Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia disebut secara efektif menolak proposal gencatan senjata yang didukung Amerika Serikat (AS). Hal ini setelah Kyiv melaporkan serangkaian serangan terhadap infrastruktur sipil, beberapa jam setelah Moskow setuju untuk menghentikan sementara serangan terhadap fasilitas energi selama 30 hari.
Ledakan terdengar dan sirene serangan udara meraung di Ukraina hanya beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara.
Washington awalnya mendorong gencatan senjata 30 hari segera, sebagai langkah pertama untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama tiga tahun, namun hanya disetujui Putin di bagian energi karena menunggu langkah AS untuk menghentikan semua bantuan militer dan intelijen Barat ke Ukraina.
"Telah terjadi serangan, khususnya pada infrastruktur sipil, termasuk sebuah rumah sakit di Sumy," kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Selasa malam, dikutip AFP Rabu (19/3/2025)
"Serangan malam hari seperti inilah yang dilakukan Rusia yang menghancurkan sektor energi kita, infrastruktur kita, dan kehidupan normal warga Ukraina," tambahnya.
"Hari ini, Putin secara efektif menolak usulan gencatan senjata penuh."
Zelensky menuduh Rusia tidak untuk mengakhiri perang. Di Kyiv, warga Ukraina yang lelah perang cenderung setuju.
"Saya sama sekali tidak percaya Putin, tidak sepatah kata pun," kata Lev Sholoudko, 32 tahun.
"Dia hanya mengerti kekerasan," tambahnya.
Sementara itu, di seberang perbatasan, pejabat layanan darurat Rusia mengatakan puing-puing dari serangan pesawat nirawak Ukraina yang berhasil digagalkan. Ini memicu kebakaran di depot minyak di desa Kavkazskaya.
Sebelumnya selain setuju penghentian serangan ke sektor energi Ukraina, Moskow dan Kyiv juga akan menukar 175 tahanan masing-masing pada hari Rab. Pembicaraan lebih lanjut akan segera dilakukan di Timur Tengah.
"Kami sepakat untuk melakukan Gencatan Senjata segera pada semua Energi dan Infrastruktur, dengan pemahaman bahwa kami akan bekerja cepat untuk melakukan Gencatan Senjata Lengkap dan, pada akhirnya, MENGAKHIRI Perang yang sangat mengerikan antara Rusia dan Ukraina ini," tulis Trump setelah pembicaraan di platform Truth Social miliknya.
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan di televisi setelah panggilan telepon Trump-Putin, utusan AS Steve Witkoff mengatakan pembicaraan gencatan senjata akan dimulai lagi pada hari Minggu di Jeddah. Ia mengakui masih ada rincian yang harus diselesaikan, termasuk negosiasi tentang gencatan senjata maritim untuk Laut Hitam dan, pada akhirnya, gencatan senjata penuh.
Perlu diketahui, saat berbicara ke media Fox News, Trump mengatakan mendesak Putin untuk melakukan gencatan senjata penuh akan sulit. Menurutnya, dibanding Ukraina, Rusia memiliki keuntungan.
Sejak merebut Krimea pada tahun 2014 dan meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina pada bulan Februari 2022, Rusia kini menduduki sekitar seperlima wilayah Ukraina. Washington telah memperjelas bahwa Ukraina kemungkinan harus menyerahkan wilayahnya dalam kesepakatan apa pun, dengan negara-negara Eropa khawatir Trump akan memaksa Kyiv untuk melakukan perjanjian yang tidak adil.
Sekutu Barat berada di posisi berbeda dengan Trump. Trump sendiri telah mengubah kebijakan AS yang sebelumnya gigih mendukung Ukraina, menjadi pro Rusia.
Kanselir Jerman Olaf Scholz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji terus mengirim bantuan militer ke Ukraina. "Ukraina dapat mengandalkan kami," kata Scholz.
Ragu Damai Terwujud
Di sisi lain, para prajurit di garis depan Ukraina tetap ragu bahwa perdamaian akan segera terwujud. Rata-rata tak mempercayai komitmen Rusia.
"Bagaimana Anda bisa mempercayai orang-orang yang menyerang Anda dan membunuh warga sipil, termasuk anak-anak?" kata Oleksandr, 35 tahun, yang telah kembali menjalani pelatihan militer di wilayah Donetsk setelah terluka dalam pertempuran.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Rusia Beri Sinyal Gencatan Senjata 30 Hari Dengan Ukraina
Next Article Perang Rusia Masih Ngeri, Drone Putin Bombardir Konvoi Tentara Ukraina