Jakarta, CNBC Indonesia - Investor global ramai-ramai menjual obligasi. Kondisi ini membuat imbal hasil atau yield obligasi melonjak, mulai dari surat utang Jerman, Jepang, hingga Indonesia.
Aksi jual besar-besaran investor global dipicu oleh keputusan pemerintah Jerman untuk memperbesar anggaran belanja mereka. Selain itu, ketidakpastian politik dan ekonomi juga memperparah kekhawatiran investor.
Kejutan dari Jermandatang saat pasar obligasi global menghadapi tanda-tanda tekanan harga yang terus-menerus di ekonomi-ekonomi mulai dari AS hingga Jepang dan Inggris.
Jerman memutuskan untuk meningkatkan belanja pemerintah untuk memperkuat sektor pertahanan.
Kenaikan belanja ini merupakan hasil kesepakatan politik Partai Sosial Demokrat (SPD) Partai Partai Kristen Sosial (CSU)Kristen Demokrat (CDU).
Keputusan ini mengejutkan banyak pihak karena Jerman selama ini dikenal dengan kebijakan pengeluaran yang lebih ketat serta menghindari utang.
Investor melihat ini sebagai tanda bahwa Jerman mulai mengubah pendekatannya terhadap kebijakan fiskal, yang sebelumnya lebih fokus pada pembatasan utang dan pengeluaran.
Kemungkinan belanja pertahanan dan infrastruktur bisa mencapai 1 triliun euro ($1,08 triliun).
Jerman menerapkan pembatasan utang pada 2009. Pembatasan utang ini membatasi pinjaman baru hingga 0,35% dari produk domestik bruto (PDB). Batas ini lebih ketat dibandingkan Uni Eropa yang mengharuskan kurang dari 3%.
Imbal Hasil Bond Melonjak
Menyusul keputusan politik Jerman, hasil obligasi 10-tahun surat utang pemerintah Jerman atau Bund naik ke 2,88% pada hari ini, Jumat (7/3/2025). Imbal hasil ini adalah yang tertinggi sejak Oktober 2023.
Lonjakan imbal hasil Jepang juga terjadi di Jepang, kawasan Eropa, hingga Indonesia.
Imbal hasil obligasi bekera berlawanan dengan harga. Imbal hasil yang naik menandai harga obligasi sedang turun karena banyak dijual investor, demikian juga sebaliknya.
Imbal hasil surat utang pemerintah Jepang meloncat ke 1,53% atau rekor tertingginya sejak Krisis 2008 atau lebih dari 16 tahun.
Imbal hasil obligasi China juga ke 1,8% atau tertinggi sejak Desember 2024.
Mark Richards, kepala multi-aset dinamis di BNP Paribas Asset Management, mengatakan apa yang dilakukan Jerman membuat pasar terkejut karena selama ini Jerman seperti sebuah pengecualian dalam dunia ekspansi fiskal.
Tren kenaikan hasil obligasi di Eropa dalam beberapa bulan terakhir lebih dramatis, terutama karena bank sentral besar, termasuk Bank Sentral Eropa (ECB), memangkas suku bunga. ECB diperkirakan akan menurunkan suku bunga sebesar seperempat poin dari level 2,75%.
"(Kenaikan imbal hasil) Ini cerita yang serupa di seluruh dunia," kata Mitul Kotecha, seorang strategis makro di Barclays, dikutip dari CNBC International.
Naeem Aslam, kepala investasi di Zaye Capital Markets di London, mengatakan trader harus memantau hasil obligasi di Jepang.
"Pantau hasil obligasi Jepang yang meningkat meskipun ada pembatasan suku bunga. Kenaikan ini bisa menandakan ketegangan pasar yang lebih luas," ujarnya kepada CNBC International.
Marc Ostwald, kepala ekonom dan strategi global di ADM Investor Services, mengatakan ada dua faktor utama yang mendorong kenaikan imbal hasil obligasi dunia.
"Yang pertama adalah ketakutan bahwa perang tarif (Donald)Trump akan bersifat inflasi," ujarnya kepada CNBC International.
Emmanouil Karimalis, strategi suku bunga di UBS Investment Bank, juga mengatakan bahwa pasar "jelas" merespons reformasi fiskal yang diusulkan Jerman, serta rencana Uni Eropa untuk memperkuat pertahanan Eropa. Investor menuntut premi yang lebih tinggi untuk menyerap peningkatan pasokan yang diharapkan.
"Rencana ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam pola penerbitan obligasi karena kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan di Eropa," katanya
Bagaimana dengan Indonesia?
Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun pada hari ini, Jumat (7/3/2025) melonjak ke 6,89% atau tertinggi sejak awal Februari 2025.
Imbal hasil ini mendekati ditetapkan dalam APBN 2025 yakni 7,0%.
Kenaikan imbal hasil ini bisa membebani pemerintah karena akan semakin memperbesar ongkos bunga utang. Namun, di sisi lain, imbal hasil lebih tinggi juga diperlukan untuk menarik investor saat imbal hasil obligasi negara lain meningkat.
Seperti diketahui, pemerintah berencana menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 642.562 triliun.
Jika imbal hasil terus melonjak maka tidak menutup kemungkinan rata-ratanya akan melewati batas yang ditetapkan APBN yakni 7,0% sehingga bunga utang yang dibayar akan lebih besar.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)