Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan positif pada kuartal satu 2025 di tengah kondisi ekonomi global yang gonjang ganjing. Optimisme Sri Mulyani bertolak belakang dengan proyeksi OECD yang melihat akan ada perlambatan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Tiga komponen penting konsumsi, investasi, dan ekspor ketiganya bagus. Growth di Q1 akan tetap terjaga dan kita jaga terus sampai akhir tahun," kata Sri Mulyani pada Selasa (18/3/2025).
Ia menjelaskan ada tiga indikator yang akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertama adalah neraca dagang Indonesia pada Februari yang surplus US$3,12 miliar. Raihan tersebut menggenapi tren surplus selama 58 bulan sejak era Covid-19.
Kedua adalah aktivitas PMI manufaktur yang berada di zona ekspansif dari sebelumnya kontraksi.
"Kedua, PMI di angka 53,6. Saya sampaikan kemarin PMI 53,6 adalah recover dari posisi yang tadinya di bawah 50. Tadinya kontraksi jadi ekspansif. Ini diukur indeks PMI menunjukkan aktifitas yang bagus," ucap Sri Mulyani.
Ketiga adalah investasi yang diharapkan masuk dari kondisi konsumsi baik dan manufaktur yang ekspansif.
Sementara itu, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini menjadi 4,9% pada 2025. Proyeksi ini terungkap dalam laporan terbaru OECD Economic Outlook, Interim Report March 2025 'Steering to Uncertainty' yang dirilis 17 Maret 2025.
Adapun, dalam laporan OECD pada Desember 2024, Indonesia masih diperkirakan tumbuh 5,2% pada 2025. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ini sejalan dengan disrupsi ekonomi di beberapa negara berkembang lainnya, terutama yang masuk ke dalam kelompok G20. Kendati demikian, OECD melihat perlambatan ekonomi di Indonesia tidak akan sesignifikan China.
"Perlambatan tersebut diproyeksikan tidak terlalu terasa di India dan Indonesia, dengan kedua ekonomi tersebut mengalami beberapa dukungan untuk pertumbuhan ekspor karena mereka menarik bisnis baru yang dialihkan dari negara-negara pengekspor yang menghadapi kenaikan tarif yang lebih tajam," tulis OECD dalam laporannya, dikutip Selasa (18/3/2025).
(ras/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Kontribusi Industri Manufaktur ke PDB Capai 18,98 % Pada 2024
Next Article Dihantam Xi Jinping-Trump, Sri Mulyani Masih Pede Ekonomi RI Tumbuh 5%