Jakarta, CNBC Indonesia — Sebanyak tiga juta pekerja di industri tekstil terancam pemutusan hubungan kerja (PHK). Salah satu alasannya adalah banyak hasil produksi pabrik padat karya tersebut yang tidak laku dijual di pasar domestik. Kondisi tersebut diperparah dengan menurunnya permintaan ekspor.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN)Ristadi mengatakan permintaan domestik menciut karena maraknya impor ilegal tekstil dan produk terkait lainnya yang merajai pasar dalam negeri.
"Hasil produksi pabrik-pabrik kami tidak laku karena ternyata di pasar-masa domestik kita pasar, seperti di Tanah Abang, di Cirebon dan lain sebagainya itu sudah dikuasai oleh barang tekstil dari luar negeri, yang harganya jauh lebih murah, sehingga kemudian suplai dari pabrik dalam negeri tidak laku dan tidak terserap," katanya, dalam konferensi pers, dikutip Minggu (1/6/2025).
Dari hasil penelusurannya, banyak toko di pasar mendapatkan barang ilegal melalui black market dengan harga yang lebih murah. Hingga pada akhirnya banyak pabrik yang gulung tikar.
Lebih lanjut, Ristadi juga meyakini bahwa pemerintah mengetahui praktek-praktek ilegal impor yang terjadi. Namun sampai saat ini penindakannya masih belum terlihat efektif.
"Ada satgas pemberantasan impor, ada gaungnnya tapi sampai sekarang ini kita tidak pernah mendengar lagi," katanya.
Dia menilai sejauh ini penindakan impor ilegal hanya sebatas barang yang diumumkan ke publik, tidak sampai ke pelaku besar di baliknya. Hal ini membuat dia menilai pemerintah masih setengah hati dalam memberantas produk impor ilegal.
Dari datanya setidaknya ada 3 jutaan pekerja yang bekerja dalam sektor ini. Artinya, menurutnya itu jumlah pekerja yang berpotensi terkena PHK jika masih maraknya praktek impor ilegal dari sektor ini.
"Yang terancam itu sekitar 3 jutaan, barang (impor) ini terus masuk dan ada beberapa fakta lain," katanya.
Pasalnya, menurut Ristadi, dari sudut pandang pengusaha garmen juga masuk akal jika membeli barang impor ilegal yang lebih murah, maka bisa menjual produk dengan harga yang lebih murah.
"Bisa jual barang lebih murah dan bisa bersaing dengan barang impor (garmen) yang berkeliaran menguasai pasar dalam negeri. Kalau tidak begitu mereka tidak bisa bertahan dalam bisnis ini," kata Ristadi.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Industri Tekstil Terguncang, Sritex Menanti Uluran Negara
Next Article Video: Nurdin Halid Ungkap 4 Akar Masalah Penyebab Gelombang PHK 2025