WTE Dikebut di Era Prabowo, Siapa Raja Sampah Jadi Listrik di Bursa?

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah kini serius dan akan mempercepat pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi (waste to energy) di seluruh Indonesia. Kabar baik ini tentunya menjadi angin segar bagi beberapa emiten di industri tersebut.

Proyek ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 tentang Waste to Energy, yang menjadi payung hukum baru pengelolaan sampah berbasis energi di Indonesia.

Presiden Prabowo Subianto menargetkan pembangunan pengolahan sampah menjadi energi atau Waste-to-Energy (WtE) di 34 titik proyek, bisa selesai dalam waktu 2 tahun.

Menteri Investasi yang juga menjabat sebagai Chief Executive Officer Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) Rosan Roeslani mengungkapkan, rencana program mengubah sampah menjadi energi listrik atau waste to energy (WTE) akan diluncurkan pada awal November 2025.

Danantara berharap mitra swasta akan banyak terlibat dalam program ini.

Sementara itu, Chief Investment Officer Danantara Pandu Sjahrir mengatakan ada lebih dari 100 perusahaan dari dalam negeri maupun asing, yang tergabung dalam 70 konsorsium menyatakan minat terhadap proyek waste to energy.

Pada tahap awal, program ini akan dilakukan di 10 kota seperti kota Tangerang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Bali dan Makassar.

Pada proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) memiliki daya kapasitas yang mampu mengolah sebanyak 1.000 ton sampah per hari.

CNBC Indonesia Research mencatat ada lima emiten yang bergerak di industri WTE. PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA)  sudah menanyakan minatnya untuk bergabung dengan program tersebut tetapi beberapa emiten belum menyatakan diri akan terlibat.

1. TOBA

PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) sedang mengubah fokus bisnisnya dari energi fosil menjadi bisnis yang lebih berfokus pada keberlanjutan, termasuk pengelolaan sampah menjadi energi listrik atau Waste-to-Energy (WTE). Langkah ini didorong oleh terbatasnya umur tambang batu bara, permintaan dari pemerintah, serta potensi keuntungan dari bisnis baru ini, termasuk akuisisi Sembcorp Environment Pte. Ltd. yang memperkuat posisinya di sektor ini.

Bahkan, emiten energi milik Luhut Binsar Pandjaitan PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) melaporkan pendapatan dari segmen bisnis proyek hijau atau energi terbarukan melonjak 440% di sepanjang semester I 2025.

Beberapa segmen bisnis yang sedang diperkuat oleh TOBA adalah kendaraan listrik, energi baru dan terbarukan (EBT) hingga pengelolaan limbah dan mengubahnya menjadi energi.

Untuk segmen kendaraan listrik, TOBA menjadi penyedia ekosistem motor listrik dengan brand Electrum yang fokus tidak hanya pada pengembangan motor listrik tetapi juga kepada infrastruktur penukaran baterai. Perseroan masuk ke bisnis ini sejak tahun 2021 bermitra dengan Gojek (GoTo Group). Seiring berjalannya waktu, kemitraan ini diperluas dengan menggarap ekosistem kendaraan listrik untuk segmen bisnis lainnya, termasuk bisnis logistik.

Sementara untuk segmen EBT, TOBA memperlebar sayap ke pembangkit listrik tenaga surya ( PLTS ) dan mini hidro ( PLTM ) sejak 2023.

Pembangkit mini hydro berlokasi di Lampung dengan kapasitas 6MW sudah mulai berproduksi sejak bulan Januari 2025. Sementara PLTS terletak di Batam dengan menyasar kawasan industri sebagai target pasar dan saat ini sedang dalam tahapan konstruksi dengan kapasitas 46MWp. Di kedua pembangkit ini, TOBA memiliki partisipasi 49%.

TOBA juga melakukan ekspansi ke bisnis pengelolaan limbah. Perseroan memulainya dengan menggarap limbah medis dan kini melayani limbah secara umum.

Bahkan perseroan tidak cuma mengumpulkan, tetapi juga mengolah limbah menjadi sumber energi. TOBA pun mengakuisisi perusahaan pengelolaan limbah medis bernama Asia Medical Enviro Services ( AMES ). Perusahaan berbasis di Singapura ini memiliki pangsa pasar sekitar 50% pada Agustus 2023.

Sementara pada Desember 2023, TOBA mengakuisisi perusahaan asal Indonesia yang memiliki model bisnis pengelolaan limbah B3 medis, B3 komersial serta limbah domestik bernama ARAH Environmental. Perusahaan ini beroperasi di 15 Provinsi dan melayani lebih dari 5.000 pelanggan medis, industrial dan domestik.

Dan pada Maret 2025 dan Mei 2025, TOBA melakukan akuisisi perusahaan pengelolaan limbah berbasis di Singapura bernama Sembcorp Environment Pte. Ltd. serta Sembcorp Enviro Facility Pte. Ltd.

Masuknya TOBA ke bisnis pengelolaan limbah ini akan menjadi katalis jangka panjang untuk kinerja Perseroan. Bagi perseroan, model bisnis ini sangat relevan untuk kondisi Indonesia yang sudah masuk pada fase darurat sampah.

2.OASA

PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) aktif dalam bisnis pengelolaan sampah menjadi energi listrik (PSEL) melalui proyek-proyek waste to energy, seperti yang akan dibangun di Tangerang Selatan.

Bisnis ini didukung oleh regulasi baru, seperti Perpres Nomor 109 Tahun 2025, yang memberikan kepastian hukum dan harga listrik, serta potensi pendanaan dari pemerintah dan swasta melalui Danantara Indonesia. OASA siap memanfaatkan peluang ini untuk membangun fasilitas PSEL yang menghasilkan listrik untuk PLN.

Sejak 2022-2023, OASA mulai melakukan transformasi bisnis dengan fokus baru pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (Waste to Energy), dan Sistem pengelolaan limbah organik dan anorganik menjadi bahan bakar padat (Refuse Derived Fuel / RDF)

Saat ini, melalui anak usaha OASA yakni PT Indoplas Energi Hijau (IEH), OASA tengah mengeksekusi dua proyek utama, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Cipeucang, Kota Tangerang Selatan, dan Intermediate Treatment Facility (ITF) di Jakarta Barat.

Jika beroperasi penuh, dua proyek tersebut akan mampu mengolah sedikitnya 3.100 ton sampah per hari. Fasilitas di Cipeucang akan menggandeng mitra teknologi asal Tiongkok, China Tianying Inc. (CNTY).

3.MHKI

MHKI berpotensi terlibat dalam bisnis pengelolaan sampah menjadi energi listrik (waste-to-energy) karena fokus utamanya adalah pengelolaan limbah, sejalan dengan peningkatan perhatian pemerintah terhadap sektor ini dan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025.

Peraturan baru ini mengubah regulasi sebelumnya untuk mempercepat pembangunan PLTSa dan berpotensi menguntungkan perusahaan seperti MHKI karena ada revisi tarif pembelian listrik oleh PLN yang lebih tinggi.

Dengan adanya Perpres baru, pemerintah lebih serius dalam membangun PLTSa, yang secara langsung membuka peluang bagi MHKI untuk mengembangkan bisnisnya di bidang ini.

MHKI memiliki pengalaman yang sudah ada di bidang pengelolaan limbah B3 dan non-B3, yang merupakan modal penting untuk menggarap proyek waste-to-energy yang berskala lebih besar.

4.UNTR

PT United Tractors Tbk (UNTR) berpartisipasi dalam bisnis pengelolaan sampah menjadi energi listrik (Waste to Energy/WTE) melalui investasi di sektor energi terbarukan. Bisnis ini akan melibatkan proyek pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) yang didorong oleh pemerintah untuk mengatasi masalah sampah perkotaan dan menyediakan sumber energi.

Hal ini dibuktikan dari portofolio UNTR di bisnis energi terbarukan dengan membangun membangun proyek waste to energy (WTE).

UNTR melalui PT Energia Prima Nusantara (EPN) bekerjasama dengan Hitachi Zosen Corporation dan Sumitomo Corporation membentuk perusahaan patungan ( joint venture /JV) bernama PT Jabar Environmental Solutions (JES). Perseroan bersepakat membangun waste to energy power plant dengan kapasitas pengolahan sampah 2.000 ton per hari yang akan menghasilkan energi listrik sebesar 40 MW.

5.BIPI

PT Astrindo Nusantara Infrastruktur Tbk (BIPI) berencana ekspansi ke bisnis pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) sebagai bagian dari transisi ke energi hijau. Proyek ini sedang dalam tahap studi kelayakan dan menjajaki kemitraan dengan penyedia teknologi waste to energy. BIPI melihat potensi bisnis yang besar dalam proyek ini, meskipun tantangan keekonomian masih memerlukan dukungan kebijakan dan insentif dari pemerintah.

Untuk memperluas ekspansi bisnis, BIPI akan mulai menjalankan proyek waste-to-energy (WtE) tahun depan senilai US$300 juta sampai US$350 juta.

Sebelumnya, perseroan telah menjalani proyek seperti waste-to-energy sejak lebih dari tiga tahun yang lalu. Akan tetapi, karena banyaknya perubahan di pemerintah dan pemerintah daerah, maka proyek tersebut harus mengalami penyesuaian.

BIPI saat ini akan fokus untuk mencari pendanaan, setelah keluarnya studi kelayakan proyek WtE tersebut dalam beberapa minggu ke depan.


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |