Kasus-kasus Kriminal Melibatkan Tentara, Apa Penyebabnya?

3 hours ago 2
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah kasus kekerasan berujung pembunuhan berlatar persoalan ekonomi diduga melibatkan prajurit TNI marak terjadi.

Kasus-kasus yang belakangan terjadi seperti pembunuhan bos rental mobil di Tangerang, pembunuhan agen mobil di Aceh, dan dugaan keterlibatan oknum TNI dalam penembakan terkait judi sabung ayam di Way Kanan, Lampung.

Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Khairul Fahmi berpendapat kasus-kasus ini menunjukkan pola bahwa ada prajurit yang terlibat dalam aktivitas ekonomi ilegal. Kata Fahmi, mereka bisa jadi terlibat sebagai pelaku langsung maupun sebagai pelindung dari bisnis ilegal tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski dilatari ekonomi, Fahmi menilai kasus-kasus itu tak seluruhnya bermuara pada faktor kesejahteraan prajurit yang dianggap kurang.

"Meskipun ada faktor ekonomi dalam kasus-kasus ini, tidak berarti bahwa semua ini terjadi karena kesejahteraan prajurit yang kurang. Sebab, kesejahteraan yang tidak ideal bukan alasan yang sah untuk melakukan tindakan melawan hukum, apalagi yang bersifat jahat dan kejam," kata Fahmi kepada CNNIndonesia.com, Rabu (19/3).

Menurutnya, sejumlah kasus ini hanyalah sebagian kasus yang melibatkan prajurit TNI. Menurutnya, masih banyak juga prajurit TNI dengan kondisi ekonomi yang sama, namun tetap bisa menjaga integritas dan profesionalisme mereka.

"Ini menunjukkan bahwa faktor utama dalam kasus-kasus ini bukanlah tingkat kesejahteraan, melainkan kombinasi dari pengaruh lingkungan, gaya hidup, kurangnya pengawasan, serta faktor psikologis seperti weapon effect dan escalation of commitment," ujar dia.

Faktor kesejahteraan bukan yang utama

Fahmi pun menjelaskan sejumlah faktor pemicu dari maraknya kasus berlatar masalah ekonomi yang melibatkan prajurit TNI ini.

Pertama, Fahmi menyatakan bahwa prajurit tidaklah hidup di ruang hampa. Mereka juga memiliki kehidupan sosial di luar lingkungan kedinasan mereka.

"Jika seorang prajurit sering berinteraksi dengan kelompok atau individu yang bergerak di bidang ekonomi ilegal, seperti judi atau bisnis gelap lainnya, maka risiko untuk terlibat semakin besar," ucapnya.

Lalu, pengaruh lingkungan dan budaya organisasi. Fahmi menjelaskan dalam dunia militer, keteladanan dari atasan dan senior memainkan peran penting dalam membentuk perilaku prajurit.

Menurut Fahmi jika lingkungan di sekitar mereka cenderung permisif atas penyalahgunaan wewenang atau keterlibatan dalam aktivitas ilegal, maka prajurit tersebut juga cenderung menganggap hal itu sebagai sesuatu yang bisa diterima.

Kemudian ketiga, ialah adanya senjata sebagai faktor pendorong kekerasan.

Fahmi menjelaskan dalam psikologi kriminal dikenal konsep weapon effect, yaitu kecenderungan seseorang untuk lebih mudah menggunakan kekerasan jika memiliki akses terhadap senjata.

"Prajurit yang memiliki senjata dan keahlian dalam penggunaannya berpotensi lebih besar untuk melakukan tindak kekerasan dalam situasi tertentu, terutama jika dikombinasikan dengan faktor-faktor lain seperti tekanan ekonomi atau konflik personal," ujar dia.

Lalu, Fahmi juga menilai minimnya pengawasan terhadap aktivitas di luar dinas.

Ia menyebut sistem pengawasan yang cukup ketat hanya terbatas pada lingkungan kedinasan belaka.

"Aktivitas prajurit di luar jam tugas sering kali tidak terpantau secara optimal. Ini membuka celah bagi oknum tertentu untuk menyalahgunakan statusnya untuk keuntungan pribadi," ucap dia.

Terakhir, Fahmi juga menduga bahwa kasus ini terjadi karena faktor gaya hidup dan pola konsumsi yang tidak sehat.

Menurutnya, seorang prajurit yang memiliki gaya hidup konsumtif dan tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan, akan lebih mudah tergoda mencari penghasilan tambahan, termasuk lewat cara-cara ilegal," ujarnya.

Relasi kuasa sebagai aparat

Terpisah, Kriminolog Universitas Indonesia Ardi Putra berpendapat kasus ini terjadi karena pertimbangan rational choices para prajurit yang terlibat.

Ia mengatakan hal itu merupakan perpaduan dari mendapatkan keuntungan secara ekonomi dengan relasi kuasa mereka sebagai aparat.

Adanya iming-iming keuntungan ekonomi, dalam posisi sebagai prajurit yang dianggap punya kuasa, membuat pelaku merasa untouchable.

Namun, Ardi mengatakan fenomena ini juga tak melulu soal kesejahteraan prajurit TNI. Menurutnya, perihal itu sangatlah relatif antara orang per orang.

"Harus ada kontrol dari internal TNI. Sedikit [penghasilan] bisa cukup, banyak pun bisa kurang untuk penghasilan," ucap Ardi.

Ia pun menekankan bahwa solusi daripada fenomena ini ialah knowledge transfer ke prajurit tentang efek jera dan efek gentar atas perilaku mereka.

Ardi mendorong Mabes TNI agar senantiasa mengawasi prajurit mereka untuk selalu berpedoman pada Sapta Marga.

Tindak tegas tak pandang bulu

Senada, Khairul Fahmi juga menyatakan dalam menghadapi fenomena ini, penegakan hukum haruslah tegas dan tanpa kompromi terhadap prajurit yang terbukti melanggar hukum.

Lalu, memperketat pengawasan terhadap aktivitas di luar dinas, termasuk keterlibatan dalam bisnis atau organisasi yang berpotensi ilegal.

Kemudian, mengubah budaya organisasi, sehingga tidak ada toleransi terhadap penyalahgunaan wewenang di semua tingkatan.

"Memberikan edukasi tentang manajemen keuangan dan gaya hidup, agar prajurit bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan serta tidak terjebak dalam pola hidup konsumtif yang berisiko tinggi," ucap Fahmi.

Sikap TNI, hukuman bagi prajurit terlibat

CNNIndonesia.com telah menghubungi Kapuspen TNI Mayjen Hariyanto meminta responsnya perihal fenomena ini. Namun, hingga berita ini tayang, ia belum merespons.

Meski demikian TNI kerap menegaskan bakal menindak tegas anggota yang terlibat kriminalitas. Para pelaku pun telah banyak diseret ke pengadilan.

Dalam kasus pembunuhan bos rental mobil Ilyas Abdul Rahman. Oditur militer menuntut dua anggota dipenjara seumur hidup serta dipecat dari kesatuan dan membayar biaya restitusi sebesar Rp796 juta.

Dalam tuntutannya, Oditur Militer Gori Rambe menyebut Kelasi Kepala Bambang Apri Atmojo dan Sertu Akbar Adli terbukti melakukan pembunuhan berencana kepada Ilyas dan menggelapkan mobil korban.

Sementara untuk Sertu Rafsin Hermawan, Oditur Militer menuntut hukuman empat tahun penjara karena dinilai hanya terbukti melakukan tindak pidana penadahan.

Meski hukuman pidana penjaranya berbeda, Oditur Militer meminta Majelis Hakim untuk memecat ketiga terdakwa sebagai anggota TNI. Pasalnya, perbuatan ketiga terdakwa dinilai telah mencoreng nama baik dan melanggar aturan TNI.

Lalu, dalam kasus penembakan seorang agen showroom penjualan mobil bernama Hasfiani (30) saat melakukan test drive oleh anggota TNI AL di Lanal Lhokseumawe.

Kini, terduga pelaku berinisial Kld DI sudah ditahan di Pomal Lanal Lhokseumawe untuk penyelidikan dan penyidikan.

Danden Pomal Lanal Lhokseumawe Mayor Laut (PM) A Napitupulu menyebut hasil penyelidikan sementara, Kld DI nekat menghabisi nyawa Hasfiani karena ingin menguasai mobil Toyota Innova yang dijual oleh korban.

Sementara itu, dalam kasus penembakan yang menewaskan tiga anggota polisi di Way Kanan, Lampung. Kini terduga pelaku telah ditahan.

Terduga pelaku adalah Peltu Lubis selaku Dansubramil Negara Batin dan Kopka Basarsyah selalu anggota Subramil Negara Bantin.

Danrem 043/Garuda Hitam (Gatam) Brigjen TNI Rikas Hidayatullah menegaskan proses hukum akan dilakukan sesuai aturan apabila terdapat indikasi dan pelanggaran dalam peristiwa ini.

Ia memastikan investigasi bersama Polda Lampung dalam peristiwa ini akan dilakukan transparan.

"Jika ada indikasi atau bukti pelanggaran, proses hukum akan dilakukan sesuai aturan yang berlaku," kata Rikas, di Bandarlampung, Selasa (18/3).

(mnf/wis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |