Cadangan Nikel Melimpah, RI Bisa Jadi Produsen EV Terbesar di Dunia?

3 hours ago 2

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, dengan jumlah mencapai 139,4 juta ton nikel (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2025). Seiring dengan pergeseran industri otomotif global menuju solusi yang lebih ramah lingkungan, kendaraan listrik (EV) menjadi bintang utama dalam transformasi ini.

Diperkirakan pada tahun 2030, permintaan global terhadap EV akan mencapai 49,4 juta unit (Incorrys, 2025). Kenaikan penjualan EV ini akan mendorong lonjakan permintaan nikel, bahan baku utama baterai kendaraan listrik. Dengan narasi tersebut, bisakah Indonesia menjadi pemimpin dalam industri EV global?

Nikel: 'Emas Baru' di Masa Depan
Dalam beberapa dekade mendatang, sumber daya yang berharga tidak lagi hanya diukur dengan emas. Kebangkitan EV bisa menjadikan nikel sebagai 'emas baru.' Sebagai produsen nikel terbesar di dunia, Indonesia memegang kunci masa depan mobilitas listrik (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2025).

Nikel merupakan komponen utama dalam baterai lithium-ion, yang menjadi tulang punggung peralihan dunia menuju energi yang lebih bersih. Namun, pertanyaan besar tetap ada: mampukah Indonesia bertransformasi dari sekadar pemasok bahan mentah menjadi pemimpin global dalam produksi kendaraan listrik?

Kekayaan Nikel Indonesia: Pemimpin Global
Cadangan nikel Indonesia sebagian besar tersebar di Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Sulawesi Tengah, yang menyumbang lebih dari 90 juta ton dari total cadangan nasional (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2025).

Pada tahun 2023, Indonesia berhasil memproduksi 1,8 juta ton nikel, menjadikannya produsen nikel nomor satu di dunia. Namun, kekayaan ini bukan hanya sekadar sumber daya, tetapi juga peluang yang belum tertandingi.

Salah satu peluang paling jelas adalah meningkatnya kesadaran akan energi bersih. Semakin banyak konsumen yang beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil ke EV. Berbeda dengan kendaraan konvensional, EV tidak menghasilkan emisi CO2, menjadikannya alat penting dalam upaya mengatasi perubahan iklim.

Grafik stok mobil listrik 2010-2023. (Dok. Our World in Data)Foto: Electric car stocks 2010-2023. (Dok. Our World in Data)

Baterai, sebagai jantung dari kendaraan listrik, memainkan peran krusial dalam menyimpan energi secara efisien. Dari berbagai jenis baterai, baterai lithium-ion yang didominasi oleh nikel adalah yang paling banyak digunakan.

Menurut studi JP Morgan dan Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), dalam beberapa tahun ke depan, penjualan EV diproyeksikan akan mencapai 30% dari total penjualan kendaraan secara global.

Dampak Lingkungan Kendaraan Konvensional
Dampak lingkungan dari kendaraan berbahan bakar fosil sangat besar. Pada tahun 2023, kendaraan konvensional menghasilkan 3,53 miliar metrik ton CO2 secara global (Statista, 2024).

Penelitian oleh Wang et al. (2021) menemukan bahwa jika semua kendaraan beralih ke EV, pemanasan global dapat dikurangi hingga 30%. Selain itu, sebuah studi dari Dartmouth College memperkirakan bahwa emisi gas rumah kaca telah menyebabkan kerugian ekonomi global sebesar $6 triliun antara tahun 1990 dan 2014.

Kesimpulan
Pesatnya pertumbuhan industri EV menawarkan peluang emas bagi Indonesia untuk memanfaatkan cadangan nikelnya. Dengan berinvestasi dalam industri bernilai tambah dan membangun sektor hilirisasi yang kuat, Indonesia dapat mengubah bahan mentahnya menjadi produk bernilai tinggi seperti baterai EV.

Tujuan akhirnya? Menjadikan Indonesia sebagai pemimpin dalam industri EV global, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mempercepat transisi menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.


(miq/miq)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |