Jakarta, CNN Indonesia --
Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Youtuber otomotif Fitra Eri sebagai saksi dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina periode 2018-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut pemeriksaan dilakukan penyidik terhadap Fitra Eri, pada Rabu (5/3) hari ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saksi yang diperiksa yakni FEP (Fitra Eri Purwotomo) selaku influencer otomotif," ujarnya dalam keterangan tertulis.
Dikonfirmasi terpisah, Fitra Eri membenarkan adanya pemeriksaan dari penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus. Kendati demikian, ia mengklaim pemeriksaan tak terkait dengan masalah korupsi.
"Ya betul. Saya dipanggil sebagai saksi. Semua pertanyaan penyidik sesuai dengan keahlian dan profesi saya di bidang otomotif," ujarnya.
"Hanya seputar pengaruh BBM ke kendaraan. Pertanyaan teknis umum. Tidak terkait tindak korupsinya," imbuhnya.
Selain Fitra Eri, hari ini penyidik juga memintai keterangan dari 7 saksi lainnya. Tiga di antaranya merupakan pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Rinciannya MP selaku Direktur Pembinaan Usaha Hilir pada Ditjen Migas Kementerian ESDM; ARH Sub Koordinator Harga Bahan Bakar Minyak pada Ditjen Migas Kementerian ESDM; dan DM selaku Kepala Divisi Akuntansi SKK Migas.
Kemudian CMS selaku Koordinator Subsidi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi pada Ditjen Migas Kementerian ESDM; AA selaku Manager QMS PT Pertamina (Persero); ESJ selaku Staf Analyst Planning PT Pertamina Hulu Rokan; dan ES selaku VP Procurement and Contracting PT Pertamina Hulu Rokan WK Rokan; 8. FEP selaku Influencer Otomotif.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selain itu kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
PT Pertamina (Persero) sebelumnya telah membantah Pertamax merupakan BBM hasil oplosan.
Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menegaskan Pertamax tetap sesuai standar, yaitu RON 92, dan memenuhi semua parameter kualitas bahan bakar yang telah ditetapkan Ditjen Migas.
Fadjar menyebut Kementerian ESDM juga terus mengawasi mutu BBM dengan cara melakukan uji sampel BBM dari berbagai SPBU secara periodik.
Ia menerangkan ada perbedaan signifikan antara oplosan dengan blending BBM. Oplosan adalah istilah pencampuran yang tidak sesuai dengan aturan, sedangkan blending merupakan praktik umum (common practice) dalam proses produksi bahan bakar.
"Blending dimaksud adalah proses pencampuran bahan bakar atau dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan atau RON tertentu dan parameter kualitas lainnya," imbuhnya.
Fadjar mencontohkan Pertalite yang merupakan campuran komponen bahan bakar RON 92 atau yang lebih tinggi dengan bahan bakar RON yang lebih rendah sehingga dicapai bahan bakar RON 90.
Dengan demikian, Fadjar mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir terkait mutu BBM Pertamina
"Kualitas Pertamax sudah sesuai dengan spesifikasinya, yaitu dengan standar oktan 92," ujar Fadjar dalam keterangan tertulis.
(fra/fra/tfq)