Jemaah Haji RI Dianggap Bodoh, Duit Ludes Kena Tipu Orang Arab

6 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Perjalanan haji bukan hanya membutuhkan kesiapan spiritual dan fisik, tetapi juga pengetahuan yang cukup. Jangan sampai kejadian penipuan seperti yang dialami jemaah haji asal Indonesia ratusan tahun lalu terulang kembali. 

Sekitar tahun 1900-an, jemaah haji asal Indonesia menjadi sasaran empuk penipuan warga Arab. Penyebabnya karena mereka tidak punya bekal ilmu mumpuni. Mereka tidak terlalu memahami bahasa Arab serta tidak paham rukun, kewajiban, dan tata cara ibadah haji.

Mayoritas jemaah asal Indonesia menganggap segala hal yang diucapkan dalam bahasa Arab adalah sesuatu yang baik, sehingga percaya-percaya saja. Padahal, faktanya berbeda.

Kealpaan pengetahuan lantas menjadi celah bagi warga Arab melakukan tindak penipuan. Tahun 1931, misalnya, seorang pejabat Belanda, Snouck Hurgronje, menyaksikan langsung bagaimana jemaah Indonesia nurut-nurut saja mengikuti berbagai perintah warga Arab, sekalipun di luar rangkaian haji.

Para jemaah seringkali diminta melakukan ziarah tambahan dan berbagai ritual yang mengeluarkan uang tambahan. Orang Arab tahu kalau jemaah Indonesia biasanya membawa uang dalam jumlah besar ke Tanah Suci.

Hal ini membuat warga Arab menjadikan jemaah Indonesia sebagai sasaran empuk. Salah satu kasus penipuan terjadi terkait air zamzam.

Jemaah Indonesia punya keyakinan air zamzam punya kekuatan spiritual dan dapat membersihkan diri dari berbagai kenistaan. Mereka sering kumur-kumur dan menyemburkan zamzam sebagai bagian dari keyakinan itu.

Namun, saat jemaah ingin air zamzam, sebagian warga Arab justru memanfaatkan kesempatan itu untuk meminta bayaran. Padahal, pemerintah Arab Saudi menggratiskan air yang dipercaya berasal dari mukjizat Nabi Ismail itu.

Namun, akibat kurangnya informasi, Jemaah Indonesia percaya begitu saja dan menyerahkan uang tanpa menyadari kalau sedang dikerjai orang Arab.

Selain air zamzam, penipuan lain juga terjadi dalam bentuk penitipan uang. Orang Arab menyamar sebagai syekh haji dan mengaku sebagai tempat penitipan uang untuk keperluan ibadah haji jemaah Indonesia. Jemaah yang percaya lantas menyerahkan uang begitu saja. Namun, setelah dititip uang malah susah diperoleh kembali. Alias masuk ke kantong pencuri. 

"Kerumunan jemaah dibagi-bagi seperti ternak di antara berbagai syekh yang telah membeli suatu lisensi, tanpa sedikitpun memperhatikan keinginan mereka masing-masing," ungkap Snouck Hurgronje dalam memoar berjudul Mekka in the Latter Part of the 19th Century (1931). 

Tujuh tahun sebelumnya, kasus malah lebih parah. Jemaah Indonesia disuruh membeli tiang Masjidil Haram, yang katanya, bagian dari ritual haji. Ini diungkap Bupati Bandung, R.A Wiranatakusumah dalam catatan perjalanan berjudul "Seorang Bupati Naik Haji" (1924). 

"Di Makkah, penipu-penipu itu mudah sekali melakukan tipu dayanya," ungkap Wiranatakusumah.

Tiang Masjidil Haram dijual 300 real kepada orang Indonesia dengan dalih sumbangan wakaf. Jemaah yang percaya dan yakin wakaf mendatangkan pahala bergegas memberikan uang ke penipu Arab. Apalagi, disebutkan kalau itu bagian dari ritual haji.

Padahal, tidak ada dalam sejarahnya tiang masjid suci dijual atau diwakafkan. Dari kejadian ini, R.A Wiranatakusumah menyarankan agar jemaah Indonesia tak membawa uang berlebih untuk terhindari kasus penipuan.

Saking mudahnya ditipu, orang Arab menjuluki jemaah Indonesia sebagai 'hewan ternak'. Maksudnya, bisa dimanfaatkan atau diperas layaknya sapi, kambing, dan hewan ternak lain.

"Orang Arab memakai julukan yang menghina untuk menunjukkan orang Jawi itu, yakni farukha (jamak kata farkh, "ayam itik") dan baqar, "hewan ternak"," tulis Sejarawan Henry Chambert-Loir dalam Naik Haji di Masa Silam (2013).


(mfa/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Next Article Sumur Zamzam Makkah Ternyata Tak Cuma Ada Air, tapi Harta Karun Emas

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |