Daftar 7 Diskon Pajak di Tahun Pertama Prabowo-Gibran

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan berbagai insentif, keringanan, dan fasilitas pajak telah digelontorkan untuk meringankan beban wajib pajak.

Berdasarkan akun Instagram @ditjenpajakri, insentif mulai dari PPh Karyawan Ditanggung Pemerintah (DTP) di sektor-sektor strategis, hingga diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk mendorong konsumsi.

Berikut daftar insentif pajak yang diberikan selama setahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka:

    • PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan rumah tapak dan susun
    • PPN Ditanggung Pemerintah atas penyerahan kendaraan listrik dan hybrid
    • PPN Ditanggung Pemerintah atas pembelian tiket pesawat
    • PPN Dibebaskan untuk barang kebutuhan pokok dan jasa pelayanan kesehatan
    • PPH Pasal 21 Ditanggung Pemerintah untuk pekerja di bidang: alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang dari kulit, serta pariwisata (hotel, restoran, dan kafe)
    • UMKM dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta Tetap Bebas PPh
    • Tarif PPh Final UMKM 0,5% diperpanjang hingga 2029

    Sebelumnya Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto menjelaskan, realisasi setoran pajak secara bruto yang mencerminkan kondisi perekonomian secara keseluruhan menunjukkan adanya perbaikan. Tergambar dari naiknya realisasi penerimaan pajak bruto per September 2025 yang mencapai Rp 1.619,2 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp 1.588,21 triliun.

    Sementara itu, secara neto atau perhitungan pengumpulan pajak setelah adanya restitusi memang masih mengalami tekanan dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1.354,86 triliun menjadi hanya Rp 1.295,28 triliun.

    Namun, ia menekankan, laju pertumbuhan penerimaan neto dari bulan ke bualannya terus mengalami perbaikan, dengan angka per September 2025 senilai Rp 159,8 triliun, lebih tinggi dari realisasi yang sama pada tahun lalu Rp 158,3 triliun.

    "Kalau kita lihat dari revenue yang neto, setelah kita kurangi pengembalian pajak itu kita masih bisa mencatatkan pertumbuhan yang positif month-to-month di September," papar Bimo.

    Bila merujuk pada kinerja per jenis pajaknya secara bruto, Bimo menekankan, mayoritas juga mengalami kenaikan. PPh Pasal 21 misalnya tumbuh 1,7% dari Rp 191,8 triliun per Januari-September 2024 menjadi Rp 195 triliun untuk periode Januari-September 2025.

    Setoran PPh Badan pun naik dari sebelumnya Rp 287,3 triliun menjadi Rp 309,7 triliun secara bruto didukung oleh profitabilitas perusahaan pertanian tanaman, ketenagalistrikan, industri minyak kelapa sawit, aktivitas penunjang angkutan, dan pertambangan bijih logam.

    PPN Impor juga masih mampu tumbuh dari periode Januari-September 2024 senilai Rp 198,9 triliun menjadi Rp 229,8 triliun pada periode yang sama tahun ini.

    Sementara itu, untuk kinerja PPN Dalam Negeri secara bruto memang masih mengalami tekanan dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp 505,2 triliun menjadi Rp 497,2 triliun pada periode Januari-September 2025.

    Berdasarkan sektor usahanya, Bimo mengatakan, setoran pajaknya juga mayoritas secara bruto masih tumbuh. Misalnya, sektor industri pengolahan mampu naik dari Rp 443,8 triliun menjadi Rp 452,3 triliun terutama disumbang oleh industri minyak kelapa sawit, logam dasar bukan besi, kendaraan bermotor roda empat, barang kimia lainnya, dan farmasi.

    Sektor industri keuangan juga tumbuh dari Rp 181,1 triliun menjadi Rp 190,3 triliun, dan sektor pertambangan dari Rp 181,7 triliun menjadi Rp 185,8 triliun terutama didukung setoran subsektor tembaga, migas, emas dan perak, serta timah.

    Adapun sektor yang masih lemah setoran pajaknya ialah untuk perdagangan dari Rp 376,9 triliun menjadi hanya Rp 370,9 triliun. Terutama dipengaruhi penurunan setoran untuk subsektor perdagangan mobil dan perdagangan besar balas jasa.

    "Jadi ini kita mulai melemparkan kepada teman-teman bahwa data kinerja perpajakan juga sebenarnya bisa disandingkan untuk memprediksi kinerja sektor. Tentu tergantung kepada bagaimana efektif kita memungut pajak dan di sektor-sektor tertentu pengecualian pajaknya juga bisa kita kualifikasikan yang dalam bentuk tax expenditure," ungkap Bimo.


    (haa/haa)
    [Gambas:Video CNBC]
    Next Article Tanpa Naikkan Tarif, Guru Besar UI Ungkap Cara Tambah Setoran Pajak

    Read Entire Article
    Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |