Bandung, CNN Indonesia --
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) melalui Dinas Perumahan dan Permukiman Jabar mengklaim ornamen penyu di Alun-alun Gadobangkong, Sukabumi, yang menjadi sorotan belakangan ini, dibuat dari material yang tidak murah.
Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Jabar Indra Maha menegaskan replika penyu tersebut terbuat dari bahan resin yang tidak murah.
Ia mengakui ada bahan kardus dalam proses pembuatannya, tapi, menurut dia bahan kardus dipakai untuk mencetak bentuk penyu. Kemudian bahan bambu sebagai penahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi bukan terbuat dari kardus, tetapi kardus digunakan sebagai bahan pembentuknya saja," ujar Indra Maha dalam keterangan tertulis, Rabu (5/3).
Pembuatan penyu itu menuai kritik dari warganet karena disebut menghabiskan uang Rp15 miliar. Sekarang, replika penyu itu rusak. Sebagian cangkangnya bolong, sehingga terlihat bagian dalam yang kosong. Terlihat bahan kardus di bagian dalamnya.
Indra menuturkan, rusaknya replika tersebut, akibat ulah pengunjung yang naik duduk-duduk di atas bagian tempurung penyu. Padahal, lanjut dia, sudah disediakan selfie deck alias tempat untuk swafoto di area bawah.
"Pada praktiknya penyu bukan hanya jadi objek foto saja tapi ada pengunjung berfoto sambil menduduki replika penyu tersebut sehingga rusak," kata Indra.
Anggaran Rp15 M
Untuk biaya pembuatan replika tersebut ditegaskan Indra bukan Rp15,6 miliar seperti yang ramai di publik.
Indra menjelaskan biaya Rp15,6 miliar dipergunakan untuk membangun keseluruhan kompleks alun-alun di pinggir laut. Dalam kompleks itu ada replika penyu, sarana dan prasarana seperti selfie deck, leuit, hingga gedung kuliner.
Dikatakan Indra bahwa anggaran Rp15,6 miliar juga dipakai untuk pekerjaan site development berupa plaza, jalan, area parkir, pedestrian, taman, saluran, alun-alun, dengan total luas penataan mencapai 9.812 meter persegi.
Indra mengatakan pascaramai di media sosial tentang replika penyu dari kardus seharga Rp15,6 miliar, Pemprov langsung berkoordinasi dengan Pemda Kabupaten Sukabumi.
Saat ini, kata Indra, pihak kontraktor sedang memperbaiki kerusakan pada replika penyu raksasa, sebagai bentuk rasa memiliki fasilitas tersebut.
"Mereka merasa bagian dari masyarakat Kabupaten Sukabumi," tutup Indra.
Ornamen penyu kayu ini viral di media sosial lantaran nilai anggarannya dianggap tak sesuai dengan kualitas produknya.
Warganet menyoroti kerusakan penyu yang disebut menghabiskan biaya miliaran rupiah. Ornamen yang menjadi salah satu ikon kawasan pesisir selatan Pulau Jawa itu tampak jebol di beberapa bagian, terutama pada cangkangnya yang berlubang besar.
Sejumlah netizen mengungkap bagian dalam ornamen yang seharusnya kokoh justru memperlihatkan rangka yang diduga dibuat dari bambu dan material mirip kertas berbahan kardus.
Pihak kontraktor Imran Firdaus mengklaim telah melaksanakan pekerjaan sesuai aturan yang berlaku dalam pengadaan barang dan jasa.
"Kami dari kontraktor sudah melakukan kewajiban sesuai aturan dalam pengadaan barang dan jasa serta pelaksanaan pekerjaan. Untuk Alun-Alun Gadobangkong, serah terima pertama sudah dilakukan pada Februari 2024 dengan masa pemeliharaan enam bulan. Pada Agustus 2024, dilakukan serah terima kedua, kemudian pada September 2024, pihak Pemprov Jabar menyerahkan ke Kabupaten Sukabumi," ujar Imran.
Ia juga menyebut, bahwa selama masa pemeliharaan, pihaknya telah melakukan berbagai perbaikan, termasuk pengecekan kantin, perbaikan batu sikat, andesit, hingga memperbaiki kerusakan akibat banjir rob.
Selain itu Imran mengklaim biaya pembuatan penyu kayu tidak menghabiskan Rp15,6 miliar. Ia mengklarifikasi bahwa setelah dipotong pajak PPN 11 persen serta adanya denda keterlambatan dan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai riil yang diterima lebih rendah.
"Anggaran proyek ini memang Rp15 miliar, tapi setelah dipotong PPN, jadi sekitar Rp13 miliar. Ada juga temuan BPK terkait kekurangan volume dan denda keterlambatan yang mencapai hampir Rp1 miliar, sehingga realisasi anggaran di lapangan tidak sebesar yang banyak diberitakan," jelasnya.
(wis/csr)