- Pasar Indonesia berakhir beragam kemarin: IHSG ditutup berdarah-darah, yield SBN juga naik tetapi rupiah menguat
- Wall Street ambruk berjamaah karena meningkatnya kekhawatiran hubungan China-AS
- Keputusan Bank Indonesia serta kebijakan ekonomi dalam negeri menjadi penggerak pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia berakhir beragam pada perdagangan kemarin, Rabu (22/10/2025). Pasar saham ambruk sementara rupiah menguat.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih volatile pada hari ini. Selengkapnya mengenai pasar keuangan hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi dalam pada perdagangan kemarin, Rabu (22/10/2025) usai keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang memutuskan untuk menahan suku bunga acuan.
Pada penutupan perdagangan, indeks melemah 1,04% ambruk 85,53 poin ke level 8.152,55.
Sebanyak 321 saham naik, 349 turun, dan 139 tidak bergerak. Nilai transaksi kemarin terbilang ramai, yakni Rp 23,02 triliun, melibatkan 29,56 miliar saham dalam 2,44 juta kali transaksi.
Dari sisi foreign, asing mencatatkan nilai transaksi net buy sebesar Rp 170 milyar dengan nilai paling besar di PT Bank Central Asia (BBCA) berada di level Rp 235 milyar, PT Astra International (ASII) di 167 milyar, dan PT Petrosea (PTRO) di Rp 97 milyar. Sementara dari sisi net sell terdapat PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) di Rp 241 milyar, PT Aneka Tambang (ANTM) Rp 57 milyar dan PT Bank Mandiri (BMRI) Rp 55 milyar hingga akhir penutupan pasar sesi II.
Mayoritas sektor perdagangan melemah, dengan hanya sektor properti dan industri yang menguat. Sedangkan koreksi sektoral terbesar dicatatkan oleh oleh barang baku, finansial dan teknologi.
Pemberat utama kinerja IHSG kemarin adalah deretan saham blue chip kapitalisasi pasar besar yang sempat menguat pada perdagangan kemarin.
Saham emiten perbankan kompak melemah, dengan saham BBCA ambruk lebih dari 3% dan menyumbang pelemahan 19,71 indeks poin.
Sementara itu kebalikannya dari hari kemarin, BBCA (-3,24%) menjadi penopang penurunan IHSG dengan menyumbang -25.71 poin, kemudian PT Telkom Indonesia (TLKM) yang melemah -3,96% dengan penurunan -14.17 popin dan, BBRI (-1,60%) menyumbang -9.78 poin di IHSG hingga penutupan kemarin.
ASII (+2,92%) pada perdagangan kemarin menjadi penopang kenaikan IHSG dengan menyumbang poin sebesar 7.43, dilanjutkan oleh PT Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk (RISE) (+19,86%) dengan poin sebesar 5.46 poin, dilanjutkan dengan kenaikan 3.89 poin oleh PTRO (+3,89%).
Berpindah ke mata uang, rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya.
Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan kemarin, Rabu (22/10/2025) atau pasca pengumuman suku bunga BI, rupiah tercatat menguat 0,09% di posisi Rp16.570/US$. Penguatan ini sekaligus membalikkan arah setelah sempat dibuka melemah 0,03% di level Rp16.590/US$ pada awal perdagangan.
Sementara itu, DXY berada pada level 99.014 naik sebesar 0.283 dari hari sebelumnya di 98.731, melanjutkan kenaikannya selama tiga hari berturut - turut.
Pasar Surat Berharga Negara (SBN) acuan 10-tahun masih ditutup tegang di level 5,994% pada perdagangan terakhir, nyaris menembus batas psikologis 6%.
Ketegangan yield ini terjadi di tengah langkah Bank Indonesia (BI) yang kembali menahan suku bunga acuan (BI-Rate) di level 4,75%.
Langkah BI untuk "tetap diam" ini adalah sebuah strategi yang disengaja. Ini bukan karena BI takut, melainkan karena bank sentral sedang memanfaatkan momentum tren kebijakan Bank Sentral AS, The Fed.
Seperti diketahui, The Fed saat ini sudah berada dalam siklus pelonggaran moneter (tren dovish) berdasarkan pembicaraan Fed Chair Powell terakhir yang akan mengurangi efek quantitative tighteningnya dan telah menurunkan suku bunganya beberapa kali. Pasar kini berekspektasi The Fed akan kembali memangkas suku bunganya dalam waktu dekat untuk terus menopang ekonomi AS.
Di sinilah letak jurus BI. Dengan menahan BI-Rate di 4,75% sementara The Fed terus bergerak turun, selisih imbal hasil (spread) antara SBN Indonesia dan US Treasury akan otomatis semakin melebar.
Spread yang kian "gemuk" inilah yang menjadi magnet utama bagi investor asing. Arus modal masuk (capital inflow) diprediksi akan terus berlanjut. Aksi borong SBN ini akan menaikkan harganya, dan pada akhirnya, "memaksa" yield SBN yang kini tertahan di 5,994% untuk melandai (turun) lebih dalam.
Pages