Hidup Warga RI Makin Sulit: Beli Bahan Pokok Terpaksa Makan Tabungan

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi ekonomi warga Indonesia terus terpuruk bulan demi bulan. Banyak dari mereka bahkan terpaksa menguras tabungan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Data dari Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) untuk Giro Perorangan tampak mengalami penurunan secara signifikan sejak Oktober 2024.

Pada Oktober 2024, DPK Giro Perorangan tercatat sebesar Rp172,9 triliun dan menurun hingga menyentuh angka Rp117 triliun pada Januari 2025.

Untuk diketahui, DPK Giro Perorangan adalah rekening giro yang dimiliki oleh individu (bukan perusahaan) dan dapat digunakan untuk transaksi harian dengan fasilitas cek atau bilyet giro.

DPK Giro Perorangan yang mengalami penurunan ini bisa menandakan bahwa individu lebih memilih menyimpan dananya dalam bentuk tabungan berjangka, deposito, atau instrumen investasi lainnya.

Setidaknya terdapat dua alasan mengapa DPK Giro Perorangan mengalami penurunan, yakni adanya instrumen lain yang dapat memberikan imbal hasil lebih tinggi, sebagai contoh yakni deposito atau pun aset investasi lainnya.

Faktor kedua adalah adanya penurunan aktivitas transaksi harian, sehingga penurunannya bisa mengindikasikan berkurangnya aktivitas ekonomi atau konsumsi masyarakat.

Konsumsi Warga RI Tersendat

Bukti yang menunjukkan tersendatnya konsumsi masyarakat Indonesia adalah data Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan bahwa nilai belanja masyarakat terjadi perlambatan di satu minggu menjelang Ramadan yakni ke 236,2.

Pola ini merupakan anomali karena tidak terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Mandiri Spending Index (MSI) yang menurun jelang Ramadhan terakhir kali terjadi pada Maret 2020 atau lima tahun yang lalu dengan nilai 58.

Untuk diketahui, pada Maret 2020 merupakan awal pandemi Covid-19 yang menyebabkan terjadinya perlambatan konsumsi belanja masyarakat.

Secara historis, Ramadan merupakan puncak konsumsi masyarakat Indonesia. Konsumsi juga biasanya sudah melonjak sebelum Ramadan terutama untuk kebutuhan makanan dan minuman. Ramadan tahun ini jatuh pada 1 Maret 2025.

Mandiri InstituteFoto: MSI
Sumber: Mandiri Institute


Lebih lanjut, tampak masyarakat hanya berbelanja untuk hal yang penting-penting saja atau setidaknya dapat bertahan hidup di tengah kondisi yang tidak stabil.

Porsi belanja restoran paling banyak terserap untuk restoran yakni 20,2%. Belanja kelompok ini kembali ke porsi 20% untuk pertama kalinya sejak Oktober 2023.

Porsi belanja supermarket juga naik ke 15,9%. Belanja restoran supermarket sudah memakan porsi 35,6% atau hampir 40%.
Data tersebut mengindikasikan jika belanja masyarakat saat ini hanya terkonsentrasi kepada kebutuhan pokok dan primer, seperti makanan dan kebutuhan sehari-hari.

Proporsi sport, hobby, dan entertainment yang cenderung menurun atau mengalami normalisasi sejak akhir 2024 atau sekitar tiga bulan lalu. Hal ini mengindikasikan bahwa tren pengeluaran yang semakin beralih ke kebutuhan yang lebih primer.

Mandiri InstituteFoto: Porsi belanja masyarakat
Sumber: Mandiri Institute

Bukti pendukung lainnya juga dapat terlihat dari sisi jumlah DPK Tabungan Perorangan yang tampak menurun pada Januari 2025.

Selain DPK Giro Perorangan yang menurun, DPK Tabungan Perorangan juga tampak menurun dari Rp2.532,7 triliun (Desember 2024) menjadi Rp2.502,3 triliun (Januari 2025) atau turun sekitar Rp30 triliun dalam kurun waktu satu bulan.

Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat melakukan makan tabungan ('mantab') dalam memenuhi kebutuhan primernya.

Terpuruknya kondisi DPK di Indonesia juga tercermin dari kontraksi yang terjadi selama tiga bulan beruntun secara year on year/yoy.

Menurut pantauan CNBC Indonesia Research, terjadi kontraksi selama tiga bulan beruntun yakni sejak November dan Desember 2024 kemudian diikuti dengan Januari 2025.

Secara tahunan, kontraksi DPK Perorangan pada November dan Desember 2024 tercatat masing-masing sebesar 2% dan 2,1%. Sedangkan pada Januari 2025 terpantau terkontraksi sebesar 2,6% yoy.

Total DPK Perorangan mengalami kemunduran yakni dari Rp4.073,4 triliun (Desember 2024) menjadi Rp4.044 triliun (Januari 2025).

Dilihat dari jenisnya, kontraksi terjadi pada giro dan simpanan berjangka atau deposito.

PHK Merajalela di Awal 2025

Awan kelabu sektor industri di Indonesia belum usai. Setelah penutupan pabrik tekstil marak terjadi sepanjang 2024, pada tahun ini kondisinya tak banyak berubah.

Yang paling besar adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex beserta anak usahanya PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya. Pasca pailit dan kalah dalam kasasi, Sritex Group dipaksa harus menerima kenyataan harus bangkrut dan menyerahkan seluruh aset ke tim kurator.

Imbas dari keputusan ini, buruh Sritex terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Berdasarkan sumber data Disnakertrans Jawa Tengah, jumlah PHK buruh Sritex sejak 2024 sebanyak 10.669. Rinciannya adalah PT Bitratex Semarang 1.065 orang PHK Januari 2025, PT Sritex di pabri Sukoharjo 8.504 orang pada 26 Februari 2025, PT Primayuda Boyolali 956 orang pada 26 Februari 2025, PT Sinar Panja Jaya Semarang 40 orang pada 26 Februari 2025, dan PT Bitratex Semarang 104 orang pada 26 Februari 2025.

Selain Sritex, ada pabrik lain yang juga sudah tutup serta bersiap-siap menutup pabriknya dan melakukan PHK massal, seperti Yamaha Indonesia, Sanken Indonesia, Nike, dan PT Danbi International.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |