia. Hasilnya, tarif yang dikenakan mengalami penurunan dibandingkan dengan besaran tarif resiprokal yang diumumkan pada awal April lalu.

Selain itu, langkah agresif Presiden Trump pada Kamis (31/7/2025) kembali meningkatkan tensi perdagangan global. Trump menegaskan penerapan tarif global sebesar 10% dan memberlakukan bea masuk balasan hingga 41% terhadap negara-negara yang tidak memiliki perjanjian dagang dengan Amerika Serikat. Selain itu, Trump juga mengumumkan tarif sebesar 40% untuk barang-barang yang dianggap melakukan transshipment, atau pengalihan jalur pengiriman, guna menghindari tarif yang sudah ada.

Langkah ini langsung memicu kekhawatiran pasar akan eskalasi perang dagang yang lebih luas, sehingga mendorong pelaku pasar memburu dolar AS. Akibatnya, nilai tukar negara berkembang termasuk rupiah kembali mengalami tekanan.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |