Liputan6.com, Jakarta - Setiap hari, kita sering berinteraksi dengan orang-orang di sekitar. Terutama pada momen berbuka di bulan Ramadhan, menjadi ajang untuk bersilaturhami dan berkumpul bersama.
Terkadang, kita menerima makanan berbuka puasa dari berbagai sumber, termasuk dari tetangga atau pun teman nonmuslim. Dalam Islam, hubungan sosial dengan nonmuslim merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan dari prinsip hidup berdampingan secara harmonis.
Sebagai umat Muslim, kita diajarkan untuk selalu bijaksana dalam menjalani kehidupan sosial dengan siapa pun, termasuk dengan mereka yang berbeda agama.
Dalam konteks ini, Ustadz Khalid Basalamah memberikan penjelasan penting mengenai hukum serta syarat-syarat yang harus diperhatikan ketika menerima dan mengonsumsi makanan berbuka yang diberikan oleh nonmuslim.
Beliau mengajak kita untuk dapat memahami aturan agama dengan baik sekaligus menjalani kehidupan sosial dengan penuh kedamaian dan sesuai dengan tuntunan syariat.
Saksikan Video Pilihan ini:
Kisah Pengusaha Tionghoa Bantu Pejuang Perang Gerilya di Pegunungan Cilacap
Kisah Wanita Yahudi yang Memberikan Daging Beracun kepada Nabi SAW
Ustadz Khalid Basamalah mengungkap sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Anas radhiyallahu ‘anhu tentang seorang wanita Yahudi yang memberikan daging domba beracun kepada Nabi Muhammad SAW.
"Dari Anas Rradhiyallahu 'anhu, 'Beliau berkata bahwasanya ada seorang wanita Yahudi menemui Nabi SAW dengan membawa daging domba yang beracun, lalu Beliau memakannya, masih di sini kita tidak tahu kalau itu ada racunnya."
"Lalu wanita itu didatangkan, lalu dikatakan 'apakah sebaiknya kita bunuh dia?' Para sahabat mengatakan kita bunuh enggak perempuan ini, wanita Yahudi yang membuat racun atau menyebarkan atau memberikan daging yang beracun kepada Nabi SAW."
"Maka Beliau menjawab 'Shallallahu Alaihi Wasallam, jangan! Anas lalu berkata, aku masih tetap mengenali bekas racun itu di langit-langit Rasulullah SAW,'" sebagaimana disampaikan Ustadz Khalid, mengutip hadis yang diriwatkan oleh Anas radhiyallahu ‘anhu.
Beliau kemudian menjelaskan salah satu kandungan dalam hadis tersebut, bahwa menerima makanan atau hadiah dari nonmuslim diperbolehkan dalam Islam, meskipun yang memberikan adalah seorang Yahudi dan mereka dianggap musyrik ataupun kafir.
Hukum dan Syarat Menerima Makanan dari Nonmuslim
Seorang Muslim diperbolehkan menerima dan mengonsumsi makanan yang diberikan, misalnya oleh tetangga nonmuslim, dengan syarat makanan tersebut tidak mengandung unsur haram, seperti daging yang memang diperbolehkan dalam Islam.
"Selama memang sesuatu yang diberikan itu bukan haram, bukan suatu haram, misalnya anjing, Naudzubillah! Babi atau hewan-hewan yang bertaring. Selama itu hewan halal dimakan dan hukumnya hukum zhohir, hukum zhohir artinya kita taunya ini diberikan ya sudah kita makan saja, gitu ya," jelas Ustadz Khalid.
Kita juga tidak perlu curiga berlebihan mengenai asal-usul makanan yang diterima, selama mengetahui dengan pasti bahwa makanan tersebut halal menurut hukum Islam.
"Kita tidak perlu tanya orang ini darimana sumbernya, kita diberikan kita kasih, kita terima selama itu memang dasarnya halal makanan itu halal dalam Islam," ungkapnya.
Pengecualian berlaku, jika kita mengetahui dengan pasti bahwa makanan atau hadiah tersebut berasal dari sumber yang haram. Namun, jika tidak ada kepastian mengenai sumbernya, maka secara umum kita bisa menerima pemberiannya.
"Kecuali kita sudah tahu jelas sumbernya dia, misalnya seseorang pencuri atau koruptor atau memang dia kerja di tempat yang haram, kita sudah tahu pasti sumbernya dan dia beli dari uang itu jangan kita makan. Tapi kalau kita tidak tahu maka umum hukumnya tentunya," pungkasnya, dikutip dari YouTube Khalid Basalamah Official.