Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan terjadi lagi di Eropa. Kali ini antara Rusia dan Prancis.
Hal tersebut terjadi setelah komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron, Rabu lalu. Ia akan membahas perluasan pencegah nuklir Prancis ke mitra Eropa dan mengemukakan pengiriman pasukan Eropa ke Ukraina untuk menegakkan kesepakatan damai.
Dalam pidatonya, Macron mengatakan bahwa Prancis "sangat khawatir" tentang dimulainya "era baru" dunia setelah Donald Trump memulai tugas keduanya di Gedung Putih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Trump membalikkan sejumlah kebijakan AS tentang Ukraina dan membuat perpecahan dengan Eropa.
"Rusia sebagai ancaman bagi Prancis dan Eropa," katanya seraya mengungkap ada pembicaraan dengan Friedrich Merz, calon kanselir Jerman baru.
Hal ini pun langsung dikomentari Kremlin. Rusia pada hari Kamis menuduh Prancis ingin "melanjutkan" perang.
"Pidato itu memang sangat konfrontatif," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov dikutip AFP, Jumat (7/3/2025).
"Perasaannya adalah Prancis ingin perang terus berlanjut," tegasnya.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyebut pernyataan Macron sebagai ancaman. Apalagi, ujarnya, pernyataan macron mengarahkan senjata nuklir ke Rusia.
"Tentu saja itu ancaman terhadap Rusia. Jika dia melihat kita sebagai ancaman..." tambahnya.
"Dan mengatakan bahwa perlu menggunakan senjata nuklir, sedang mempersiapkan penggunaan senjata nuklir terhadap Rusia, tentu saja itu ancaman," jelasnya.
Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri menunjuk Macron dan menjulukinya Napolean Bonaparte. Ini merujuk ke kaisar Prancis yang menginvasi Kekaisaran Rusia pada tahun 1812 dalam kampanye militer enam bulan yang membawa bencana dan berakhir dengan kemenangan Rusia.
"Masih ada orang yang ingin kembali ke masa Napoleon, melupakan bagaimana itu berakhir," ujarnya.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump-Putin Dituduh Bersekongkol Setop Bantuan ke Ukraina
Next Article NATO Akui 'Takut' dengan Nuklir Rusia, Putin Sudah Siaga Perang