PLTU Cirebon-1 Batal Disuntik Mati, Ternyata Ini Alasannya

1 hour ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah membatalkan rencana pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara Cirebon-1 berkapasitas 1 x 660 Megawatt (MW) milik PT Cirebon Electric Power (CEP).

Proyek yang sebelumnya digadang-gadang bakal dipensiunkan pada 2035 mendatang atau lebih cepat 7 tahun dari rencana awal 2042 tersebut akhirnya batal dilaksanakan karena adanya pertimbangan teknis.

"Jadi salah satunya ada pertimbangan teknis," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto dalam acara Konferensi Pers terkait Perkembangan Implementasi Just Energy Transition Partnership (JETP) dikutip Rabu (10/12/2025).

Airlangga menilai PLTU Cirebon-1 masih memiliki umur operasi yang panjang, serta menggunakan teknologi critical dan supercritical yang dianggap relatif lebih efisien dan ramah lingkungan.

"Dan teknologinya juga sudah critical, supercritical, dan relatif, itu lebih baik sehingga nanti dicarikan alternatif lain yang usianya lebih tua, dan lebih terhadap lingkungannya memang sudah perlu di-retire. Alternatifnya PLTU juga," ujarnya.

Sebelumnya PLTU Cirebon-1 merupakan salah satu proyek prioritas yang direncanakan masuk dalam skema JETP, khususnya untuk program pensiun dini PLTU batu bara.

Sebagaimana diketahui, proyek JETP diresmikan pada November 2022 di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, saat Indonesia menjadi tuan rumah. Kemitraan ini diluncurkan antara Pemerintah Indonesia dan negara-negara maju seperti AS, Jepang, Uni Eropa dan lainnya.

Presiden Amerika Serikat (AS) saat itu yakni Joe Biden, mengungkapkan pihaknya dan negara-negara maju tergabung dalam G7 berkomitmen mendanai hingga US$ 20 miliar untuk mempercepat pelaksanaan transisi energi di Indonesia, khususnya untuk meninggalkan penggunaan batu bara sebagai sumber energi.

Pendanaan JETP Meningkat

Menko Airlangga menyampaikan bahwa pendanaan dari JETP mengalami peningkatkan US$21,4 miliar atau Rp 356 triliun (asumsi kurs Rp 16.646 per US$) dari sebelumnya US$ 20 miliar.

"Just Energy Transition ini sudah disiapkan dana untuk Indonesia. Komitmennya US$20 miliar dari sekarang, sudah meningkat menjadi US$21,4 miliar," ujar Airlangga

Lebih rinci Airlangga mengatakan komitmen tersebut berasal dari International Partners Group (IPG) sebesar US$11 miliar dan senilai US$10 miliar dari Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).

"Ini menunjukkan kuatnya kepercayaan internasional terhadap proyek-proyek renewable di Indonesia," ujar Airlangga.

Airlangga menyatakan, bahwa Komitmen US$21,4 miliar menjadi oportuniti untuk mempercepat proyek-proyek transformasi energi di Indonesia.

Hingga November 2025, Indonesia telah berhasil memobilisasi US$3,1 miliar melalui skema JETP, sementara US$5,5 miliar lainnya sedang dalam proses negosiasi untuk proyek-proyek konkret.

Ada sejumlah negara mitra juga memberikan dukungan teknis berupa studi dan kerangka implementasi.

"Inggris, Irlandia juga menyampaikan studi mengenai Just Framework yang sudah memberikan langkah-langkah implementatif untuk memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia dan inklusivitas dalam transisi energi," imbuhnya.

Adapun sejumlah proyek yang sedang dan akan dijalankan melalui skema pendanaan JETP, antara lain Green Energy Corridor Sulawesi (GECS), program de-dieselisasi, proyek geothermal di Sumatra, serta proyek Waste to Energy.

(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |