Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Singapura menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonominya untuk tahun ini. Negara yang bergantung pada perdagangan itu bersiap menghadapi dampak tarif yang luas dan perang dagang Amerika Serikat (AS)-China.
Meskipun Presiden Donald Trump memberlakukan tarif dasar 10% pada Singapura, negara kota itu rentan terhadap perlambatan ekonomi global yang disebabkan oleh pungutan yang jauh lebih tinggi pada puluhan negara lain. Pasalnya ketergantungannya yang begitu besar pada perdagangan internasional.
Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) mengatakan perkiraan awal menunjukkan bahwa ekonomi tumbuh 3,8% tahun-ke-tahun (yoy) pada kuartal pertama (Q1). Ini lebih lambat dari 5,0% pada kuartal sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini diperkirakan hanya mencapai 0,0% sampai 2,0%. Angka yang jauh dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar 1,0-3,0%.
"Tarif besar-besaran yang diberlakukan oleh AS, dan perang dagang yang sedang berlangsung antara AS dan Tiongkok, diperkirakan akan membebani perdagangan global dan pertumbuhan ekonomi global secara signifikan," kata kementerian tersebut.
"Secara khusus, prospek pertumbuhan AS telah memburuk karena meningkatnya biaya impor kemungkinan akan melemahkan konsumsi. Prospek pertumbuhan Tiongkok juga telah melemah karena pertumbuhan ekspornya diperkirakan akan terhenti di tengah perang dagang dengan AS," jelasnya lagi.
"Pertumbuhan untuk negara-negara Asia lainnya akan terpengaruh secara negatif oleh penurunan permintaan eksternal yang sebagian disebabkan oleh dampak tarif yang lebih luas pada perdagangan dan pertumbuhan global," tambahnya.
Kementerian tersebut mengatakan situasi akan terus berkembang antara AS dan negara-negara ekonomi lainnya. Ini membuat pemerintah mempertimbangkan langkah-langkah mereka di tengah meningkatnya volatilitas pasar.
Dalam langkah terpisah, Otoritas Moneter Singapura (MAS) melonggarkan kebijakan moneter untuk kedua kalinya berturut-turut guna membantu mengatasi dampak tarif AS yang besar. Sebelumnya MAS melakukannya pada Januari, pertama sejak 2020.
MAS mengatakan akan mengurangi tingkat apresiasi rentang kebijakannya yang dikenal sebagai nilai tukar efektif nominal dolar Singapura (S$NEER), karena menurunkan proyeksi inflasi inti akibat prospek ekonomi yang diperkirakan melemah. MAS mengelola kebijakan moneter melalui nilai tukar, bukan suku bunga, dengan membiarkan dolar Singapura menguat atau melemah terhadap mata uang mitra dagang utama negara tersebut dalam rentang yang dirahasiakan.
"MAS akan melanjutkan kebijakan apresiasi yang sederhana dan bertahap dari rentang kebijakan S$NEER," katanya dikutip CNBC International.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Susunan Lengkap Pengurus Danantara - China Ketemu Cadangan Emas
Next Article Singapura Naikkan Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi 2024, 3,5%