Jakarta, CNN Indonesia --
Banjir besar merendam wilayah Jabodetabek sejak Senin (3/3) hingga Selasa (4/3). Kota dan Kabupaten Bekasi jadi salah satu wilayah paling parah diterjang banjir.
Banjir di Kota Bekasi merendam delapan dari total 12 kecamatan yang ada. Banyak fasilitas umum mulai dari jalan-jalan utama hingga kantor pemerintahan tak berfungsi akibat banjir. Air bahkan menerjang pusat perbelanjaan dan rumah sakit umum daerah.
Wali Kota Tri Adhianto menyatakan Kota Bekasi lumpuh akibat banjir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari ini Kota Bekasi lumpuh, sampai di jalan utama, termasuk kantor pemerintahan, itu sudah mulai masuk air, keluar, karena kemudian juga limpasannya sungguh luar biasa," kata Tri dalam rapat koordinasi pengendalian banjir Jabodetabek secara daring, Selasa.
Sementara itu di Kabupaten Bekasi, data pada Selasa (4/3) mencatat banjir merendam 13 kecamatan, 24 desa dan kelurahan dengan sekitar 36 titik banjir yang rata-rata ketinggian air mencapai 40 sampai 200 sentimeter.
Banjir parah yang merendam Bekasi disebut karena faktor alam dan kerusakan lingkungan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai penyebabnya adalah kombinasi curah hujan tinggi dan alih fungsi lahan di hulu.
Perubahan tata ruang yang tidak memperhatikan lingkungan disebut memperburuk intensitas banjir di Jabodetabek.
"Memang curah hujan tinggi tapi harusnya bisa diantisipasi. Tapi, perubahan fungsi di hulu sungai yang bermuara di Kali Bekasi itu yang menjadi masalah besar," ujar Manajer Kampanye Tata ruang dan Infrastruktur WALHI Dwi Sawung kepada CNNIndonesia.com, Rabu (5/3).
Sawung menyatakan banjir tahun ini menjadi yang paling parah sejak dirinya dan keluarga tinggal di Bekasi puluhan tahun lalu. Berkaca dari pengalaman, tutur dia, curah hujan tidak menjadi faktor tunggal yang membuat Bekasi tenggelam pada tahun ini.
Pasalnya, menurut dia, curah hujan tahun ini tak lebih tinggi dari 2020 lalu di mana banjir di Bekasi tidak separah saat ini.
"Kalau curah hujan tampaknya bukan yang terbesar sepanjang pencatatan seperti tahun 2020. Tampaknya di hulu sungai Bekasi terjadi alih fungsi, longsor dan banjir bandang," ucap Sawung.
Selain itu ada penyebab teknis yang memperparah keadaan. Laporan Antara, Bendung Bekasi di Jalan M. Hasibuan, Bekasi Selatan, menghadapi situasi kritis akibat debit air yang melebihi kapasitas tampungnya.
Dikabarkan, kapasitas maksimal bendungan peninggalan Belanda ini adalah 1.000 meter kubik per detik, namun saat itu debit air mencapai 1.100 meter kubik per detik.
Kondisi ini memaksa pihak pengelola dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) untuk membuka pintu air guna mengurangi tekanan, yang dapat menyebabkan kenaikan permukaan air di wilayah hilir.
Selain itu, pompa air yang biasanya berfungsi untuk mengendalikan volume air, untuk sementara tidak dioperasikan. Akibatnya, kemampuan sistem pengendalian banjir menurun, meningkatkan risiko banjir di area sekitar.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi melaporkan bahwa TMA Kali Bekasi telah mencapai puncaknya pada pukul 06.30 WIB, dengan ketinggian 875 cm, jauh melebihi batas maksimal 350 cm.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi menyatakan banjir yang membuat lumpuh sejumlah wilayah di Bekasi disebabkan oleh hujan intensitas tinggi dan luapan air yang melimpah dari wilayah hulu Kali Bekasi.
BPBD mencatat banjir Bekasi tersebar di 20 titik dan tujuh wilayah kecamatan terdampak usai diguyur hujan deras sejak Senin (3/3) malam hingga hari ini.
Ketinggian air bervariasi mulai 20 sentimeter hingga tiga meter, membuat ribuan warga terpaksa mengungsi.
"Hujan dengan intensitas tinggi yang berlangsung dalam durasi lama di wilayah hulu Kali Bekasi dan Kota Bekasi menyebabkan peningkatan debit air dan banjir di beberapa wilayah," kata Kepala Pelaksana BPBD Kota Bekasi Priadi Santoso, Selasa (5/3).
Banyak faktor jadi penyebab banjir parah di Bekasi membuat penanganannya membutuhkan peran dari banyak pihak.
Sawung berkata upaya untuk mengantisipasi banjir Bekasi harus melibatkan peran pemerintah provinsi dan sejumlah daerah kabupaten lain yang bersinggungan dengan Bekasi.
"Ini sebenarnya bukan tugas dari Kota Bekasi tapi juga tugas dari provinsi Jawa Barat dan juga kabupaten-kabupaten yang jadi hulu sungai yang mengarah ke Bekasi. Kalau mereka tidak mampu mengendalikan alih fungsi itu sama saja memperparah banjir di Bekasi," ungkap dia.
"Ini kan sebenarnya terlihat di daerah Sentul, Hambalang, Cikeas itu banyak perumahan dalam 10 tahun ke belakang, jadinya 5 tahun terakhir terjadi banjir besar dan tahuh ini terjadi banjir besar yang jauh lebih parah dibandingkan tahun 2020," pungkasnya.
(wis/ryn)