Dari Energi ke Ekonomi: Strategi Transisi Indonesia

3 hours ago 2

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Transisi energi telah pindah dari ranah idealisme iklim ke inti strategi ekonomi nasional. Indonesia yang selama ini mengandalkan bahan bakar fosil kini dihadapkan pada tantangan besar, bukan sekadar mengganti sumber energi, tetapi membangun ekonomi baru yang berbasis energi bersih dan teknologi.

Pertanyaannya bukan lagi kapan kita berhenti memakai batu bara atau minyak, tetapi bagaimana kita menjadikan transisi energi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Berdasarkan Undang‑Undang Nomor30 Tahun2007 tentang Energi (UU No. 30/2007), pengelolaan energi di Indonesia harus dilaksanakan berdasarkan asas kemanfaatan, efisiensi, keadilan dan keberlanjutan.

Pemerintah kemudian memperkuat komitmen melalui Peraturan Presiden Nomor112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik yang secara tegas menetapkan percepatan transisi menuju energi terbarukan.

Kerangka hukum ini memberi landasan bagi kebijakan yang lebih ambisius untuk mencapai target bauran energi terbarukan serta memanfaatkan transisi energi sebagai pendorong pertumbuhan.

Transformasi ini menuntut perubahan struktural. Di satu sisi kita melihat laporan McKinsey&Company yang memperkirakan bahwa hingga tahun 2050 energi fosil masih akan menyumbang antara sekitar 41%-55% dari konsumsi global.

Artinya, transisi ini bukan sprint cepat menuju 100% terbarukan, tetapi maraton yang memerlukan strategi ekonomi yang matang. Dunia tidak hanya berbicara soal mengurangi emisi, tetapi soal memastikan listrik tetap menyala, harga energi tetap terjangkau, dan ekonomi tetap tumbuh.

Dalam konteks Indonesia, ini berarti kita harus membaca dua hal secara bersamaan yaitu tentang penggantian sumber energi dan perubahan peta nilai ekonomi. Energi bersih tidak cukup hadir sebagai alternatif bahan bakar.

Energi bersih harus menjadi basis industri baru yang mencakup rantai pasok lokal, teknologi pengolahan, ekspor produk terbarukan, hingga layanan terkait yang menunjang perputaran ekonomi. Nilai tambah itulah yang akan menentukan apakah transisi ini benar-benar menjadi transisi ekonomi atau sekadar penggantian sumber.

Kunci berikutnya adalah kebijakan industri aktif. Negara seperti Amerika Serikat dan kawasan Uni Eropa telah menunjukkan bahwa insentif, proteksi strategis, dan reformasi fiskal diperlukan untuk memperkuat posisi manufaktur energi bersih.

Jika Indonesia hanya menjadi pasar konsumsi, maka kita akan tertinggal sebagai 'pengguna' transisi, bukan 'pembentuk' dan 'pengekspor' segala potensi baru. Di sinilah Indonesia punya peluang antara memanfaatkan kekayaan sumber daya, tenaga kerja muda, dan posisi geografis untuk mengembangkan kapasitas teknologi dan manufaktur dalam negeri.

Aspek sosial dan ketahanan juga harus mendapat tempat. Transisi yang sukses adalah yang adil baik bagi pekerja tambang, bagi wilayah penghasil bahan bakar fosil, maupun bagi komunitas yang selama ini bergantung pada sektor konvensional.

Tanpa keadilan sosial, maka risiko gangguan sosial dan ekonomi akan meningkat. Oleh karena itu pelatihan ulang pekerja, pembangunan kawasan ekonomi hijau di daerah penghasil, dan penguatan institusi lokal menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi.

Lebih luas lagi, dalam dimensi geopolitik, posisi Indonesia berubah. Dari sebelumnya sebagai eksportir batu bara dan minyak, kini kita memasuki arena baru yang mencakup mineral hijau, teknologi baterai, dan sistem penyimpanan energi. Ini adalah ranah kekuasaan ekonomi baru. Indonesia wajib mengambil peran aktif supaya tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tetapi menjadi pemain utama dalam rantai nilai energi masa depan.

Satu hal penting yang harus digarisbawahi adalah transisi energi baru akan terasa sebagai transisi ekonomi apabila kebijakan dan investasi diarahkan bukan hanya ke penggantian sumber, tetapi ke pengembangan sistem. Angka investasi triliunan dolar harus mendorong penciptaan lapangan kerja, teknologi baru, dan ekspor produk bernilai tinggi. Dengan demikian energi bersih berubah dari kewajiban moral menjadi strategi negara untuk kemakmuran rakyat jangka panjang.


(miq/miq)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |