AS Dalam Bahaya Besar, FBI Warning China Makin Ganas

6 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) berada dalam bahaya karena serangan siber bertubi-tubi dari China. Pejabat FBI memberikan peringatan terkait peningkatan serangan dari China yang menargetkan infrastruktur kritis AS.

Peringatan terbaru ini menyusul kebocoran tingkat tinggi yang dikaitkan dengan kelompok hacker bekingan pemerintah China. Menurut laporan, peretasan yang dilakukan telah menyusup ke sektor-sektor penting di AS seperti telekomunikasi, energi, dan perairan.

Biasanya, penyerangan canggih ini tak terdeteksi hingga periode waktu yang lama, dikutip dari TechSpot, Rabu (30/4/2025).

Dalam wawancara dengan The Register, Deputi Asisten Direktur FBI, Cynthia Kaiser, menjelaskan bagaimana kelompok siber yang dibekingi pemerintah China menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam berbagai tahap operasi penyerangan.

Ia mengatakan upaya penyerangan China ke AS tak selalu berhasil. Namun, AI meningkatkan kecepatan dan efisiensi aksi penyerangan tersebut.

Dampak praktis AI dalam serangan siber sudah terlihat jelas. Setelah penyerang menyusup ke suatu jaringan, AI membantu mereka memetakannya dengan lebih efektif dan mengidentifikasi langkah selanjutnya.

Kaiser juga menekankan pentingnya pertahanan yang kuat, dengan menyatakan bahwa perusahaan harus memblokir akses yang tidak sah terlebih dahulu dan membatasi pergerakan penyerang di dalam jaringan.

Insiden baru-baru ini menunjukkan skala dan tingkat ancaman dari penyerangan China. Misalnya, kelompok Volt Typhon yang berhasil memanfaatkan ratusan router lama untuk menciptakan botnet yang menyusup ke infrastruktur AS untuk melancarkan serangan siber yang destruktif.

Sementara itu, kelompok Salt Typhoon membobol setidaknya 9 perusahaan telekomunikasi AS dan jaringan pemerintah pada tahun lalu. Serangan yang lebih baru menargetkan lebih dari 1000 perangkat Cisco.

Kaiser mencatat kelompok-kelompok peretas ini kebanyakan memperoleh akses ke infrastruktur kritis AS dengan metode dasar, seperti menargetkan perangkat lawas yang sudah tidak mendapat dukungan pembaruan.

Ia menambahkan para penyerang biasanya mengeksploitasi kerentanan yang tidak diperbaiki untuk menyusup ke sistem.

Para agen federal telah mengobservasi bagaimana serangan Volt Typhon sangat taktis bergerak dalam sistem internal, beralih dari jaringan bisnis ke teknologi operasional.

"Itu juga yang kami lihat pada Salt Typhoon. Penyerang mampu bergerak secara lateral dan bernavigasi, membutuhkan waktu untuk mendapatkan akses yang mereka inginkan," kata Kaiser.

Meskipun terjadi perubahan dalam pemerintahan dengan pemangkasan pegawai federal, Kaiser menegaskan bahwa pendekatan FBI tidak berubah. Badan tersebut terus menanggapi pelaku negara dan penjahat siber yang bermotivasi finansial untuk menyerang infrastuktur AS.

FBI terus memantau bagaimana AI diadopsi ke dalam operasi siber. Badan itu menganalisa negara mana yang mengadopsinya dan seberapa sering AI muncul di berbagai tahap proses serangan.

Menurut Kaiser, China dan kelompok penjahat siber telah menunjukkan penggunaan taktik berbasis AI yang paling luas.

Selain penyerangan digital, AI memungkinkan bentuk-bentuk penipuan baru. Kaiser menyoroti bagaimana teknologi deepfake memungkinkan penyerang dengan menipu karyawan.

Misalnya, penyerang mungkin menyamar sebagai CEO di aplikasi perpesanan yang populer atau pengaturan tepercaya lainnya dan meminta transfer uang atau rapat daring yang mendesak.

Kaiser menekankan bahwa banyak orang, termasuk dirinya, mungkin menuruti permintaan tersebut tanpa mempertanyakan keasliannya. Penjahat memanfaatkan taktik ini untuk menipu bisnis hingga jutaan dolar.

Untuk itu, semua pihak harus makin berhati-hati dengan penipuan yang tersebar di ranah digital, terutama saat AI berkembang kian pesat.


(fab/fab)

Saksikan video di bawah ini:

Video: AS Siapkan Dana Kekayaan Negara untuk Akuisisi TikTok

Next Article China Menggila Serang Amerika, Gedung Putih Kewalahan

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |