loading...
Komnas Perempuan mendesak Majelis Kehormatan Dewan (MKD) untuk memeriksa Ahmad Dhani atas pernyataannya yang dinilai mengandung unsur seksisme dan rasisme. Foto/Instagram Ahmad Dhani
JAKARTA - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak Majelis Kehormatan Dewan (MKD) untuk memeriksa Ahmad Dhani atas pernyataannya yang dinilai mengandung unsur seksisme dan rasisme dalam rapat Komisi X DPR RI pada 5 Maret 2025.
Pernyataan Ahmad Dhani tersebut menimbulkan kecaman luas. Pasalnya, dianggap merendahkan perempuan dan bertentangan dengan nilai-nilai kesetaraan gender yang dijunjung dalam sistem hukum Indonesia.
Dalam pernyataannya, Dhani mengusulkan agar program naturalisasi pemain sepak bola diperluas dengan merekrut pemain berusia di atas 40 tahun yang berstatus duda, untuk dinikahkan dengan perempuan Indonesia. Ia berargumen bahwa pernikahan ini akan menghasilkan keturunan yang lebih unggul dalam keterampilan sepak bola.
“Pernyataan ini juga merendahkan martabat Indonesia dengan rasisme karena seolah kualitas laki-laki pesepakbola dari luar negeri memiliki sifat genetik yang lebih baik daripada dari Indonesia. Kalimat rasis tampak dalam penekanan agar naturalisasi tidak kepada yang bule karena ras Eropa yang berbeda,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam siaran resminya, Jumat (7/3/2025).
Foto/Instagram Ahmad Dhani
Tak hanya itu, pentolan Dewa 19 ini juga menambahkan bahwa jika pemain naturalisasi tersebut beragama Islam, maka mereka bisa menikahi hingga empat perempuan Indonesia. Ini merupakan sebuah pernyataan yang dinilai melecehkan perempuan dan memicu kontroversi luas.
“Pernyataan AD dinilai melecehkan karena menempatkan perempuan sekedar mesin reproduksi anak, pelayan seksual suami. Apalagi pernyataan ini dilanjutkan dengan menyebutkan bahwa jika pemain sepakbola yang dinaturalisasi itu beragama Islam maka bisa dinikahkan dengan empat perempuan,” jelasnya.
Andy juga menyatakan bahwa pernyataan musisi sekaligus wakil rakyat itu menempatkan perempuan seolah hanya sebagai alat reproduksi dan pelayan seksual. Bukan sebagai individu dengan hak dan martabat yang setara.
Hal ini bertentangan dengan prinsip kesetaraan gender serta komitmen Indonesia dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) yang telah diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 1984.
Follow WhatsApp Channel SINDOnews untuk Berita Terbaru Setiap Hari
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya