loading...
Para tentara Prancis mulai hengkang dari Senegal, negara bekas jajahannya di Afrika Barat. Foto/Anadolu
DAKAR - Para tentara Prancis mulai meninggalkan Senegal, negara bekas jajahannya di Afrika Barat.
Hengkangnya pasukan Prancis itu ditandai dengan penyerahan dua fasilitas militer kepada Senegal.
Kedutaan Besar Prancis di Dakar telah mengumumkan penyerahan dua fasilitas militer tersebut pada hari Senin, sebagaimana dilansir Russia Today, Selasa (11/3/2025).
Langkah Prancis itu terjadi hanya beberapa minggu setelah Paris dan Dakar membentuk komisi bersama untuk menyelesaikan penyerahan pangkalan dan penarikan sekitar 350 tentara Prancis di negara Afrika Barat itu hingga akhir tahun 2025.
November lalu, Presiden Senegal Bassirou Diomaye Faye menyatakan bahwa pasukan Prancis akan meninggalkan Senegal, menyebut kehadiran mereka tidak sesuai dengan kedaulatan Senegal.
"Sesuai dengan keputusan komisi bersama...pihak Prancis mengembalikan kepada pihak Senegal fasilitas dan perumahan di distrik Marechal dan Saint-Exupery," kata Kedutaan Prancis di Senegal dalam sebuah pernyataan tertanggal Jumat pekan lalu, mengacu pada instalasi militer di Ibu Kota Senegal, Dakar.
"Terletak di dekat Taman Hann, distrik-distrik ini siap untuk dikembalikan sejak musim panas tahun 2024," katanya, seraya menambahkan bahwa lokasi lain akan dipindahkan sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama.
Pemerintah baru Senegal, yang baru berkuasa kurang dari setahun, telah mengambil sikap keras terhadap kehadiran pasukan Prancis, mengikuti tren regional di mana bekas koloni memutuskan hubungan pertahanan dengan Paris.
Negara-negara tetangga Senegal di Afrika Barat; Burkina Faso, Mali, dan Niger, semuanya telah memutuskan hubungan dengan Paris atas dugaan kegagalan dalam memerangi pemberontak jihadis dan telah berupaya bekerja sama pertahanan dengan Rusia.
Bulan lalu, Prancis menyerahkan kamp militer Port-Bouet—satu-satunya pangkalan militernya di Pantai Gading—kepada otoritas negara Afrika Barat tersebut.
Presiden Pantai Gading Alassane Ouattara mengatakan dalam pidato akhir tahunnya pada bulan Desember bahwa keluarnya sekitar 600 tentara Prancis dimaksudkan untuk memodernisasi angkatan bersenjata nasional.
Pada akhir Januari, militer Prancis menyerahkan pangkalannya yang tersisa di Chad, yang merupakan basis terakhir Prancis di wilayah Sahel yang bermasalah setelah pemerintah negara Afrika Tengah itu secara tak terduga mengakhiri kemitraan militer dengan mantan penguasa kolonialnya pada bulan November, dan menyatakan pakta tersebut “sudah tidak berlaku lagi".
(mas)