Heboh Royalti Nikel-Emas Bakal Dinaikkan, Ini Penjelasan ESDM

8 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah merevisi peraturan terkait tarif royalti di sektor mineral dan batu bara. Hal ini dilakukan guna meningkatkan kontribusi penerimaan negara dari sektor tambang.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Tri Winarno mengatakan bahwa pembahasan mengenai perubahan tarif royalti masih dalam tahap finalisasi bersama Sekretariat Negara.

"Sebentar lagi diundangkan. Tapi poinnya begini, poinnya adalah ini dalam rangka untuk perbaikan tata kelola supaya yang antara yang didapat oleh perusahaan dan yang didapat oleh pemerintah itu fair. Kira-kira seperti itu," ungkap Tri dalam acara CNBC Indonesia Mining Forum di Jakarta, dikutip Rabu (19/3/2025).

Lebih lanjut, Tri menjelaskan bahwa skema tarif royalti yang baru nantinya akan bersifat progresif, di mana tarif akan meningkat seiring dengan kenaikan harga komoditas.

"Artinya pada saat harga naik, dia royaltinya juga naik. Mudah-mudahan tidak memberatkan lah," kata dia.

Selain itu, ia memastikan bahwa penyesuaian tarif royalti sendiri telah melalui kajian, termasuk perhitungan berdasarkan laporan keuangan perusahaan.

"Pada akhirnya nanti muncul satu angka yang itu akan digunakan sebagai kenaikan royalti. Kita bareng-bareng dengan Kementerian Keuangan," ujar Tri.

Setidaknya ada enam komoditas yang akan mengalami peningkatan royalti, antara lain batu bara, nikel, tembaga, timah, emas, hingga perak.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai bahwa kebijakan tersebut menambah tekanan bagi industri pertambangan yang telah menghadapi berbagai tantangan sebelumnya.

"Awal Januari sudah ada isu, cuma mungkin pada saat itu kita dihadapi oleh kalau ibaratnya badai, ini badainya banyak banget ya," kata Hendra dalam Press Conference Wacana Kenaikan Tarif Royalti Pertambangan, Senin (17/3/2025).

Hendra lantas menjelaskan bahwa sejak awal tahun, industri pertambangan sudah dihadapkan pada sejumlah regulasi baru yang memberatkan. Selain wacana kenaikan royalti, terdapat kebijakan lain yang juga berdampak signifikan.

Mulai dari implementasi biodiesel B40, kewajiban Devisa Hasil Ekspor (DHE), Peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, Global Minimum Tax dan lain sebagainya.

"Industri batubara juga terbebani dengan royalti tinggi, harga jual domestik batubaranya dari 2018, ini Pak kita dari dulu harganya dipatok, dan banyak isu lagi belum HBA, dan di industri mineral juga HMA, jadi isunya memang bertubi-tubi, kemudian muncul isu royalti yang akan menjadi istilah internal compensation, jadi kayak apa, udah pamungkasnya mungkin ya," kata Hendra.

Sementara itu, Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan bahwa kebijakan ini akan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tarif royalti nikel tertinggi di dunia.

Menurut dia, di negara lain royalti dihitung berdasarkan profit, sementara di Indonesia dihitung dari harga jual. Hal ini dinilai lebih membebani perusahaan.

"Sementara di negara lain, royalti dihitung berdasarkan profit, di Indonesia dihitung dari harga jual, yang tentu lebih membebani perusahaan," ujar Meidy dalam acara yang sama.

Selain kenaikan tarif royalti, para pelaku industri juga dihadapkan pada berbagai kewajiban lain. Kondisi ini lantas semakin menekan keberlanjutan bisnis mereka.

Meidy menyemut, pemerintah berencana menaikkan tarif royalti untuk bijih nikel menjadi 14%-19% dari saat ini 10%.


(wia)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Kenaikan Royalti Minerba Bikin Was-Was, Apa Dampaknya?

Next Article Pengusaha Siap-Siap, Tarif Royalti Batu Bara-Emas Bakal Naik!

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |