Pengusaha Ini Teriak Kekurangan Gas, Blak-blakan Sebut Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto menyayangkan, penerapan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) tidak sesuai dengan harapan.

Kebijakan yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 76.K/MG.01/MEM.M/2025 itu tidak sepenuhnya menggunakan harga gas US$ 7 per MMBTU.

Menurut Edy, sepanjang Januari hingga April 2025 penerapan kebijakan ini tidak berjalan sesuai harapan industri keramik. Mengingat, besaran presentase HGBT untuk Alokasi Gas Industri Tertentu (AGIT) terus menurun.

"Sangat disayangkan penerapan kebijakan tersebut tidak sesuai harapan Industri Keramik sepanjang bulan Januari-April 2025 ini. Di mana besaran persentase AGIT yang semakin turun baik di Jawa bagian Barat maupun Jawa bagian Timur," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (8/5/2025).

Edy menilai industri semakin tertekan dengan besaran AGIT pada April 2025. Misalnya saja, di Jawa bagian barat AGIT hanya sebesar 65,3%, sementara di Jawa bagian timur 48,8%. Hal ini membuat industri harus memproduksi dengan rata-rata biaya gas yang cukup tinggi di atas US$ 8 per MMBTU, atau sekitar 15% lebih mahal.

"Sangat disayangkan terlebih untuk Jawa bagian Timur yang seharusnya tidak ada kendala tentang supply gas namun diinfokan adanya gangguan di hulu yang membutuhkan waktu perbaikan sampai dengan bulan Oktober mendatang," kata dia.

Oleh sebab itu, Edy menilai Kehadiran pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM sangat dibutuhkan untuk menengahi masalah defisit pasokan gas. Pasalnya, industri tidak mungkin berkembang tanpa kelancaran pasokan gas.

"Dan industri tidak mungkin bisa bertahan hidup dengan harga regasifikasi US$ 16,77 per MMBTU yang dikenakan oleh PGN," kata dia.

(pgr/pgr)

Next Article Harga Gas Murah Industri Telah Berakhir di 31 Desember 2024