Menhut Raja Juli: Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan Segera Diresmikan

4 hours ago 1

loading...

Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni. Foto/Istimewa

JAKARTA - Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengungkapkan perdagangan karbon dari sektor kehutanan bakal segera diresmikan sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim dan percepatan ekonomi hijau. Program tersebut diyakini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pelaku usaha.

Pada tahap awal, perdagangan karbon ini mencakup skema pengelolaan hutan oleh swasta (Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan/PBPH) dan Perhutanan Sosial, dengan potensi serapan karbon yang berbeda. PBPH memiliki potensi serapan 20-58 ton CO₂/ha dengan harga USD 5-10/ton CO₂, sementara Perhutanan Sosial dapat menyerap hingga 100 ton CO₂/ha dengan harga mencapai EUR 30/ton CO₂.

Potensi perdagangan karbon sektor ini diperkirakan mencapai 26,5 juta ton CO₂ pada 2025 dengan nilai transaksi berkisar Rp1,6 triliun-Rp3,2 triliun per tahun. Jika dioptimalkan hingga 2034, potensi perdagangan karbon dari sektor kehutanan dapat mencapai Rp97,9 triliun - Rp258,7 triliun per tahun, dengan kontribusi pajak sekitar Rp23 triliun - Rp60 triliun serta PNBP Rp9,7 triliun - Rp25,8 triliun per tahun.

Selain itu, kata dia, program ini dapat menciptakan 170 ribu lapangan kerja di berbagai lokasi proyek karbon. Dia menuturkan, perdagangan karbon tidak hanya berfokus pada pengurangan emisi, tetapi juga berperan dalam percepatan reforestasi melalui konservasi dan strategi Afforestation, Reforestation, and Revegetation (ARR).

Untuk memastikan daya saing perdagangan karbon Indonesia secara global, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bersama Kementerian Lingkungan Hidup telah berkoordinasi dengan Utusan Khusus Presiden untuk Urusan Iklim, Hashim Djojohadikusumo. Salah satu langkah strategis yang tengah didorong adalah penyelesaian Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan standar internasional seperti Verra, Gold Standard, dan Plan Vivo, yang ditargetkan rampung pada Mei 2025.

Selain itu, pemerintah juga tengah merevisi Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 terkait Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) guna meningkatkan efektivitas dan transparansi perdagangan karbon. “Dengan berbagai langkah ini, Kementerian Kehutanan optimis bahwa perdagangan karbon sektor kehutanan akan menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi hijau, ketahanan pangan dan energi, serta penguatan komitmen Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim,” ujarnya.

“Langkah ini sejalan dengan visi Asta Cita yang diusung Presiden RI Prabowo Subianto dalam mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan,” pungkasnya.

(rca)

Read Entire Article
Kabar Sehat | Legenda | Hari Raya | Pemilu |