loading...
Mahmoud Khalil, aktivis pro-Palestina, ditangkap aparat keamanan AS. Foto/X/@Abuyousef
WASHINGTON - Aparat keamanan Amerika Serikat (AS) menangkap seorang Aktivis Muslim Mahmoud Khalil, mantan mahasiswa pascasarjana Universitas Columbia.
AS menuduh mahasiswa Columbia yang ditahan memiliki hubungan dengan Hamas.
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS telah mengonfirmasi penahanan Khalil dalam sebuah posting di X.
"Pada tanggal 9 Maret 2025, untuk mendukung perintah eksekutif Presiden Trump yang melarang anti-Semitisme, dan berkoordinasi dengan Departemen Luar Negeri, Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai AS menangkap Mahmoud Khalil, mantan mahasiswa pascasarjana Universitas Columbia," demikian diungkapkan Departemen Dalam Negeri AS, dilansir Al Jazeera.
“ICE dan Departemen Luar Negeri berkomitmen untuk menegakkan perintah eksekutif Presiden Trump dan melindungi keamanan nasional AS.”
Sementara itu, kelompok-kelompok hak asasi manusia di AS mengecam penangkapan Mahmoud Khalil.
"Menyingkirkan seorang mahasiswa dari rumah mereka, menantang status imigrasi mereka, dan menahan mereka hanya berdasarkan sudut pandang politik akan membekukan kebebasan berbicara dan advokasi mahasiswa di seluruh kampus di seluruh negeri," kata American Civil Liberties Union (ACLU) dalam sebuah posting di X.
"Kebebasan berbicara politik tidak boleh menjadi dasar hukuman atau menyebabkan deportasi," tambahnya.
Sementara itu, cabang ACLU di New York menyebut penangkapan Khalil sebagai "serangan yang ditargetkan, pembalasan, dan ekstrem terhadap hak-hak Amandemen Pertama-nya".
Pusat Hak Konstitusional (CCR) juga mengatakan bahwa mereka "sangat" menentang penahanannya dan memperingatkan bahwa "situasinya mungkin bukan yang terakhir".
“Mahmoud memiliki tim pengacara yang berpengalaman dan berdedikasi yang bekerja sepanjang waktu untuk menentang setiap upaya untuk mendeportasinya hanya karena advokasi hak asasi manusianya atas nama warga Palestina,” tambah kelompok tersebut.
CCR menyatakan, mencabut seorang mahasiswa dari rumah mereka, menentang status imigrasi mereka, dan menahan mereka hanya berdasarkan sudut pandang politik akan membekukan kebebasan berbicara dan advokasi mahasiswa di seluruh kampus di seluruh negeri. "Ujaran politik tidak boleh menjadi dasar hukuman atau menyebabkan deportasi," katanya.
(ahm)