Asing Ramai-ramai Putar Balik ke RI, Cuan Tembus Rekor!

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Arus dana asing tercatat beli bersih dari pasar keuangan domestik pada pekan lalu. Aksi inflow tersebut relatif cukup baik khususnya di pasar surat berharga.

Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 3 6 Maret 2025, investor asing tercatat beli neto sebesar Rp8,99 triliun, terdiri dari beli neto Rp0,34 triliun di pasar saham, Rp9,53 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan jual neto Rp0,88 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Inflow ini adalah rekor terbaiknya sejak akhir Januari 2025 atau dalam lima pekan terakhir.

Selama tahun 2025, berdasarkan data setelmen sampai dengan 6 Maret 2025, investor asing tercatat jual neto sebesar Rp20,12 triliun di pasar saham, beli neto Rp19,01 triliun di pasar SBN dan Rp6,11 triliun di SRBI.

Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) menunjukkan porsi kepemilikan investor asing di pasar SBN rupiah Tanah Air mengalami kenaikan dalam sepekan terakhir yakni dari 14,37% (27 Februari 2025) menjadi 14,41% (6 Maret 2025).

Derasnya dana asing yang masuk ke Indonesia khususnya di pasar SBN ini turut membantu nilai tukar rupiah mengalami apresiasi dalam sepekan terakhir.

Dilansir dari Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan dalam sepekan terakhir yakni dari Rp16.575/US$ (28 Februari 2025) menjadi Rp16.290/US$ (pada 7 Maret 2025) atau menguat 1,72%.

Apresiasi rupiah dan investor asing yang kembali ke Tanah Air ini terjadi bersamaan dengan sentimen negatif yang melanda negara Paman Sam khususnya soal kemunduran ekonomi dan tanda-tanda negatif lainnya (yellow sign).

Ancaman tarif yang belakangan ini menjadi isu yang terus muncul kepermukaan sudah membawa dampak, menciptakan kebingungan dan ketidakpastian yang menyulitkan investor, CEO, dan konsumen dalam merencanakan masa depan.

Salah satu indikator ketidakpastian ini,indeks ketidakpastian kebijakan perdagangan, melonjak pada Januari ke level tertinggi sejak data pertama kali dicatat pada 1960. Dan angka ini bahkan belum memperhitungkan ancaman tarif terbaru dari Gedung Putih dalam beberapa hari terakhir.

Seorang pemasok peralatan transportasi berbasis di AS menanggapi survei Institute for Supply Management bulan Februari dengan mengatakan,"Pelanggan menunda pesanan baru akibat ketidakpastian terkait tarif. Tidak ada kejelasan dari pemerintah tentang bagaimana kebijakan ini akan diterapkan, sehingga sulit memproyeksikan dampaknya terhadap bisnis."

Jay Foreman, CEO Basic Fun!, perusahaan mainan yang memproduks iCare Bears dan Tonka trucks, di antara produk lainnya mengatakan bahwa bisnisnya baru mulai menyesuaikan diri dengan tarif 10% yang diberlakukan Trump untuk semua impor dari China yang mulai berlaku bulan lalu.

Kini, ancaman tambahan tarif 10% berpotensi meninggalkan perusahaannya dengan "kekurangan $5 juta" dalam keuangan mereka.

Selain itu, proyeksi ekonomi AS di kuartal I-2025 yang semakin memburuk ditunjukkan oleh Model GDP Now dari Federal Reserve Atlanta dengan perkiraan terjadi penurunan 2,8% dalam PDB untuk kuartal pertama. Meskipun masih terlalu dini untuk memastikan apakah PDB benar-benar akan negatif, ini merupakan penurunan tajam dari proyeksi pertumbuhan sebelumnya sebesar 2,3%.

Proyeksi tersebut pertama kali berubah negatif menjadi -1,5% pada Jumat, setelah memperhitungkan penurunan belanja konsumen yang dilaporkan dalam Personal Consumption Expenditures(PCE) bulan Januari. Mengingat belanja konsumen menyumbang sekitar dua pertiga dari ekonomi AS, penurunan dalam kategori ini bisa berdampak besar pada PDB.

Kemunduran ekonomi AS ini dapat menjadi angin segar bagi pasar negara berkembang maupun Indonesia untuk menjadi tempat berinvestasi setidaknya dalam waktu dekat.

GDP AtlantaFoto: Atlanta Fed GDPNow
Sumber: FED Atlanta

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |