10 Saham RI dengan Fundamental Sekuat "Baja", Masih Layak Dikoleksi?

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar modal Indonesia pada tahun 2025 dihadapkan pada pertarungan antara resiliensi ekonomi domestik dan tekanan perlambatan global. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan mencerminkan tarik-menarik antara fundamental internal yang kokoh dan tantangan eksternal.

Dinamika ini melahirkan proyeksi yang kontras. Di satu sisi, optimisme menargetkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu mencetak rekor baru di level 8.400, didorong oleh momentum laporan keuangan dan fundamental domestik yang solid.

Di sisi lain, pandangan yang lebih berhati-hati merevisi target IHSG, merespons kinerja ekonomi yang lebih lemah dari ekspektasi dan perlambatan perdagangan global.

Kekuatan domestik ditopang oleh pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2025 yang mencapai 5,12% YoY, menandakan aktivitas ekonomi yang kuat. Pertumbuhan ini sejalan dengan target investasi ambisius pemerintah untuk 2025.

Katalis utama pasar adalah sikap akomodatif Bank Indonesia, yang secara konsisten memangkas suku bunga acuan hingga ke level 4,75% pada Oktober untuk menstimulasi pertumbuhan di tengah inflasi yang terjaga.

Namun, risiko utama datang dari kebijakan tarif Amerika Serikat yang memperlambat perdagangan global dan menciptakan ketidakpastian. Hal ini menekan sektor berorientasi ekspor dan sentimen investor. Akibatnya, pasar semakin bergantung pada kebijakan moneter BI sebagai pendorong utama, menjadikan setiap sinyal dari bank sentral sebagai variabel krusial bagi pergerakan indeks.

Analisis Penggerak Pasar Kuintet Saham BUMN Unggulan

Lima emiten ini merefleksikan narasi utama pasar, di mana trio perbankan menjadi proksi kesehatan ekonomi domestik, sementara ANTM dan TLKM menghadapi transformasi industri.

1. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menunjukkan profitabilitas luar biasa dengan laba bersih Rp 37,75 triliun per September 2025, didukung pertumbuhan kredit 11% YoY dan rasio NPL yang sangat rendah di 1,03%.

2. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) berfokus pada perbaikan operasional di segmen UMKM, dengan keunggulan kompetitif pada rasio dana murah (CASA) yang mencapai 65,5%.

3. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) diposisikan sebagai saham bernilai (value play) yang dianggap undervalued. Kekuatan utamanya adalah pertumbuhan pesat dana murah CASA sebesar 21,4% YoY, yang menjadi bantalan di tengah "perang suku bunga".

4. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menghadapi prospek nikel yang pesimistis akibat surplus pasokan global, yang menekan harga. Namun, ini diimbangi oleh harga emas yang kuat, yang mendorong kinerja sahamnya. Langkah strategis ANTM ke bisnis perhiasan emas diharapkan dapat menambah pendapatan dan mengurangi ketergantungan pada volatilitas komoditas.

5. PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) sedang dalam transformasi krusial menjadi "ekosistem digital" untuk mengatasi penurunan pendapatan di lini bisnis lawasnya.23 Secara fundamental, TLKM menawarkan valuasi menarik dengan ROE 19,27% dan FCF kuat Rp 13,35 triliun.

Menggali Nilai di Sektor Kunci

Di luar saham unggulan, terdapat emiten yang sensitif terhadap pendorong ekonomi spesifik, mulai dari harga energi hingga daya beli konsumen.

6. PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) berkinerja sangat terkait dengan harga minyak global yang prospeknya netral hingga pesimistis, yang tercermin pada penurunan laba bersih semester I-2025. ROE yang sangat tinggi (32,54%) diimbangi oleh DER yang juga tinggi (168,87%), mengindikasikan risiko signifikan.

7. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) memiliki prospek yang juga terpantau kian membaik, dengan ekspektasi pelebaran spread distribusi gas pada semester II-2025.

8. PT Elnusa Tbk (ELSA), sebagai perusahaan jasa energi, didorong oleh perolehan kontrak besar yang memberikan visibilitas pendapatan kuat dan valuasi terendah di antara kelompoknya (PER 6,02) dengan neraca keuangan sehat (DER 23,60%).

9. PT Ciputra Development Tbk (CTRA) juga berkinerja kuat dan adalah hasil langsung dari perpanjangan insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100%, yang mendorong realisasi marketing sales tertinggi (76%) di antara pesaingnya.

10. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) menyajikan sebuah teka-teki. Laba bersihnya melonjak 57,1% YoY, namun harga sahamnya terkoreksi signifikan, kemungkinan karena kekhawatiran pasar terhadap utangnya yang tinggi (DER 100,90%).

Logika Valuasi dan Kesehatan Keuangan

Analisis kuantitatif mengungkapkan perbedaan jelas dalam valuasi, profitabilitas, dan kekuatan finansial di antara sepuluh emiten. Berikut adalah statistik dari 10 emiten tersebut

Dari data tersebut, ELSA menonjol dengan valuasi paling menarik. Dari sisi profitabilitas, MEDC mencatatkan ROE tertinggi, meskipun dengan leverage yang sangat tinggi. Sektor perbankan, dipimpin oleh BMRI, menunjukkan profitabilitas yang konsisten. Dalam hal generasi kas, TLKM dan BMRI adalah juaranya. Terkait kekuatan neraca, ANTM memiliki DER yang sangat rendah, memberikannya fleksibilitas finansial yang luar biasa.

Menghubungkan Kebijakan dan Siklus Komoditas

Lingkungan makroekonomi 2025 secara langsung memengaruhi fundamental setiap perusahaan.

  • Pelonggaran Moneter BI: Siklus pemangkasan suku bunga menjadi pendorong kuat bagi sektor perbankan (BMRI, BBRI, BBNI) dan properti (CTRA), karena menstimulasi permintaan kredit dan KPR.

  • Dinamika Nilai Tukar Rupiah: Pelemahan Rupiah menguntungkan emiten dengan pendapatan Dolar AS seperti MEDC dan ANTM, namun menjadi tantangan bagi perusahaan dengan utang atau biaya impor dalam Dolar AS seperti TLKM dan ICBP.

  • Pertumbuhan Domestik dan Inflasi: Pertumbuhan PDB yang stabil dan inflasi yang terkendali menciptakan lingkungan kondusif bagi belanja konsumen, yang menjadi fondasi positif bagi ICBP dan menopang daya beli untuk sektor properti CTRA serta perbankan.

  • Siklus Harga Komoditas Global: Prospek pesimistis harga nikel menekan profitabilitas ANTM, sementara harga minyak yang lebih rendah menekan pendapatan MEDC. Di sisi lain, permintaan gas alam global yang tumbuh memberikan latar belakang stabil bagi PGAS.

Secara keseluruhan, lanskap makroekonomi 2025 menyarankan potensi strategi investasi "barbel" yaitu fokus pada emiten yang didorong oleh ekonomi domestik yang tangguh, atau mengambil risiko terukur pada emiten komoditas yang valuasinya tertekan. Peran pemerintah, melalui kebijakan fiskal dan moneter, tetap menjadi variabel fundamental dalam setiap keputusan investasi di pasar saham Indonesia.

Selain itu, harga juga rata-rata sudah banyak terkoreksi dengan margin of safety yang cukup tinggi bagi investor sehingga memberikan potensi yang cukup ideal bagi pelaku pasar untuk mendapatkan harga jauh yang sangat terdiskon pada saat ini.

-

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(gls/gls)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |